"Sayang, ayo kita makan bersama di bawah!" Kata Awan kepada Tari dan Ratu yang sedang menyiapkan makan malam.
Mereka berdua sedikit kaget dengan sikap Awan, namun karena hal ini sudah berlangsung sejak beberapa hari yang lalu, maka mereka berdua mendiamkan Awan dan menuruti semua kata Awan. Terlebih, hal ini jauh lebih baik daripada Awan yang merenung di depan teras tanpa jelas apa yang sedang dipikirkan. Kemudian hari itu, mereka berempat makan bersama di ruang bawah tanah. Semua ternak merasa gembira dengan sikap Awan yang demikian, kecuali Mbak Timan yang hanya tersenyum palsu. Tidak ada yang sedang memasang muka palsu disini kecuali Mbak Timan.
Semuanya makan dengan senang. Sesekali mereka semua bercanda dengan hal-hal kecil. Awan yang biasanya hanya mengikuti alur pembicaraan, Dia sekarang malah berinisiatif memulai pembicaraan. Sikap hangat Awan telah menyihir semuanya. Semuanya, kecuali Mbak Timan. Orang itu seperti ingin menyelisik apa yang membuat sikap Awan berubah seperti sekarang. Mbak Timan berpikir satu hal yang sederhana, kenapa dengan membunuh Sunandar bisa menjadi pelipur lara Awan. Apa yang telah dilakukan Sunandar kepada Tuannya sampai-sampai Tuannya dendam kesumat kepada Tuan besar? pertanyaan ini adalah hal yang sedang dipikirkan oleh Mbak Timan.
Wanita itu tidak mau kehilangan semua momen ini. Tidak setelah apa yang sudah terjadi padanya, dan pada Warni, sahabatnya. Melihat wajah Warni yang dipenuhi dengan kebahagiaan seperti saat ini membuat inginnya untuk menanyakan hal itu kepada Awan urung dia lakukan. Mbak Timan memilih bersikap tidak tahu apa-apa demi tetap menjaga semuanya senang seperti sekarang.
"Biarlah. Entah apa pun yang mungkin sedang atau akan terjadi, tapi jika Tuan bisa senang..." Batin Mbak saat ini, saat mereka berempat sedang makan malam bersama di ruang bawah tanah.
(dengan tersenyum) "...maka aku tidak keberatan tidak mengetahui kebenarannya." sambung Mbak Timan.
Selesai makan, Awan izin untuk beranjak dan menuju ke kamarnya, sempat ada "godaan kotor" dari Warni yang sedang menawarkan dirinya malam ini. Namun dengan senyuman, Awan menolaknya. Kemudian Awan berlalu begitu saja. Tentu saja Warni bercanda atas ajakannya ini, Warni hanya merasa sedikit rileks dengan perlakuan Awan kepadanya. Namun, Sikap Awan yang sedemikian berubah itu dianggap terlalu aneh oleh Tari dan Ratu.
Di malam yang dingin setelah makan malam hangat bersama-sama layaknya sebuah keluarga, saat semua orang di rumah Awan sudah terlelap terbuai mimpinya masing-masing, Ratu diam-diam masuk ke dalam ruang bawah tanah dan membangunkan Mbak Timan. Rupanya Ratu ingat jika orang terakhir yang bersama Awan sebelum sikap Awan berubah seperti ini adalah Mbak Timan. Ratu menggugah wanita itu untuk bangun di malam hari. Perut besar Mbak Timan membuat semuanya serba susah baginya untuk hanya sekadar bangun dengan cepat. Bayi 6 bulan yang ada di kandungannya itu seolah berkata dia tidak ingin ibunya bangun terlebih dahulu. Bayi itu menginginkan kenyamanan pikiran ibunya yang akhirnya bisa tenang setelah sekian lama terus berpikir dengan keras.
Namun, Ratu meyakinkan Mbak Timan untuk segera bangun. Ratu ingin Timan menjawab semua pertanyaannya. Mengapa harus repot-repet bangun? Ratu tidak ingin membuat gaduh di ruang bawah tanah dan membangunkan Ibu yang sedang mengandung 7 bulan yang lain, yaitu Warni.
