webnovel

DIBALIK MASA LALU

Dengan nafas yang tersengal-sengal karena mengikuti Aldera, akhirnya Van bisa bernafas lega ketika melihat laki-laki itu yang ternyata berhenti berlari di sebuah gudang Sekolah.

Perlahan Van menghampiri Aldera yang kini tengah berteriak sembari memukul-mukul barang yang ada didekatnya sehingga membuatnya terkena barang yang dilemparkan secara asal oleh Aldera.

Aldera yang tersadar akan kehadiran orang lain disana pun langsung terkejut ketika melihat Van yang terluka dibagian kening dan juga lengannya itu, ia langsung menghampiri Van yang bisa-bisanya masih tersenyum disaat laki-laki itu hampir pingsan.

"Van, lo gapapa, kan?" tanya Aldera yang kini menahan tubuh Van yang hampir limbung itu. "Van, Van, bangun!"

Tak lama, datanglah Sharon yang berlari menghampirinya dan membantu Aldera untuk mengangkat Van menuju ruangan UKS. Setelah sampai diruang UKS, Aldera tak henti-hentinya mengkhawatirkan Van yang masih belum juga sadarkan diri itu.

Sharon yang melihat itu juga menjadi merasa bersalah, karena bagaimana pun jika San tidak berbuat seperti ini, pasti ini semua takkan pernah terjadi. Mengingat ucapan saudara kembarnya itu tadi, kedua tangannya mengepal kuat, matanya berubah menjadi tajam, bahkan rahangnya pun mengeluarkan urat.

Laki-laki itu menepuk pundak Aldera, bermaksud untuk menguatkan temannya itu. Satu jam kemudian, akhirnya Van perlahan membuka kedua matanya perlahan. Ia menoleh kearah kanan dimana terdapat Aldera dan Sharon yang kini tengah menatap iba padanya.

Van hendak berdiri dari baringannya itu, akan tetapi mendadak kepalanya begitu nyeri, sedangkan Aldera dan Sharon yang melihat itu langsung menyuruhnya untuk kembali berbaring.

Sharon menghela nafas, "Van, maafin kelakuan saudara gue, ya. Dia emang keterlaluan banget," ujarnya menyesal.

Aldera yang mendengar itu langsung mendelik sinis, "Bilangin tuh, sama adek lo, kalau suka ya saingan secara jantan, bukan malah ngerusak pertemanan orang kaya gini."

Lagi-lagi, Sharon menghela nafasnya, ia juga merasa kecewa dengan apa yang San lakukan.

"Ald, udah," ujar Van membuat Aldera kini menatapnya tak percaya setelah apa yang terjadi hari ini dan mengakibatkan laki-laki itu yang menjadi korban kemarahannya. "Gue gapapa, kok."

"Lo, udah kaya gini masih aja bilang gapapa, heran gue sama lo," ujar Aldera sembari menggelengkan kepalanya, "Lo udah kenal gue lama, Van. Kan gue udah pernah bilang, jangan cari gue ketika gue lagi gak bisa ngendaliin diri gue sendiri. Tapi apa? lo gak pernah dengerin gue."

Van yang mendengarnya hanya bisa tersenyum, ia tahu kesalnya Aldera bukan karena marah padanya, tetapi karena temannya itu menyesal setelah apa yang terjadi. Meskipun begitu, Van tak pernah marah padanya, ia memaklumi sifat Aldera yang satu ini.

Tanpa mereka sadari, sedari tadi Sharon masih berada disekitarnya, membuat laki-laki itu mengerutkan keningnya dalam karena terkejut dengan apa yang baru saja dirinya dengar itu.

"Jadi, Van ngalamin kaya gini bukan pertama kalinya?" tanya Sharon menatap Aldera dan Van secara bergantian, sedangkan Van yang mendengarnya meringis ketika melihat Sharon yang menatapnya dalam.

Aldera mengangguk mengiyakan, sedangkan Van yang melihat itu langsung melotot tajam dengan apa yang baru saja laki-laki itu katakan pada Sharon, sungguh, sebenarnya Van tak ingin orang lain mengetahui masa lalunya.

"Iya, ini bukan kali pertama dia terluka kaya gini," jeda Aldera, lalu menundukkan kepalany sembari menghela nafasnya panjang. "Dan, itu semua karena gue, salah gue."

Van yang mendengar itu langsung menggelengkan kepalanya, menatap Sharon dengan alis yang terangkat.

"Enggak, dia bohong, Ron. Bukan begitu kejadiannya, bukan," sergah Van, lalu kepalanya kembali berdenyut nyeri, tetapi kali ini nyerinya lebih sakit dari sebelumnya, membuat Sharon dan Aldera yang melihatnya langsung khawatir. "ARGHHH SAK-KITTTT!!!"

"Van, lo kenapa?" tanya Aldera yang kini berdiri sembari sesekali menatap Sharon yang juga tengah khawatir padanya.

