#Flashback On
"Assalamualaikum..." Ivi meminta pembantu untuk membukakan pintu.
"BI..!! Tolong bukain pintu ya.. Ada tamu" teriak Ivi dari ruang tengah. Pembantu itu pun berlari ke pintu utama untuk membukakan pintu dan mempersilahkan tamu masuk.
"Silahkan masuk, bu, pak... Maaf, cari siapa?" tanya Bi Sri.
"Cari kak Nata bi..." ucap Elina ramah.
"Nata teh saha ya?? Di rumah ini gak ada yang namanya nata teh bu" bingung Bi Sri.
Elina sedikit mengernyit dan mengingat nama lengkap Ivi.
"Cari Miss Ivi bi..." ucap Sepupu Elina.
"Ah itu maksud saya bi.. Saya biasa Panggil kak Ivi itu nata soalnya".
"Oh yaudah kalau begitu mari ikut saya..." Keduanya pun mengikuti langkah Bi Sri.
...
*Sebelum Elina dan sepupunya tiba di rumah Ivi*
Elina baru saja menerima pesan berisikan alamat Ivi yang dishare. Ia pun memberitahu hal itu pada sepupunya.
"Ini alamatnya uda mbak dapet dari temen mbak sa.." ucap Elina sambil menunjukan maps di handphone nya.
Sepupunya mengambil alih ponsel itu dan menatapnya.
"Mbak, ini temen mbak namanya siapa? Kok Kayaknya aku pernah ke tempat ini deh mbak"
"Oh ya? Namanya Itu..... (sedikit mengingat). Hmm Relivia Zenata. Ha itu"
"Astaga mbak... Ini tuh dosen aku... Kalau tahu gini ya gak perlu lihat maps mbak..."
"Eh seriusan sa?"
"Iya mbak... "
.....
Mereka pun memasuki ruang tengah yang ditunjukkan oleh Bi Sri. Setelahnya Bi Sri pamit. Elina mengetuk pintu ruangan dan dibuka oleh Ivi.
"Elina..." mereka pun berpelukan dan cium pipi kiri dan kanan.
"Mbak... Ternyata mbak itu dosennya sepupu aku ya" ucap Elina. Ivi lalu melirik seseorang di samping Elina.
Ia sedikit mengingat.
"Aksa!! Ya Allah.... Saya gak nyangka kalau kamu adalah sepupunya Elina" ucap Ivi tersenyum.
"Heheh iya miss... Saya juga gak nyangka.." ucap Aksa.
"Ayo ayo masuk... Mereka udah pada nungguin di dalam." ajak Ivi dan mereka pun masuk.
Mereka mendudukkan diri.
"Lho, ini bukannya mahasiswa kamu ya sayang?" tanya Felix saat melihat Aksa.
"Halo Mr. heheh" sapa Aksa.
"Astaga... Saya gak nyangka lho kalau dunia sesempit ini" tawa Felix.
"Hahah... Mr. masih ganteng aja ya" canda Aksa.
"Duhhh saya merasa terbang" Balas felix dengan tawanya.
"Udah ya kangen-kangenannya. Kita bahas hal utama dulu." pecah Ivi.
"Nah mbak, Aksa ini sekarang adalah seorang pengusaha sukses. Ia meneruskan perusahaan papanya dan alhamdulillah lagi, perusahaan miliknya maju pesat lho... Dia juga melanjutkan studi hukum di Jerman. Jadi, selain pengusaha sukses, dia adalah seorang pengacara kondang lho heheh" jelas Elina.
"Ya Allah sa... saya gak nyangka kamu bisa sesukses ini Padahal dulu bandel juga yakan" Ivi
"Heheh... semuanya butuh proses miss... Bandel dulu menjadi pelajaran untuk saya bahwa saya harus sukses setelah kebodohan di waktu lalu."
"Bagus itu... Saya setuju" Felix.
"Jadi, apa yang bisa aku bantu miss?" tanya Aksa.
"Sa, panggil kak atau mbak aja... Kita kan udah bukan dosen-mahasiswa lagi" Ivi
"Ok kak.."
"Vin, kamu bisa bicarakan ini pada Aksa." ucap Ivi pada Calvin.
"Ok, kenalin gue Calvin. Gue adiknya kak Felix dan iparnya kak Ivi. Mungkin kak Felix sama kak Ivi udah pernah cerita."
"Ah gue ingat nih... waktu itu bang Felix pernah jodohin si Zio sama adik abang kan? Hahah sumpah momen itu masih terngiang-ngiang di otak gue" tawa Aksa.
