webnovel

PERTEMUAN TIDAK TERDUGA

Hailee benar- benar ingin memukul Ian karena jokes- nya yang tidak lucu, tapi pada akhirnya dia menyerah dan mendesah dengan frustasi. "Oke, oke… aku tidak sedang dalam posisi bisa memilih."

Ian tertawa terbahak- bahak saat dia mendengar gerutuan Hailee, "Setidaknya dengan begitu, kau akan terus mengingatku." Ian mengusap puncak kepala Hailee perlahan sebelum dia kembali duduk dan melanjutkan makannya.

Ada cerita dibalik nama 'Wolfe' ini dan cerita itu hanya Ian dan Hailee yang tahu, maka dari itu mereka sering meledek dengan menggunakan kata ini.

"Besok kau harus berangkat pagi- pagi sekali dari sini untuk mengejar bis jam tujuh agar kau bisa sampai di kota A sebelum jadwal penerbanganmu ke luar dari negeri ini," Ian menjelaskan schedule yang Hailee miliki untuk besok.

Sebelumnya, selama dua hari terakhir ini, walaupun Hailee tahu dirinya harus meninggalkan Negara bagian utara ini, tapi dia tidak terlalu memikirkannya.

Baru setelah dia mendapatkan segala dokumen yang dirinya butuhkan dan bahwa dia akan benar- benar pergi dari tanah kelahirannya, dari kota dimana dirinya tumbuh besar, Hailee merasa sedikit sentimental.

Entah kapan dirinya bisa kembali dan terlebih lagi, dia tidak akan bisa mengunjungi makam ke dua orang tuanya selama pelariannya ini.

Setetes air mata jatuh ke dalam piringnya saat dia menangis diam- diam. Namun, Ian melihat hal itu dan langsung meletakkan sendok dan garpu di tangannya, berjalan memutari meja untuk duduk di sebelah Hailee.

Ian kemudian menarik tubuh Hailee ke dalam pelukannya dan mengusap punggungnya dengan lembut tanpa berkata apa- apa, karena memang tidak ada kata- kata yang akan sanggup untuk meringankan kesedihan Hailee saat ini.

Biarkanlah dia menangis untuk sekarang, karena hanya itu yang bisa sedikit membantunya melepaskan ikatan erat di dalam dadanya akan kesedihan, kemarahan, kebencian dan perasaan tidak adil yang Hailee rasakan saat ini.

Tapi, setelah itu, Hailee akan menata kembali hidupnya dan tidak akan membiarkan hal ini menjadikannya terpuruk.

Entah kapan, atau bahkan di butuhkan puluhan tahun bagi Hailee, tapi dia bertekad suatu saat akan kembali dan membalas apa yang telah Aileen lakukan padanya, mengambil alih seluruh harta peninggalan kedua orang tuanya yang memang merupakan haknya.

Hailee bertekad untuk melakukan itu semua, dan maka dari itu, dia harus menyelamatkan dirinya terlebih dahulu saat ini.

***

Pagi ini, udara begitu dingin saat Hailee keluar dari rumah Ian, membungkus tubuhnya dengan jaket milik pria itu sambil menggendong tas ransel yang berisi beberapa potong pakaian dan benda- benda yang nantinya akan Hailee butuhkan. Tidak lupa dengan dokumen- dokumen berharganya.

Ian sebenarnya ingin membelikan jaket baru untuk Hailee, tapi gadis itu menolak dan justru meminta uangnya saja. Well, Hailee lebih butuh uang daripada sebuah jaket, lagipula dengan mengenakan jaket milik Ian, Hailee jadi sedikit merasa tidak kesepian.

Pada akhirnya, Ian memberikan sejumlah uang pada Hailee yang memang akan dirinya berikan tanpa gadis itu minta.

Tapi, Hailee mengembalikan separuh dari uang yang Ian masukkan ke dalam amplop.

"Kau butuh ini untuk biaya berobat adikmu," Hailee memaksa Ian untuk menerima kembali uangnya. Walaupun pada awalnya Ian menolak, tapi dengan disebutkan nama adiknya dia luluh dan mengambil kembali uang tersebut.

