webnovel

Marie Berkata: Apa Kata Mereka

Catatan Penulis:

Terima kasih Penulis ucapkan kepada para pembaca yang telah menunggu dan membaca karya ini! Penulis sangat mengapresiasi kalian Semua.

Karena keterbatasan penulis, sampai saat ini penulis hanya bisa bertahan dengan 1 Ch. per-minggu, yang akan tetap diusahakan terbit tiap hari minggu jam 00.00 (UTC+07.00). Ketuk DM Author untuk usulan atau hanya saling mengenal. (☆ω☆*)

Ini adalah babak khusus yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan lanjutan karya ini. Sebenarnya akhir dari MS2MD ini adalah pada chapter keluaran terakhir sebelum ini. Tapi, Karena penulis ingin menjadikan lebih panjang lagi (untuk bisa disebut Novel/sejenisnya) dan masih banyak sektor yang belum terjamah oleh 'ketikan maya', maka akan dilanjutkan ke volume 2. Untuk lebih jelasnya, maksud Penulis akan dijelaskan oleh ketiga pemeran utama, semoga lebih mudah dipahami. Thx.

Sedikit info tambahan tentang chapter yang termasuk 'special event', tidak ada hubungannya dengan lanjutan Novel. Um, itu semua adalah side story bergantung tema tapi dengan penokohan sama dengan Novel ini.

-End of 2020, Cloud Rain.

*Geez, The Fourth Wall is Leaked* (-_-)

-----------------------------------------------------------

Dua orang sejoli tua, Pak Sumi dan Bu Rati sudah berada di panggung! Mereka berjalan beriringan dan bersiap di depan Mikrofon. Bu Rati mulai mengambil nafas dalam.

"Assalamualaikum... Selamat, ee, Pagi? siang? malam? Hai pembaca sekalian!" Kata wanita tua itu...

"Eee, Pak Penulis, Istriku belum setua itu!" Tiba-tiba pak tua itu...

"Pak Author Ganteng, belum tahu rasanya diboikot pemeran utama, ha?" Kata Bu Rati

--"Ehm, maaf, ini sudah diganti." Kata suara dari langit muncul tiba-tiba.

"Ah lupakan soal yang tadi ahaha, jadi ini bukan lanjutan dari 'bakal' Novel tentang Marie, tapi ini adalah sesi bebas." Kata Pak Sumi.

"Sesi bebas adalah satu Chapter/bab yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan Novel ehm, bakal Novel. Sesi ini pula yang menandai setiap pergantian volume untuk karya sastra ini." Kata Bu Rati.

Setelah itu Mereka berdua diam untuk beberapa detik.

Mereka berdua diam untuk beberapa menit.

Bu Rati yang merasa canggung langsung mencoba mengakhiri sesi ini.

"Ya... Jadi begitulah para pembaca, mohon support-nya dan nantikan Volume kedua untuk Novel ini ya!" Kata Bu Rati.

"Eh! sebentar bu." Kata Pak Sumi dengan suara setengah berteriak karena kaget.

Kemudian Pak Sumi mendekatkan wajahnya ke Bu Rati dan berbisik. "Bukannya kita harus menjelaskan pada pembaca jika Author ingin Power Stone mereka?"

"Ah iya juga, bagaimana ya pak?" Kata Bu Rati panik.

"Tapi kita ngomong begini bukannya bisa dibaca oleh para pembaca?" Tanya Pak Sumi.

"Siapa yang peduli, toh yang baca cuman sedikit. Lagian, Aku capek kalo disuruh ngomong bahasa Indonesia baku mulu'." Kata Bu Rati malas.

"Ya kan masih ada Volume 2 loh bu habis ini, sabar ya." Kata Pak Sumi menenangkan Bu Rati.

"Sabar? Selama 12 tahun ini aku sabar loh pak!" Kata Bu Rati mendramatisasi.

Nyatanya mereka menjalani hidup bersama (menikah) selama 4 tahun.

"Ish sok tahu lu Thor! Wong jelas udah lama gitu kami menikah." Kata Bu Rati.

--"Maaf bu memang begitu." Kata Suara dari langit.

"Bu, Plis jangan mulai lagi." Kata Pak Sumi mencoba menenangkan Bu Rati.

"Padahal kita udah berusaha, ya aku tahu kalo aku mandul, tapi aku juga pengen punya anak, pak kaya' teman-temanku yang lain." Kata Bu Rati memelas.

"Apa thor? Aku ga memelas." Kata Bu Rati.

--"sudah ketulis Mbak, coba ngomong lagi." Kata Suara dari langit.

"Padahal kita udah berusaha, ya aku tahu kalo aku mandul, tapi aku juga pengen punya anak, pak kaya' teman-temanku yang lain." Kata Bu Rati.

"Apa kita perlu program bayi tabung atau sejenisnya ya buk?" tanya Pak Sumi.

"Lah buat apa? Marie aja masih perlu operasi..... Tapi... emang bisa ya pak? Tanya Bu Rati.

"Ee, gak tau juga sih bu. Maaf pak Author jadi bisa ga nih?"

--"Ehm." Kata suara langit muncul lagi.

"Lihat tuh authornya ngambeg, ibu sih." Kata Pak Sumi.

"KOK JADI AKU YANG SALAH!?" Kata Bu Rati.

--"Author ga ikut-ikutan kalian ya." Kata suara langit.

"Ah AKU, aku maksudnya bu, tapi daripada itu, sepertinya kita harus membacakan apa yang ada di kertas ini." Kata Pak Sumi.