"Astaga kak lo kira-kira donk masa gue dijodohin sama yang sejenis" Calvin.
"Wkwk canda kok"
"Ok, gue sebenarnya udah denger permasalahannya sih.. Jadi, ini adalah beberapa berkas yang harus diusut tuntas bersama... Kalian bisa baca berkas ini dan pelajari baik-baik. Prihal mencari tahu dalang dari semua permasalahan ini, gue udah suruh orang buat selidiki ini. Tenang, tim penyelidik gue bisa dipercaya kok." Aksa.
Mereka mengambil berkas itu dan membacanya, begitu pun dengan Elven.
"Om, dari berkas yang aku baca, ternyata dia menggunakan mata-mata dari orang dalam di perusahaan yang sudah lama bekerja ya?" tanya Elven pada Aksa.
"Yaps... Di situ tertera bahwa ada beberapa orang yang sekongkol untuk menjatuhkan bisnis keluarga kalian. Gue rasa ini ada sangkut pautnya sama bokap kalian"
"Maksudnya?" tanya Calvin.
"Kemungkinan bokap lo memiliki masalah terhadap salah satu di antara komplotan itu. Mungkin, ada dendam di masa lalu. Coba kalian obrolin ini dengan beliau juga. Untuk si pemimpin ini, ini tentu kaitannya dengan mbak Ivi dan bang Felix. Lalu, dia mencari celah yang ada di perusahaan dan menghasut beberapa orang. Ini jelas bahwa salah satu kepercayaan di sana juga menjadi bumbu dari kehancuran semua ini. Apa kalian sudah selidiki siapa kaki tangannya?"
"Istri gue sendiri" lirih Calvin. Aksa tentu terkejut.
"Maaf , istri lo siapa?" tanya Aksa.
"Irene.. Kalau lo mahasiswanya Ivi, itu berarti lo kenal dia"
"Irene? Seriously? Astaga! gue gak nyangka orang kayak dia ternyata punya niat busuk ya... Ok, kalau untuk urusan Irene ini gampang. Ntar gue yang akan urusin. "
"Prihal Kesehatan anak gue yang terganggu Sa" Felix.
"Ada apa dengan anak kalian? Bukannya Elven sehat?"
"No, bukan Elven. Tapi Revin. Anak kedua gue dan Ivi. Tak banyak yang tahu soal dia. Dia sekarang di rawat di Rumah Sakit luar negeri. Bahkan untuk saat ini kita belum bisa jenguk karena kondisi keuangan yang kacau." lirih Felix. Ivi mengusap punggungnya.
"Boleh gue tahu dia sakit apa?" tanya Aksa.
"Sebentar gue ambil hasil lab nya.." Felix akan bangkit namun ditahan oleh Elven.
"Biar aku aja yang ambil Dad.." tahan Elven. Felix mengangguk. Elven pun mengambilnya. Tak lama ia kembali dan menyerahkan berkas tersebut.
Aksa membaca hasil lab itu.
"Ada luka di sistem pencernaan nya?" tanya Aksa.
"Salah satu dari sekian" Felix
Aksa menggelengkan kepalanya tak percaya. Elina dengan mata berkaca-kaca ikut membaca itu di samping Aksa.
"Kardiomiopati.. Astaga ini bukan hal sepele bang.... Dan apa? Ada beberapa penyakit lain? Ini kenapa bisa sampai kayak gini sih?!" geram Aksa.
"Kita belum tahu pasti apa penyebabnya... Tapi kita pasti akan selidiki semua ini sa..." Ivi
"Lalu, sekarang gimana anak kalian?" Aksa
"Alhamdulillah dia udah sadar dari komanya.." Felix
"Dan kalian diam aja gitu melihat tidak ada perkembangan dengannya?" Aksa
"Bukan begitu sa.. Di sana juga pengobatannya bagus kok.. " Ivi
"Iya kak tapi ini harus ditindak lanjut. Aku akan hubungi rekan aku yang di Jerman. Lusa kita lakukan penerbangan ke sana. Kita pindah Rumah Sakit untuk kesembuhan Revin. Masalah biaya dan lainnya, In Syaa Allah aku sanggup..." Ucap Aksa.
"Iya kak... Aku juga akan bantu mencari tahu prihal penyakitnya Revin.. Aku janji akan kumpulin bukti yang akurat. Maaf vin, karena Irene akan menjadi sasaran utama dalam penyelidikan ku" Elina.
