Ivi bangun di sepertiga malam. Ia lalu mengecek ponselnya.
Sambungan video call ia dengan Felix belum terputus. Terlihat di sana Felix tengah tertidur lelap. Ivi tersenyum.
"Sayang.... Sayang.... Bangun... kita tahajjud yuk.." ucap Ivi dari sebrang telepon dengan lembut untuk membangunkan Felix.
Felix merasa tidurnya terusik. Perlahan ia mengucek matanya dan terbangun. Ia menatap layar ponselnya yang terpampang wajah Ivi.
"Hoam... Sayang.. kamu udah bangun?" tanya Felix.
"Iya udah.. "
"Jam berapa?"
"Jam 3 subuh. Ayo kita tahajjud." ajak Ivi. Felix mengangguk dan tersenyum.
"Yaudah aku mandi ya .."
"Iya aku juga.."
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam.."
Sambungan telepon pun terputus. Ivi lalu melakukan bersih-bersih pada tubuhnya setelahnya membentang sajadah, memakai mukenah dan melakukan sholat tahajjud.
Di tempat lain, Felix pun tengah melaksanakan sholat tahajjud. Setelah selesai ia berdo'a.
Ivi telah selesai melaksanakan sholat tahajjud. Ia pun berdo'a.
"Ya Allah... Di sepertiga malam ini hamba memohon PadaMu.. Tolong berilah jalan keluar dari setiap masalah yang ada pada keluarga ini. Lindungilah kami sekeluarga selalu dan orang-orang baik di luar sana. Jauhkan kami semua dari segala penyakit, marabahaya, malapetaka, siksa kubur, siksa api neraka, jauhkanlah kami dari segala fitnah Dajjal dan fitnah manusia ya Allah... Mudahkanlah setiap urusan kami. Lindungi suami hamba yang sedang berada jauh dari hamba, sembuhkanlah Revin yang sedang berjuang melawan penyakitnya, kuatkan hamba untuk bisa melewati cobaan ini ya Allah... Lindungi Elven ya Allah.. Jadikanlah anak-anak hamba menjadi pribadi yang lebih baik semakin harinya. Aamiin ya Allah... Aamiin ya rabbal alamin.." Ivi mengakhiri doanya dan mengusapkan kedua telapak tangannya pasa wajahnya. Setelahnya ia berdzikir sembari menunggu adzan subuh.
Di lain sisi, Felix pun berdo'a.
"Ya Allah... Tolong lindungilah hamba dan seluruh keluarga hamba. Jauhkanlah kami dari segala sesuatu yang dapat membahayakan kami... Jagalah istri hamba yang sedang berada jauh dari hamba. Semoga Engkau senantiasa selalu melindunginya, menguatkannya. Berilah hidayah pada orang-orang yang berniat jahat pada keluarga hamba ya Allah... kuatkan hamba ya Allah untuk bisa melewati cobaan ini... Hanya kepada Engkaulah hambaMu ini memohon dan meminta... Aamiin Allahumma aamiin.." Felix mengusapkan telapak tangannya pada wajahnya. Ia kemudian berdzikir dan setelahnya melantunkan ayat suci Al-Qur'an.
.......
"Selamat pagi mas..." sapa Elina pada Arzam saat berada di meja makan.
"Pagi na.." balas Arzam tak seperti biasanya.
"Mas kenapa?" tanya Elina cemas.
"Tidak. Maaf na hari ini aku tidak bisa ikut sarapan. Aku berangkat." Arzam meninggalkan Elina begitu saja.
"Ada apa dengan mas Arzam ya? Kenapa dia seperti menghindari aku?" gumam Elina cemas.
"Ya Allah Elina salah apa?" lirih Elina.
....
Arzam mengendarai mobilnya. Hati dan otaknya begitu kacau saat ini juga. Ia menyetir dengan satu tangan karena tangan kanannya ia gunakan untuk memijit pelipisnya.
"Ya Allah... ada apa denganku? Kenapa aku berusaha menghindari Elina? Ada apa ini?" gumam Arzam bingung.
Drrrrtttt....
'Joe is calling you.....'
"Joe..." beo Arzam dan langsung menerima panggilan itu melalui iPod nya.
'Assalamualaikum zam...' ucap Joe di sebrang telepon.
"Waalaikumsalam... Ada apa Joe?"
'Apa kau sudah tahu?'
"Mengenai?"
'Revin'
"Aku sedikit mengetahui. Ada apa? Apa kau sudah mengetahuinya?"
'Hampir mengenai sasaran.'
"Begitu pun denganku. Kau tak percaya kan saat mengetahui hal itu?"
'Tentu.. Sangat-sangat tidak menyangka Zam...'
"Kita akan bahas ini nanti saat kau telah kembali di sini. Aku akan mengusut lebih jauh kasus ini dan apa motif dibalik perbuatan dia."
'Kurasa karena egois.'
"Karena khawatir mungkin."
'Ya bisa jadi. Semuanya bisa gelap pada saat hati dan otak kita tak lagi bisa berpikir dan menimang dengan baik.'