Pak Sumi mulai membacakan apa yang ada di dalam kertas yang dibawa oleh Pak Sumi dari tadi.

"Kepada Pembaca sekalian, volume kedua akan dimulai dari asumsi kaca tidak terpecah dan Bu Rati masih hidup." Kata Pak Sumi sambil membaca kertas yang dibawanya.

"Ha? apa maksudnya ya pak?" Tanya Bu Rati.

"Gak tahu bu, tapi itu yang ditulis disini." Jawab Bu Rati.

"Emang aneh-aneh aja nih si Author pake acara buat volume 2 segala ish, tor-tor, kalau gabut mah gabut-gabut aja dah jangan ngadi-ngadi pake bikin ginian segala." Kata Bu Rati.

--"Hei, Author bukan seorang pengangguran jadi tidak gabut-gabut amat. Itulah mengapa Novel ini terbit satu chapter per-minggu." Kata Suara langit.

(*alasan ini menjadi alibi yang bagus karena alasannya tidak jadi kurangnya ide dan faktor ke ma la san.)

"Ee Bu, sudah Bu sudah. Lagi pula kalau Pak Penulis tidak menulis lagi Kelanjutan Karya ini, karya ini akan jadi sad-ending, ahaha."

--"Suamimu benar." Suara langit muncul lagi.

"Bapak ini sudah berkomplot ya sama Author B*n*s*t itu, eh? sebentar... B*j*4g*n, eehh d&*c*k, ehhh.... Pak! aku gak bisa ngomong kasar!" Kata Bu Rati.

"Nah iya kan sudah kubilang... nanti ibu jadi keluar dari karakter ibu loh, jangan ya. Ah iya lupa lagi, sebenarnya aku tadi mendapat dua surat dari Penulis. ee sebentar. Dimana ya satunya?" Kata Pak Sumi.

Sepertinya Pak Sumi sedang kesusahan, dia kehilangan satu surat dari Penulis. Dia mencarinya di seluruh saku jas formal dan bajunya, tak ketinggalan juga dengan saku celananya. Tapi tidak ditemukan. Surat yang satunya hilang (Parah sih ini). Sedangkan Bu Rati, dia sibuk dengan Marie, yang dari tadi digendongnya, Marie tampak tertidur pulas.

"Kalau tidak ada ya udah pak. Emang ini Authod yang paling gak jelas seumur hidupku." Kata Bu Rati.

"Ee, emang kita hidup ya bu?" Tanya Pak Sumi.

"Di hati para pembaca yang tercinta kita hidup pak." Kata Bu Rati.

"Aya? Iu?" Kata Marie tiba-tiba bangun.

"Eeehh, a.. a.. .alo ara emaca! (halo para pembaca)" Kata Marie.

"Thor, udah thor, Marie bangun nih... aku mau nete-in dia dulu." Kata Bu Rati.

"Ibuuu, bentarr, itu Marie ingin bilang sesuatu dulu ke pembaca, ee sepertinya." Kata Pak Sumi.

Anak kecil itu- (narasinya belum selesai karena teriakan Bu Rati)

"ANAK KECIL, ANAK KECIL, nama anakku itu Marie thor Marie!" Kata Bu Rati.

--"Ehm karena tindakan Bu Rati yang semakin ofensif, kami akan memutuskan sambungan kabel Bu Rati." Kata suara langit.

Suara langit muncul lagi.

Marie mengambil napas dalam-dalam lalu berucap dengan terbata-bata dan nafas yang tersengal-sengal. "A..ara emaca, aasih eelah eewaca ooveel iini, aasih aanya' aagi aang akan i unggaapkan ii no..eeel iini. ak- uu.....uummm.. WAAAAA!!!" Marie menggigit lidahnya sendiri lalu menagis.

Marie mengucapkan: 'para pembaca terima kasih telah membaca (bakal) novel ini, masih banyak lagi yang akan di ungkapkan di (bakal) novel ini, aku...'

"Cup-cup Marie,, ah para pembaca, sepertinya itu saja yang bisa kami sampaikan dalam sesi spesial ini, pesan dari saya selaku ayahnya Marie, di dunia ini tidak ada benda yang bermanfaat tanpa menimbulkan kerugian. Seperti karya ini, yang baik silakan diambil, yang buruk silakan dibuang. jadi, EH bu!! apa yang ibu-" Suara Pak Sumi terhenti.

"Hoo, kau pikir aku bisa begitu saja kau mute A-U-T-H-O-R, ahaha." Dan berganti suara Bu Rati.

--"Ehm, kami juga memutuskan sambungan ke Pak Sumi." Kata suara langit.

"TIDAK SECEPAT ITU FERGUSO!! Aku masih disini! BU RATI MENUNTUT AGAR BISA MEMPUNYAI ANAAK KANDUUNGG! A-NAK KAN-DUNG... eh Marie, menangis? eeeehhh membuang Marie? tidak sayang, anak itu kelak akan jadi adikmu juga. ibu sayang Marie." Kaa Bu Rati.

"Ba...ba..bapak juga sayang Marie lohhh." Kata Pak Sumi.

"Bapak ini ikut-ikutan aja." Imbuh Bu Rati.

Kemudian Marie tersenyum.

--"Ehm, kami juga memutuskan sambungan ke Marie." Kata suara langit.

duh berantakan udah sesi kali ini. (-_-')

Cloud_Rain_0396creators' thoughts
Next chapter