webnovel

Jangan Marah

"Aku tidak boleh lemah. Aku akan tetap pada tujuan utamaku. Jangan harap aku mau meminum pil sialan itu!" Viona mengusap airmatanya dengan kasar. Dia segera beranjak dari ranjang dan berjalan menunju kamar mandi.

Perlahan air shower membasahi seluruh tubuhnya. Air dingin itu membuatnya terasa kedinginan, sedingin Edward yang telah membuatnya takut kehilangan dan haus kasih sayang. Viona menghilangkan rasa takutnya dengan membayangkan percintaan panas dengan Edward semalam, sentuhan-sentuhan lembut itu, jarang sekali dia dapat namun semalam Edward memberikannya seakan seperti dengan penuh perasaan.

'Aku yakin, suatu saat kamu akan mencintaiku, Edward. Mungkin bibirmu berkata tidak, tetapi tubuhmu tidak sanggup menolakku,' batin Viona dengan percaya diri. Ah, kasihan sekali wanita cantik itu. Mana dia tahu kalau suaminya hanya menjadikannya sebagai pelampiasan.

***

Kali ini Ethan sarapan sendiri, Luna masih di kamar dan enggan menemaninya sarapan. Wanita hamil itu masih marah karena suaminya tidak peka pada keinginannya untuk bercinta. Ah, salahnya sendiri gengsi. Coba kalau minta secara langsung,

mungkin Ethan akan melayaninya dengan senang hati.

Selama makan, Ethan tak henti-hentinya berpikir kenapa Luna marah padanya.

'Kenapa? seingatku kami hanya nonton film bersama semalam, lalu apa yang membuatnya marah?' batinnya sembari memakan sandwich.

Ethan ber-inisiatif membawakan sarapan dan susu untuk Luna. Dia menyiapkan roti dengan selai kacang dicampur coklat favorit Luna, dan tak lupa pula dia membuatkan susu khusus ibu hamil yang sudah menjadi rutinitasnya setiap hari. Setelah semua siap, dia segera membawa sarapan dan susu itu ke kamar.

Setibanya di kamar, Ethan melihat Luna masih bermalas-malasan di ranjang sembari memainkan ponselnya. Dia segera mendekati istrinya itu dan memberikan roti kesukaannya.

"Sarapan dulu, Sayang."

Luna melirik Ethan dengan malas, tapi dia tidak bisa menolak apa yang diberikan suaminya itu. Perutnya semakin minta di isi ketika melihat roti dengan selai coklat kacang. Kali ini Luna tak dapat menutupi gengsinya, dia segera mengambil roti itu dan memakannya.

Ethan mendudukkan dirinya di tepi ranjang tepat di samping Luna. Dia memperhatikan istrinya yang sedang makan roti.

"Sebenarnya apa yang membuat kamu marah?" tanya Ethan.

Luna bergeming, lalu kembali memakan rotinya. "Tidak apa-apa. Aku hanya sedang bad mood saja," jawabnya.

Ethan menghela napas gusar, lalu menyandarkan kepalanya ke pundak Luna.

"Jangan marah ... atau jika aku kurang membuatmu bahagia, katakan saja. Sarapan pagi ini tidak enak tanpa kamu temani, kamu diam tanpa sebab membuatku jadi bingung." Ethan mengeluarkan ajian keluhannya. Ya, nyatanya dia memang tidak nyaman jika istrinya itu marah.

Luna melirik Ethan, dia nampak mulai iba padanya. "Sudah jangan dipikirkan. Aku tidak marah," ucapnya.

"Lalu kenapa semalam tiba-tiba bersikap dingin? Aku tidak akan fokus bekerja jika masih terus penasaran." Ethan bersikeras memaksa Luna mengakui alasannya marah.

Luna terdiam sembari mengigit bibir bagian bawahnya sendiri. Tampaknya dia malu mengakui apa sebabnya dia bad mood semalam.

Ethan melirik Luna yang tetap diam dan tidak melanjutkan makan roti. Dia segera mengambil roti itu dan menyuapkannya. "Yasudah jika tidak mau mengatakannya."

"Semalam aku hanya ingin bercinta," ucap Luna sebelum menerima suapan roti dari Ethan.

"Hahaha ... astaga ... kenapa tidak bilang?" Ethan tidak bisa menyembunyikan tawanya. Dia semakin gemas pada Luna yang saat ini meliriknya dengan wajah yang merona.