"Gak apa-apa.. Saya juga akan segera melayangkan surat perceraian dengannya." Calvin.
Mereka mengangguk.
"Serahin semua berkas nya, ntar gue suruh teman gue buat urus perceraian kalian supaya Irene gak dapet sepeser pun harta gono gini. Bahkan untuk hak asuh anak." jelas Aksa.
"Gue gak butuh hak asuh anak. Anak itu sama aja kayak dia. Biarin anak itu diurus dia daripada nantinya malah menjadi pengacau dalam rencana kita." tegas Calvin.
"Ok terserah lo.. Lo kirimin semua keburukan dia biar gue juga bisa usut hal selanjutnya... " Aksa.
"Ok nanti gue email ke lo" Calvin.
"Kak, kakak harus lebih hati-hati dengan kursus. Penyusup di sana semakin banyak. Waspada" peringat Aksa.
"Tapi bukannya Nisa.-"
"Bukan hanya dia kak... Ada yang lain. Dan Nisa itu gak sebaik yang kak pikir. Udah cukup selama ini kakak baik banget ke semua orang. Sekarang, kakak harus tegas. Gak boleh lagi terlalu baik karena gak semua orang balas kebaikan kakak dengan kebaikan juga." tegas Aksa.
"Astaghfirullah... Aku gak nyangka sa.." lirih Ivi.
"Iya kak.. Gak semua orang itu mengambil positif atas kebaikan kakak... Mulai sekarang harus hati-hati. Dan, Saya suka cara kamu bergaul El.." senyum Aksa pada Elven.
Mereka semua mengernyit.
"Maksudnya?" tanya Elven bingung.
"Kamu adalah si introvert yang tegas. Saya suka itu. Tingkatkan terus. Kita tak harus memiliki banyak teman bukan? Jika bisa hidup dengan satu teman yang mengerti segalanya, untuk apa lagi banyak teman yang hanya mengandalkan semua sisi positifmu? Kau tak perlu teman. Kau hanya butuh pengawal yang bisa menjadi temanmu" Aksa.
"Aku memang gak punya teman di sekolah" ketus Elven.
"Ya, dan itu bagus. Mereka semua bukan benar-benar teman. Mereka adalah golongan anak yang selalu melakukan sesuatu atas dorongan orangtua mereka. Jangan goyah, pertahankan!" tegas Aksa.
Elven tersenyum.
"Maaf, bukan saya berlagak sok pintar di sini. Tapi, pengalaman mengajarkan saya, seakrab apapun kita dengan teman dekat, bahkan sebaik apapun kita, akan tetap ada rasa iri dan dengki yang teman baik kita miliki pada kita. Berhenti terlalu percaya atau bahkan peduli"
"Sa, saya mau tanya.. Bagaimana dengan Kiana, Zio, Deo dan Diah?" tanya Ivi.
"Hahha... Kak, Kiana sekarang menjadi istriku.. Seriously aku gak nyangka bakal berjodoh dengannya."
tawa Aksa.
"Astaga.. Takdir memang selucu itu" tawa Ivi.
"Kakak tahu Diah, Deo dan Zio?" Ivi mengangguk.
"Kami adalah rekan kerja sama kak.. Mereka adalah tim penyelidik aku. Dan Diah adalah detektif gelap. Ternyata selama ini selain kuliah, dia adalah seseorang yang suka mengamati setiap permasalahan. Lalu, kami memutuskan untuk membangun Tim Penyelidik ini dengan bantuan polisi juga. Nah kebetulan suaminya mbak Elina adalah salah seorang kepolisian." jelas Aksa.
"Ya Allah... Aku gak nyangka banget beneran.. Lin.. Saya salut sama kamu" senyum Ivi tulus. Elina juga tersenyum tulus.
"Alhamdulillah kak... Kehidupanku menjadi jauh lebih baik saat ini" ucap Elina bahagia.
Mereka semua tersenyum senang mendengar semua pernyataan ini.
"Ok, next time kita akan berkumpul dengan Tim Penyelidik dan penerus seluruh kasus ini." Aksa.
"Jadi itulah sebabnya lo bilang bahwa tim penyelidik lo itu terpercaya?" Calvin.
"Yaps tentu..."
"Kaki tangan gue yang kerja bertahun-tahun sama gue bisa berkhianat.." lirih Calvin.
"Jangan mengambil kesimpulan seperti itu dulu sebelum diselidiki. Gue yakin dia gak seburuk itu." Aksa.
Calvin hanya diam menanggapi ucapan Aksa.
#Flashback Off