Daniel menyipitkan matanya saat melihat Michael duduk di sofa rumahnya. Rumahnya. Tidak mempercayai apa yang dilihatnya, pria itu melepas kacamatanya lalu mengelapnya di bajunya. Daniel memakai kacamatanya lagi lalu masih melihat Michael yang sedang duduk di sofa rumahnya.
"Ngapain kamu disini?" Tanya Daniel dengan nada dingin.
Melihat Daniel berada satu ruangan dengannya membuat Michael berdiri lalu menundukkan kepalanya, "Selamat malam."
Agnes datang dan membawa nampan berisi teh hangat. Wanita itu memelototi suaminya dan berkata, "Memangnya dia nggak boleh datang kesini?" Agnes menaruh teh diatas meja, "Michael, jangan hiraukan dia ya. Kamu cepatlah naik ke kamar Gabby."
"Terima kasih tante." Michael minum tehnya sedikit lalu bergegas menaiki tangga.
"Hey! Michael tunggu sebentar!" Teriak Daniel dari bawah.
"Oh diamlah!" Agnes menaruh tangannya di pinggangnya, "Gabby dan Michael sudah besar!"
Sesampainya Michael di lantai dua, dia melihat satu-satunya pintu yang tertutup. Laki-laki itu memberanikan dirinya dan mendorong pelan pintu itu. Saat pintunya terbuka sedikit Michael dapat melihat Gabby di meja belajarnya.
"Ok, jadi nanti kalau ketemu soal seperti ini..." Gumam perempuan itu.
Michael melihat Nara yang sedang duduk di sebelahnya terlihat bosan. Beberapa kali sekali anjing itu menutup matanya lalu terbuka saat mendengar suara Gabby.
Michael mendorong pintu kamar Gabby lebih lebar lalu masuk ke dalam. Tidak lama kemudian Gabby menoleh dan melihat wajah Michael. Dia membenarkan rambutnya dan bertanya.
"Michael? Ngapain kamu kesini?"
"Aku bosan di rumah." Michael berjalan ke sebelah meja belajar Gabby.
Michael menaruh tangan kanannya di atas meja Gabby, melihat bukunya, "Cie yang lagi serius belajar."
Nara yang sedari tadi terlihat bosan langsung menggonggong dengan keras saat melihat Michael. Anjing itu menaiki kaki Michael dan mengeluarkan lidahnya. Laki-laki itu mengangkat kakinya berusaha menjauhkan Nara darinya.
Gabby tersenyum saat melihat Michael ketakutan lalu menepuk-nepuk kakinya. Dengan semangat Nara mendekatinya dan menaruh hidungnya di kakinya.
"Iya, besok kan ulangan. Aku mau makan cokelat," Gabby mengelus-elus kepala Nara, "Dan dia aku suruh menemaniku."
"Aku akan menemanimu." Jawab Michael, laki-laki itu duduk di atas tempat tidur Gabby.
Gabby diam sejenak lalu menganggukan kepalanya, "Baiklah!" Perempuan itu melihat Nara, "Tugasmu sudah selesai, turun lah."
Tanpa ba-bi-bu Nara langsung berlari ke arah pintu meninggalkan mereka sendirian. Michael melihat Gabby lalu memajukan dagunya, "Belajar sana, aku duduk disini."
"Tapi biasanya kalau aku belajar aku jadi berisik." Gabby kembali melihat bukunya.
Michael mengerutkan keningnya, "Bukannya kamu memang selalu berisik?"
Gabby mengambil penghapusnya dan melempar ke arah Michael tanpa melihatnya, "Pintu ada di sebelah sana, cepat keluar."
"Hahaha," Michael menaruh penghapus Gabby diatas meja belajarnya, "Baiklah, belajar yang serius."
Gabby menelan ludahnya, "Fungsi logaritma yang kedua adalah a log b per c..."
Michael melihat Gabby dari belakang, perempuan itu terlihat serius. Punggungnya sedikit membungkuk dan kaki kanannya di naikkan ke atas kursi. Lama kelamaan suara Gabby terdengar semakin pelan.