Mbak Timan akhirnya bangun. Dia dibawa oleh Ratu ke belakang rumah, disana Tari telah menunggu. Mbak Timan teringat dengan pikiran yang sempat terlintas saat makan malam bersama, yaitu 'ketidaktahuan membuat nyaman'. Apa dia harus menyembunyikan semua ini sampai semuanya menjadi jelas dan tidak kabur seperti sekarang. Toh kondisi sekarang tidak buruk juga, bahkan lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Kita semua bisa tertawa setelah sekian lama tidak merasakan hal ini lagi semenjak adannya anak itu disini, Marie.
Namun, Ratu memohon dengan penuh keyakinan dimatanya, Tari juga merasa Mbak Timan selalu bertingkah aneh semenjak pergi menemui Awan beberapa bulan yang lalu.
"Kalau Kebahagiaan ini adalah semu dan kenyataannya adalah sebaliknya, maka aku ingin mengetahuinya. Tolong Mbak, Katakan pada kami apa yang terjadi saat itu." Kata Ratu.
"Tak pernah ku lihat Bapak seperti itu sebelumnya, seperti ada sesuatu yang bahkan lebih besar dari masalah Marie dulu." Tari menambah perkataan Ratu.
Tari mengatakan hal yang jujur. Ia tak menyangka Awan dapat dengan mudahnya tertidur pulas malam ini, seolah Awan yang menginginkan tertidur. Sebelumnya tidak begitu, Awan tidak akan tertidur sampai Dia telah bosan bergelut dengan hitung-hitungan anggaran rumah untuk beberapa tahun kedepan.
Mbak Timan mengatakan sekali lagi bahwa Dia tidak ingin ketenangan ini hilang akibat apa yang akan dibicarakan setelah ini. Kedua Wanita itu mengiyakan dan mengatakan bahwa mereka akan bersikap seperti tidak tahu apa-apa. Kemudian Mbak Timan mengatakan semua yang dia dengar. Semua tantang pembicaraan antara Awan dan Vigor.
Mulai dari sekarang mereka tahu kebenarannya. Ratu dan Tari tetap bersikap seperti biasa saat di depan Awan. Mereka bertiga sepakat bahwa Awan pasti punya alasan tersendiri sampai dia menyembunyikannya dari mereka bertiga.
Namun. Ketiga wanita itu tidak tahu satu hal. Bahwasanya saat malam itu, mereka tidak bertiga, melainkan berempat. Santi diam-diam mengikuti Ratu dan Mbak Timan yang sedang beranjak ke atas. Lalu Santi bersembunyi dibalik bayang-bayang daun pintu dan mendengarkan dengan jelas apa yang dibicarakan oleh mereka bertiga, itu termasuk kesepakatan mereka bertiga untuk tetap diam dan ikut dengan permainan Awan.
Satu bulan berlalu setelah hal itu, Awan yang tidak tahu apa-apa masih merasa bahagia seperti biasanya. Namun, tidak dengan Santi. Wanita itu mulai berpikir kenyataan bahwa hanya dirinya yang tidak diajak untuk berkumpul malam itu mulai menggerogoti rasa cintanya pada para istri Awan yang lain. Bukan tanpa alasan dia berpikir bahwa dia sedang dikucilkan dan tidak dianggap, Sebenarnya selama satu bulan ini Santi menunggu salah satu dari mereka untuk memberitahu dia tentang masalah ini. Tapi tidak ada satu pun dari mereka yang melakukan hal tersebut.
Santi merasa dirinya ditinggalkan oleh teman-temannya. Santi merasa dirinya dianggap seorang anak kecil yang bau kencur. (1) Santi merasa dirinya tidak dianggap. Salah satu hal yang paling menyeramkan bukanlah dibenci tapi saat kamu tidak dianggap keberadaanmu. Meski begitu, Santi tetap berlagak seperti tidak ada apa-apa. Mereka bertiga yang menganggap Santi tidak tahu apa-apa, tetap bersikap seperti biasa. Sebaliknya, Santi yang dengan sabar masih menunggu mereka untuk segera menjelaskan secara langsung, bergeming untuk meminta penjelasan dari mereka.
Awan bagai singa yang kehilangan taringnya seusai "putus koneksi" dengan Sunandar. Awan tidak bisa melihat lagi masalah yang ada pada para ternaknya, karena pikirannya telah disibukkan oleh satu hal. Hal itu adalah penantian kehancuran Sunandar.
Anak kecil Bau Kencur: suatu istilah untuk seorang anak yang belum dewasa, baik secara umur maupun secara pemikiran.