"Tentu. Kita akan coba mengorek informasi melalui cara terbaik ini. Jangan langsung ke poin. Gunakan cara yang aman meskipun perlahan."
'Ya, akan kulakukan sepulang dari sini. Awasi dia baik-baik Zam.. Aku khawatir otaknya kembali berpikir untuk melakukan hal buruk.'
"Baiklah baiklah... kau juga awasi di sana."
'Ah tentu.'
"Bagaimana dengan Calvin? Apa dia sudah mengetahui hal ini?"
'Belum. Aku belum siap memberitahu hal ini. Aku hanya ingin dia sendiri yang mengakui perbuatan ini di depan semua orang.'
"Maksudku juga begitu. Jadi nantinya tak ada salah paham."
'Baiklah... Kau hati-hati"
"Ah iya aku lagi menyetir. Assalamualaikum Joe"
'Waalaikumsalam Zam.'
Tut.
Sambungan telepon terputus.
"Aku sudah menduga bahwa Joe akan sangat cepat menemukan jejak. Dia memang begitu handal dalam menjadi detektif." monolog Arzam.
......
Calvin berdiri di balkon kamarnya menikmati matahari pagi yang sangat baik untuk tubuhnya. Calvin merentangkan tangannya.
"Sudah lama sekali aku tak merasakan nikmatnya udara pagi.... Ya Allah... semoga semua permasalahan ini bisa segera selesai..." gumam Calvin menatap lurus langit. Ia kemudian duduk dan menikmati secangkir teh dan beberapa cookies.
Handphonenya berdering.
"Shena..." beo Calvin saat menatap sebuah nama di layar handphonenya.
"Halo na?"
'Assalamualaikum vin'
"Ah.. waalaikumsalam.. Ada apa?"
'Apa kau sudah mengetahuinya?'
"Belum.. Aku belum menemukan bujti baru."
'Benarkah? Bukankah seharusnya sudah terlihat kemarin.'
"Kenapa kau bisa berkata seperti itu?"
'Karena mereka akan beraksi kemarin. Itulah sebabnya aku menyuruhmu ke sana. Kau menggunakan jet pribadi kan?'
"Iya.."
'Lalu kenapa kau tidak bisa mengetahui kebenaran itu?'
"Aku tak tahu.. Kemarin saat tiba, aku tak langsung ke Rumah Sakit. Aku ke hotel karena aku sedikit kurang sehat. Aku menyuruh Joe untuk mengecek situasi di sana."
'Apa kau sudah menanyakan hal itu apda Joe?'
"Dia tidak tahu.. Tak ada bukti yang ia temukan.
'Oh Ya Allah... Bagaimana mungkin?' cemas Shena.
"Kenapa kau terlihat begitu panik?"
'Karena saat kalian semakin lama mengetahui kebenaran ini, maka Revin akan semakin lama menderita.'
"Tidak mungkin! Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi."
'Kumohon datanglah ke Rumah Sakit dan periksa keadaan ia dengan baik. Kau kan seorang dokter. Sedikit banyaknya pasti kau tahu.'
"Tapi-"
'Apalagi vin? Ayolah ini demi keponakanmu. Apa kau tega membiarkan dia terus-terusan hidup dengan alat bantu medis.?? 3 tahun dia merasakan sakit itu Vin! 5 tahun! Ya Allah aku tak sanggup memikirkan ini.'
Calvin memejamkan matanya. Ia benar-benar mengkhawatirkan Revin.
"Terima kasih na... Aku akan segera mengecek ke Rumah Sakit."
'Hati-hati'
Tut.
Saat sambungan terputus, Calvin langsung bersiap menuju rumah sakit.
"Semoga aku bisa menemukan buktinya." gumam Calvin.
.....
"Mommy mau ke mana?" tanya Elven pada Ivi saat melihat Ivi sudah bersiap akan pergi.
"Mommy akan ke kursus El.." jawab Ivi dengan lembut.
"Mommy tidak mengajakku?"
"Mommy tak ingin merepotkanmu. Lagi pula Mommy akan pergi dengan Aksa. "
"Aku juga ingin ikut. Aku tak akan membiarkan mommy pergi sendiri."
"Mommy tak sendiri. Mommy dengan kak Aksa."
"Tidak. Aku harus ikut. Tunggu aku." ucap Elven keras kepala dan berlari menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya.
"Maafkan Mommy El... Mommy harus pergi sekarang." lirih Ivi dan meninggalkan Elven. Di depan, Aksa telah menunggunya. Ia memasuki mobil Aksa.
"Kenapa kak?" tanya Aksa saat melihat raut wajah khawatir Ivi.
"Elven ingin ikut tadi."
"Lalu?"
"Aku tinggalin.. Seperti permintaanmu. Kita tidak boleh membawa Elven."
"Maaf kak."
"Tak apa sa... Ini demi kebaikan kita"
"Semoga semuanya bisa segera membaik ya kak."
"Aamiin... semoga."