Tidak lama kemudian Gabby hampir ketiduran diatas meja. Michael berjalan mendekat dan mengambil buku pelajaran Gabby. Laki-laki itu menutup bukunya dan menjauhkan dari wajah Gabby.
"Hey, kamu bisa tidur sekarang. Kamu sudah belajar cukup lama." Michael berbisik, tangannya mengelus rambut Gabby.
"Aku nggak boleh tidur!" Gabby mengangkat wajahnya dan kembali membuka bukunya, "Dua log empat ditambah tiga log delapan satu adalah..."
Gabby mengedipkan matanya beberapa kali lalu membuka buku latihannya, "Kalau dapet soal seperti itu kita harus..." Perempuan itu kembali ketiduran di atas mejanya.
Michael tersenyum kecil lalu kembali mengambil buku pelajaran Gabby. Tapi saat dia ingin menutup bukunya, tangan Gabby mencegahnya, "Jangan! Besok aku ada ulangan."
Michael menggelengkan kepalanya lalu melepas pegangan tangan Gabby, "Aku bantu kerjain ya."
Michael menghela nafasnya saat tidak menerima jawaban dari Gabby. Laki-laki itu menutup bukunya dan bersiap-siap untuk mengangkat tubuh Gabby. Saat Michael menaruh tangannya di bahu Gabby, dia mendengar pintu terbuka.
"Hey! Biarkan dia, aku yang akan menolongnya." Bisik ayah Gabby.
Michael menoleh dan melihat ayah Gabby yang sedang berjalan ke arahnya. Laki-laki itu melepas pegangan tangannya lalu menundukkan kepalanya, "Ah, iya. Kalau begitu saya pulang dulu."
Tanpa menunggu balasan, Michael bergegas keluar dari kamar Gabby.
--
Besoknya ulangan Gabby mendapatkan hasil yang memuaskan, 85.
Setelah Gabby keluar dari ruang guru, perempuan itu bergegas menuju kelasnya. Dia sedikit berlari ke arah mejanya, membuka kursinya, duduk, lalu menghadap Michael.
"Michael! Lihat nih aku dapet cokelat." Seru Gabby, cokelatnya di lambai-lambaikan di depan wajah Michael.
Michael tersenyum lalu menganggukan kepalanya, dia mengambil cokelat dari kolong mejanya, "Aku juga dapat cokelat..."
"Huh!" Gabby menaruh cokelatnya di atas meja lalu melipat tangannya, "Apa kamu nggak bisa ikut bahagia denganku?"
"Iya iya maafkan aku." Michael tertawa kecil.
--
Tidak terasa sekarang sudah bulan Desember. Mereka masih terlihat sama, tidak ada yang berubah. Hanya saja sekarang Michael dan Gabby menjadi semakin dekat. Di sekolah Gabby memiliki teman yang banyak sedangkan Michael hanya memiliki Gabby.
Sekitar satu bulan yang lalu Elizabeth memberanikan dirinya untuk menembak Michael. Tapi laki-laki itu menolaknya dengan mentah-mentah. Karena merasa malu perempuan itu berlari keluar sambil menangis. Besoknya dia keluar sekolah.
Mengetahui adiknya keluar membuat Felix geram. Sehari sebelum libur akhir semester Felix menarik tangan Michael dan mengajaknya ke koridor sekolah. Sesampainya disana Felix mencengkeram kerah seragam Michael sambil memberinya ancaman
"Apa yang sedang kamu lakukan?!" Teriak Gabby dari kejauhan.
Setelah mendengar teriakan dari Gabby, Felix melepas cengkraman di kerah Michael. Felix membalik badannya dan memaksakan dirinya untuk tersenyum.
"Aku nggak ngapa-ngapain. Aku hanya mengucapkan selamat tinggal, ini hari terakhir aku bertemu dengannya." Felix memasukkan tangannya di saku celananya.
"Oh ya?" Gabby berjalan mendekat, tangannya dilipat di depan dadanya.
