webnovel

Udangan Makan Malam

"Mau sampai kapan kau akan memasang wajah angkuhmu seperti itu, Kak? Melihatmu kemarin pulang lebih awal, aku tidak yakin kencanmu berjalan lancar. Pasti—"

"Earth mu mengacaukannya," balas Cloud memotong ucapan Sky dengan memotongnya.

"Apa yang kau bicarakan?"

"Kau akan tahu segera, Sky."

Sky menggaruk kepala bagian belakangnya, ia bingung dengan apa yang dimaksud oleh kakaknya.

"Aku hanya ingin memberitahu, sepertinya Earth baik-baik saja tanpamu."

***

"A—aku … tidak sabar ingin bertemu denganmu malam ini," ujar Moon, ia terlihat seperti malu-malu.

"Hmmm, bagaimana kalau kita bertemu saja sekarang?"

"Earth! Kita akhiri saja panggilannya. Aku tidak akan membukakan pintu jika kamu datang sebelum waktu makan malam!" balas Moon kesal.

"Hey! Mengapa marah padaku, Moon? Bukankah kamu yang tidak sabar ingin bertemu denganku?"

"Sudah lah! Bye!"

Bip!

Moon mengakhiri panggilannya dan membuat Earth terkekeh geli karena Moon yang sepertinya kesal padanya. Earth tidak mendapat pesan apa pun lagi dari Moon dan memilih untuk beralih pada media sosialnya, untuk melihat-lihat isi beranda nya yang selalu menarik dan membuatnya enggan untuk melepas ponselnya.

Ada rasa penasaran yang ingin ia cari tahu, namun rasa ragu yang membendungnya lebih besar sehingga ia akhirnya mengurungkan niatnya untuk mencari media sosial milik seseorang.

Earth beranjak dari tempat duduknya dan masuk ke dalam rumahnya. Niatnya ingin menuju ke kamar untuk beristirahat, namun sayang … lagi-lagi ia harus berpapasan dengan ayahnya yang sepertinya tak akan pernah bisa berdamai dengannya.

"Ingin tidur siang?" tanya sang ayah, yang baru saja pulang. "Kalau libur, kenapa tidak membantu ayah?"

"Jika ayah tidak di rumah, aku selalu menggantikan Ayah menjaga toko," balas Earth, memperlihatkan ketidaksukannya pada sang ayah.

"Siapa yang mengajarkanmu untuk berbicara seperti ini pada orang tua?!"

"Aku hanya—"

"Earth!" seru Rang menyela ucapan Earth. "Masuklah ke kamar dan istirahat," pinta Rang, tidak ingin ada pertengkaran di antara suami dan anaknya. "Masuk, Earth!"

Terlalu jengah dengan sikap ayahnya, Earth akhirnya menuruti permintaan ibu nya untuk segera masuk ke dalam kamarnya. Sementara itu, Rang kembali di salahkan oleh suaminya karena terlalu memanjakan anaknya.

"Jika Earth masih seperti dulu, itu semua karena kau!"

"Bukankah kita tahu, Earth sedang melakukan pendekatan dengan seorang gadis," tukas Rang.

"Apa jadinya jika Earth memiliki pasangan yang berasal dari kasta yang berbeda dengan kita? Aku tidak yakin gadis itu akan tahan dengan keluarga kita yang miski!"

"Moon dan keluarganya sangat menghargai—"

"Terserah kau saja! Aku sudah jengah dengan kalian."

Blam!

Pintu kamar utama di rumah itu ditutup dan meninggalkan Rang yang berdiri tepat di depan pintu kamarnya. Ia tak bisa masuk untuk menyusul suaminya karena pintunya dikunci. Itu menandakan kalau suaminya –Ron- sedang marah padanya, karena hal yang masih sama, yakni Rang yang selalu dan terlalu membela Earth di hadapan Ron.

***

"Silakan, Earth," tutur Mimi, yang sudah memasakkan makanan kesukaan Earth, ia sungguh menyiapkan hidangan tersebut dengan sangat istimewa.

"Jarang-jarang Mama masak sebanyak ini," timpal Moon, memuji sang Mama yang selalu saja bersikap baik kepada Earth.

"Lain kali, kalau Papa Moon pulang, kami akan mengundangmu lagi, Earth," ujar Mimi.

"Wah dengan senang hati menerimanya …," balas Earth sumringah.