Adiknya yang sakit- sakitan dan tengah dirawat di rumah sakit butuh biaya yang tidak sedikit.

Tapi, dapat menolong Hailee pun merupakan sesuatu yang Ian anggap sebagai keharusan. Hanya Hailee lah yang selama ini Ian anggap sebagai keluarga, seseorang yang tidak akan pernah Ian lupakan kebaikannya.

Karena hanya Hailee yang bersedia membantunya ketika dia benar- benar dalam keadaan terpuruk, berada dalam titik terendah hidupnya dan putus asa, tidak tahu apa yang harus dia lakukan lagi.

Namun, Hailee datang dengan mengulurkan tangannya dan membantu Ian bangkit. Sejak saat itu, Ian bersumpah tidak akan melupakan apa yang Hailee telah lakukan padanya dan adiknya.

Maka dari itu, Ian cukup tersanjung ketika Hailee datang mencarinya ketika dia tengah berada dalam masalah besar, walaupun hanya ini yang bisa Ian lakukan.

"Baiklah, sepertinya ini perpisahan," Hailee berbalik dan matanya telah menjadi merah karena air mata yang dirinya coba tahan.

"Apa kau tidak ingin aku antar sampai terminal?" tanya Ian sambil memeluk erat tubuh Hailee yang mungil.

Ian bersedia mengantarkan Hailee sampai ke terminal bis ataupun airport, tapi Hailee bersikeras dia akan berangkat sendiri.

"Tidak perlu," Hailee balas memeluk tubuh Ian yang besar. "Kau akan menjadi orang pertama yang akan aku hubungi saat aku sudah menetap."

Jalanan masih begitu lengang saat kedua sahabat itu saling berpelukan dan mengucapkan kata- kata perpisahan sementara sebuah taksi menunggu untuk mengantarkan Hailee ke tujuannya.

"Pastikan kau menghubungiku," Ian memberikan pelukan erat pada Hailee sebelum dia melepaskannya dan membukakan pintu penumpang untuknya.

Hailee mengusap air matanya yang masih mengalir turun dengan kasar dan melambaikan tangan pada Ian dari balik jendela yang terbuka.

"Sampaikan salamku pada Ciara," Hailee tersenyum walaupun air mata kembali menetes dari kedua matanya.

Ian mengangguk, dia mengusap kepala Hailee dan mengacak- acak rambutnya, "Jaga dirimu baik- baik."

Dan setelah beberapa kata dan senyuman, taksi tersebut membawa Hailee menjauh, meninggalkan kota yang banyak menyimpan kenangan bagi Hailee selama hidupnya.

***

Hailee sampai di terminal tepat waktu dan melanjutkan perjalanan dari kota R ke kota A dengan menggunakan bis yang memakan waktu sekitar empat jam.

Selama perjalanan itu, tidak sekalipun Hailee dapat memejamkan matanya, pikirannya berkelana membayangkan apa yang akan dia lakukan di Negeri bagian selatan, dirinya tidak memiliki saudara ataupun kenalan.

Tapi, inti dari pelariannya ini adalah agar dirinya tidak ditemukan, jadi tidak akan ada gunanya juga kalau dia mengenal seseorang di sana.

Karena pada akhirnya, Hailee tidak akan pernah bisa menemui mereka.

Dirinya tidak pernah merasa begitu kesepian seperti saat ini.

Setelah empat jam perjalanan, Hailee akhirnya sampai ke kota A dan dari sana, dirinya hanya butuh naik taksi sekitar sepuluh menit dan setelah itu dia akan mengambil penerbangan pertama untuk ke Negara bagian selatan.

Entah berapa tahun lagi dia dapat kembali ke sini, Hailee pun tidak tahu berita terakhir mengenai Roland Dimatrio, yang dia yakini, akan menjadi headline berita sepanjang dua hari terakhir.

Hailee sengaja tidak melihat televisi ataupun membaca berita, karena itu hanya akan membuatnya semakin ketakutan.

Namun, hal yang jauh lebih menakutkan muncul di hadapannya, sebelum Hailee dapat menyeberangi jalan dan memanggil taksi, dia melihat sosok Alex, bodyguard dari Roland Dimatrio, di kejauhan.

Next chapter