"Tentu saja!" Felix menoleh ke Michael, matanya memelototi laki-laki itu, "Lakukan sesuatu atau aku akan menghabisimu!" Ancam Felix.
Michael menganggukan kepalanya dengan cepat, "Iya, tadi dia hanya berpamitan."
"Hm." Gabby menyipitkan matanya, merasa ada yang janggal, "Baiklah, sudah selesai pamitannya?"
Felix menganggukan kepalanya, "Ya. Ini aku mau pergi." Tidak menunggu jawaban dari mereka, laki-laki itu jalan menjauh.
"Dia nggak ganggu kamu kan?" Tanya Gabby saat merasa Felix sudah menjauh dari mereka. Perempuan itu berdiri di depan Michael.
Wajah Michael yang tadi terlihat dingin dan kaku akhirnya menunjukkan senyuman hangat, "Nggak. Tenang saja."
Setelah selesai mengatakan itu, bel pulang berbunyi. Karena ini hari terakhir mereka di sekolah, mereka tidak mendapatkan pelajaran. Karena hal itu banyak yang memilih untuk tidak masuk sekolah.
"Ayo pulang." Michael mengambil tangan Gabby lalu menggenggamnya.
"Hm." Gabby menggenggam tangan Michael dengan erat.
Karena udara hari ini dingin, Michael dan Gabby mengenakan jaket tebal. Dan hari ini Michael tidak membawa mobilnya, jadi mereka pulang sekolah berjalan kaki. Sambil berpegangan tangan, laki-laki itu mengenakan sarung tangan pemberian Gabby.
Saat mereka berjalan di trotoar tidak jauh dari sekolahnya, Gabby merasakan ada yang basah di tangannya. Dia mengangkat tangannya yang tidak di pegang Michael.
"Kenapa harus hujan sekarang?" Gerutu Gabby.
Gabby menengadahkan wajahnya dan melihat langit yang berwarna abu-abu. Tetesan hujan menjatuhi wajah perempuan itu. Tidak lama kemudian Michael ikut menengadahkan wajahnya.
Michael menoleh lalu mengelap wajah Gabby yang basah dengan sarung tangannya. Wajah perempuan itu memerah, entah karena udara dingin atau menahan malu.
Meskipun hujan semakin lebat, kedua remaja itu tetap melanjutkan jalan dengan santai. Tiba-tiba Michael teringat sesuatu yang membuatnya menjadi diam. Laki-laki itu mendengarkan cerita Gabby dengan diam, hanya membalas seperlunya.
"Michael, ini kan libur akhir tahun. Kamu ada rencana liburan apa?" Tanya Gabby sambil mengayunkan pegangan tangan mereka.
Pertanyaan Gabby membuat Michael menundukkan kepalanya. Tapi dia tetap menggenggam erat tangan Gabby yang hangat. Michael takut jika dia melepas tangan Gabby dia akan kehilangan keseimbangan.
"Ayah dan Ibuku nggak bisa ke Indonesia, mereka sangat sibuk," Michael mengelus-elus tangan Gabby, "Jadi mereka memintaku untuk ke Amerika."
"Amerika?!" Gabby menghentikan langkahnya, "Kapan?"
"Pesawatku tiga hari lagi." Jawab Michael tidak berani melihat wajah Gabby.
Mendengar hal itu membuat hati Gabby terasa hampa. Rasanya tidak nyaman, perempuan itu melepas pegangan tangan Michael. Dia membenarkan rambutnya yang basah.
"Kapan kamu akan kembali kesini?" Gabby melanjutkan jalannya, meninggalkan Michael di belakangnya.
Michael bergegas mengejarnya dan mengambil tangan Gabby, "Kamu jangan marah, aku.."
"Siapa bilang kalau aku marah?!" Gabby melepas paksa tangan Michael, "Kenapa kamu nggak memberitahuku lebih dulu?" Lirih perempuan itu.
Gabby menggelengkan kepalanya lalu melihat wajah Michael, "Oh iya aku kan bukan siapa-siapa mu. Pergi saja, itu bukan urusanku."