"Van, mending lo ke rumah sakit aja, ya, takutnya lo kenapa-kenapa," ujar Sharon. "Ald, lo tunggu sini, gue mau izin dulu sama guru, sekalian ngambil kunci mobil gue didalem tas."

Aldera yang sudah tak bisa fokus pada apapun lagi selain mengkhawatirkan Van pun hanya menganggukan kepalanya, setelah itu Sharon pun berlari keluar UKS untuk meminta bantuan.

Seorang wanita kini tengah meminum secangkir kopi sendirian disebuah Cafe untuk menunggu seseorang, senyumnya langsung terbit ketika melihat seseorang yang dirinya tunggu-tunggu itu akhirnya datang.

"Hai, Bela. Apa kabar?" tanya Yuanita yang kini menatap penampilan teman satu Sekolahnya itu dulu dengan seksama dari atas sampai bawah. "Makin cantik aja, lo!"

Bella yang dipuji seperti ituu pun terkekeh, "Bisa aja, lo. Lo juga sama, kok, makin cantik," ujarnya.

"Ah, bisa aja lo, Bel."

Setelah itu Yuanita pun menyuruh temannya itu untuk duduk terlebih dahulu, lalu memesankan satu minuman yang sama untuk Bella. Karena sudah lama tak bertemu, maka dari itu sebelum pergi, merek berdua memilih berbincang-bincang terlebih dahulu untuk mengenang masa-masa Sekolahnya dulu.

"Jadi, gimana sama pernikahan lo, lancar?"

"Ya, gitu lah," Jawab Yuanita singkat.

Bella yang melihatnya langsung mengerutkan keningnya, "Lo lagi berantem, ya?" tebaknya. "atau..."

"Apa?" tanya Yuanita.

"Suami lo lagi pelit duit?" Yuanita yang mendengarnya langsung tersedak ketika meminum kopinya. "Tuh, kan, jangan-jangan bener lagi.

Mendengar itu Yuanita langsung teringat dengan John yang selalu bersikap ketus padanya, mengingat itu ia mendadak kesal, ia pun memutuskan untuk beranjak dari duduknya.

"Ayok pergi!"

Bella yang melihat itu langsung ikut berdiri menyusul Yuanita yang terlihat kesal, "Eh, tungguin dong!" Teriaknya.

Kini keduanya tengah berada didalam mobil milik Bella, sejak tadi Yuanita selalu diam dan memalingkan wajahnya kearah kaca mobil, Bella menghela nafasnya melihat itu.

"Ta, sampe kapan sih lo diem kaya gini?"

"Tahu!"

"Kalau ada masalah tuh cerita, jangan malah ngambek kaya gini."

"Gue kesel sama dia, Bel. Nyesel gue nikah sama dia."

"Sekarang lo tahu kan rasanya gimana?" tanya Bella yang masih fokus menyetir. "Duitnya emang banyak, tapi kalau nikah sama orang kaya lo gini, mana mungkin deh, pokonya."

Yuanita mendengus kesal, "Lo tuh bener-bener, ya, Bel. Bukannya hibur gue malah bikin mood gue makin jelek aja, huh!" ujarnya .

"Ampun, Mbak," ujar Bella sembari terkekeh, "Eh, Ta."

"Apaan?"

"Lo masih inget Adit, kan?" Yuanita yang mendengarnya pun langsung tersenyum sinis, "Ta, ditanya juga malah diem mulu, lo!"

"Tahu, kenapa emang?"

"Dia juga dateng loh, ke acara kita," ujar Bella, Yuanita yang mendengarnya pun langsung membulatkan matanya. "Denger-denger sih, dia sekarang jadi pembisnis sukses. Lo yakin gak nyesel udah ninggalin dia demi Suami lo yang sekarang?"

Mendengar itu, Yuanita langsung terdiam. Entah kenapa pikirannya langsung tertuju pada mantan pacarnya itu, kenangan-kenangan masa lalunya langsung teringat. Jika tahu akan seperti ini, ia menyesal sudah menuruti kemauan Bella untuk ikut acara reuni Sekolah.

"Kaya nya ada yang belum move on, nih," sindir Bella.

"Berisik, lo!" ketus Yuanita yang mengundang kekehan dari Bella.

Halo, Readers!

Sebetulnya sih ini chapter yang harus di up nanti di hari senin, tapi karena gak tahan pengen di up, akhirnya aku mutusin buat up deh. Tapi beberapa minggu ke depan up nya jadi seminggu sekali dulu ya buat sementara ^^

Jangan lupa tinggalin jejak kalian disini dengan cara :

1. review cerita ini bagi yg merasa belum

2. komen paragraf/chapter

3. kasih ps/gift sebagai bukti dukungan kalian

See u next chapt!

giantystorycreators' thoughts
Next chapter