"Aku malu." Luna melirik Ethan sembari memakan roti. Ah, dia tampak kehilangan kepercayaan diri. Rasa gengsi yang semalaman dia kukuhkan, ambyar begitu saja.

"Sama suami sendiri tidak perlu malu, Sayang." seru Erhan mengusap lembut rambut Luna.

Luna yang merona menyembunyikan wajahnya ke dada Ethan, sekarang gantian dia yang bersandar.

"Kalau begitu hari ini jangan ke kantor!" seru Luna dengan manja.

Ethan memutar bola matanya. Lagi-lagi istrinya itu meminta hal yang tidak mungkin. Apalagi hari ini dia harus menghadiri rapat penting. Jika di ajak, pasti baru sebentar sudah minta di antar pulang.

Ethan bingung, menggaruk lehernya yang tidak gatal.

"Hari ini aku ada rapat, tidak mungkin bolos," ucap Ethan dengan sendu, berharap Luna mengizinkannya pergi.

Luna menghela napas, lalu beranjak dari dada Ethan. "Yasudah. Tapi nanti siang makan di rumah, karena aku ingin memasak makanan spesial untukmu," ucapnya.

Ethan tersenyum lega lalu mencium pipi Luna yang semakin chubby. "Aku pasti pulang, aku tidak betah jika seharian tidak melihat pipimu yang chubby ini."

"Apa wajahku terlihat gemuk?" tanya Luna dengan menaikkan alisnya.

"Tidak terlalu. Justru kamu terlihat semakin cantik semenjak hamil," jawab Ethan.

"Hehe ... anak ini membawa hoki mungkin, untuk wajahku." Luna terkekeh.

"Hemm. setiap anak membawa hoki masing-masing." Ethan mengambil segelas susu dari nampan, lalu memberikan pada Luna. "Minum dulu biar anak kita sehat," serunya.

"Kapan libur minum susu? Aku bosan." Luna mengambil segelas susu itu lalu meminumnya sedikit demi sedikit.

"Kalau mereka sudah lahir." Ethan mencium perut Luna yang makin buncit, karena usia kandungannya sudah hampir enam bulan.

Luna mengangguk dan mengakhiri aktifitas meminum susunya. "Aku tidak sanggup menghabiskannya. Rasanya enek dan mual," ucapnya.

"Biar aku yang minum." Ethan mengambil susu yang tinggal setengah gelas lalu meminumnya hingga habis. Sedangkan Luna, memperhatikan Ethan yang tampak rapi dan gagah, tapi minum susu ibu hamil, itu membuat Luna tidak tahan ingin tertawa.

"Kenapa?" tanya Ethan sembari menatap Luna yang sedang menahan tawa.

"Tidak apa-apa," jawab Luna dengan mengulum senyum di bibirnya. "Kamu terlihat semakin tampan," lanjutnya.

"Karena aku calon sugar daddy," balas Ethan dengan senyum merona.

"Gemes deh," Luna mencium pipi Ethan.

Ethan segera membalas dengan mencium bibir Luna. Mereka berdua menikmati french kiss, setelah semalam hanya tidur saling memunggungi.

"Yasudah, aku berangkat dulu," pamit Ethan segera beranjak dari ranjang. "Jangan hanya di kamar. Setidaknya keluar rumah, senam, atau melakukan kegiatan biar sehat." lanjutnya.

"Iya, Sayang. Nanti siang pulang jangan lupa untuk pulang." Luna berpesan sembari menyalami Ethan.

"Siap, Mommy." Ethan memberi hormat.

Luna merona ketika panggilan "Mommy" itu dilontarkan. "Sudah sana berangkat," serunya.

"Cium dulu," minta Ethan dengan memajukan wajahnya.

"Kan tadi sudah ciuman."

"aku ingin lagi!"

"Emmuah ...." Luna mencium bibir Ethan hingga menekan.

"Makasih, Sayang." Ethan tersenyum puas, kemudian mencium perut Luna sambil berkata, "Papa kerja dulu, jagain mama ... jangan riwel di dalam sana,"

Luna hanya bergeming menatapi Ethan dengan senyum yang tak pernah hilang dari wajahnya. Dia sudah tidak marah lagi, bahkan malah semakin sayang pada Ethan.

Next chapter