Mereka bertiga makan malam bersama dengan sangat hangat dan harmonis. Persis seperti keluarga bahagia, yang selama ini diimpikan oleh Earth. Mengapa demikian?

Earth sudah tidak ingat lagi kapan terakhir kali ia makan malam bersama dengan keluarganya lengkap dan harmonis seperti keluarga Moon. Sang ayah yang kerap berada di toko dan jarang sekali di rumah saat makan malam. Begitupun dengan ibunya yang juga sering membantu sang suami yang berjualan di toko sembako milik mereka. Sehari-hari Earth kerap makan malam seorang diri. Mereka hanya bisa bersama dan menikmati makan bersama di pagi hari saja, itu pun tanpa Ron yang sudah pergi saat matahari berlum terbit.

Kebersamaan Earth bersama dengan Moon dan mama nya, masih sangat melekat dalam benaknya, hingga makan malam mereka selesai. Usai ia membantu Moon merapikan meja makan, keduanya memilih untuk duduk di balkon rumah Moon.

"Ada yang sedang kamu pikirkan?" tanya Moon, menangkap raut Earth yang tidak enak dipandang sejak selesai makan malam.

"Tidak. Aku hanya merindukan momen hangat seperti tadi," jawab nya, tidak berbohong namun sedikit menyangkalnya.

"Aku akan selalu ada untukmu. Kamu bisa menikmati makan malam yang hangat dan harmonis seperti tadi di sini, di rumahku, Earth," tutur Moon, ia meraih tangan Earth dan menggenggamnya dengan sangat erat.

"Terima kasih, Moon. Selama ini kamu sudah selalu ada untukku."

Moon tersenyum, menyandarkan kepalanya pada bahu Earth. Keduanya terlihat sangat akrab dan malam ini lebih jauh dari kata akrab, bak pasangan yang tengah menatap bintang di kegelapan malam.

"Moon, apa kamu tidak kasihan pada waktu?"

Moon menengadah, melihat Earth yang sedang menatap bintang.

"Mengapa?"

Earth menoleh pada Moon dan menaikkan kepala gadis itu, kemudian menatapnya lekat-lekat.

"Sudah tiga tahun hubungan kita tidak melangkah dari garis pertemanan. Sampai kapan kau akan membuang waktu untuk mengulur perasaanku?"

Moon membesarkan matanya, menarik tipis bibirnya dengan saliva yang ia telan berulang kali. Moon menggigit bibir bawahnya, menyadari kalau dirinya sudah selama ini menggantung perasaan Earth.

Moon memalingkan pandangannya, ia merasa sungkan dengan pertanyan Earth yang sudah tak terhitung berapa kali ia menyatakan perasaannya pada Moon. Moon diam bukan berarti ia tidak mempedulikan perasaan Earth. Ia terus menolaknya juga bukan berarti tak mencintai Earth. Hanya saja keraguan dalam hatinya untuk menjalin kasih dengan Earth masih mengusiknya.

Meski saat ini Moon sudah bisa menerima hal tersebut dan ada keinginan untuk menjadi kekasih Earth, namun nyatanya saat Earth menagih balasan akan perasaannya, Moon masih bersikap seperti biasa. Seolah acuh dan ingin menolak lagi perasaan Earth.

"Earth … kamu tahu, bukan? Aku seperti ini bukan karena tak mencintaimu."

"Aku tahu, kau sangat mencintaiku. Tapi … apa tidak ada sedikit kasihan padaku, pada hatiku, pada waktu, yang terus kau buat menunggu selama tiga tahun, Moon," tutur Earth, sudah lelah menunggu jawaban dari Moon untuk balasan cintanya.

Moon kembali menggigit bibirnya. Ia semakin tidak enak dan kasihan pada Earth. Ia menatap sendu pada Earth, namun Earth malah berpaling, sepertinya Earth sudah tahu jawaban dari Moon yang nantinya akan membuat ia kecewa. Tangannya melepas genggaman dari Moon, ia berniat untuk pulang.

"Sudah malam, Moon. Sebaiknya aku pulang—"

"Tunggu!" ucap Moon menahan Earth dengan menarik lengan tangan pria tampan itu.

Moon menelan salivanya, seperti tengah meyakinkan sesuatu. Dengan seketika ia menarik tengkuk Earth dan ….

Cup!

Next chapter