webnovel

DATE

Sudah hampir sejam Liffi melamun, kelasnya telah usai dari tadi. Tidak ada satu pun pelajaran dan penjelasan dosen yang bisa masuk ke dalam otaknya. Semua pikirannya hanya dipenuhi oleh sosok werewolf. Liffi mulai jenuh dengan jari jemarinya yang terus menscroll ponsel pintarnya, mencari info tentang werewolf.

Apa Sadewa juga werewolf? Kalau iya mereka kembar, kenapa nama keluarga mereka berbeda? Liffi tak bisa menjawabnya, ia memilih membenamkan wajahnya pada tekukan siku.

Liffi menghela napas panjang, kejadian ini bagaikan mimpi dan juga dongeng. Bayangkan bertemu seorang manusia serigala tampan dan menjadi mate-nya. Benar-benar dunia ini penuh kejutan dan misteri, jangan-jangan bangsa vampir dan penyihirpun juga ada. Harry Potter dan Edward Cullen ada, mereka real.

Triiing🎶

Sadewa is calling...

GRAB.

Liffi tersentak kaget dengan bunyi ponselnya. Apalagi setelah melihat nama yang tercantum pada layar ponsel pintarnya.

"Ha—halo, Tuan."

"Liffi berhentilah memanggilku, Tuan!" Ada ketegasan dalam nada suaranya, Sadewa sangat benci saat Liffi memanggilnya Tuan.. Seperti membuat batasan dalam hubungan mereka.

"Ba—baik, Dewa. Ada apa? Kenapa mencariku?"

"Menagih janji. Bagaimana kalau kita nonton film? Atau ke taman bermain? Mana yang lebih kau sukai Liffi?" tawar Sadewa, dia telah belajar sedikit tentang menyenangkan hati wanita dari Emily.

"Hm .... Menonton boleh juga."

"Bagus, kalau begitu kita pergi menonton, ya, film apa yang kau suka?"

"Entahlah. Werewolf mungkin ...?"

....

"Kenapa diam?" Liffi menunggu jawaban Sadewa.

"Ee ... baiklah. See you at the weekend, Liffi. Aku tak sabar menantikannya." Sadewa menutup panggilannya.

"See you, Sadewa."

Liffi menunduk lesu, kenapa ia bodoh sekali malah mengajak Sadewa menonton film tentang werewolf? Bagaimana kalau Sadewa ternyata juga adalah seorang werewolf?

ooooOoooo

Weekend.

Liffi menunggu Sadewa di depan apartemennya, ia menggunakan long john berwarna coklat moka, dipadukan dengan celana jeans dan coat panjang berwarna merah maroon. Liffi menggerai rambutnya yang panjang sebahu. Rambutnya lurus, hitam, dan tebal, khas orang asia tenggara.

"Ah, hujan. Pantas saja dingin." Liffi mendekap lengannya mencari kehangatan.

"Hai.." Sadewa datang, dengan payung di tangannya. Merk C**nnel berwarna merah.

Tampannya. Liffi tercengang saat melihat Sadewa yang berbusana lebih santai dari biasanya. Rambut hitamnya sedikit acak, tidak tersisir rapi sama seperti saat ia bekerja di kantor. Sadewa juga berbalutkan busana casual, membuatnya semakin terlihat tampan dan lebih muda dari usianya.

"Liffi?? Kok bengong??" tanya Sadewa heran.

"Ah, iya. Maaf." Liffi tak berani berkata jujur bahwa ia terpaku pada pesona dan ketampanan Sadewa.

"Ayo berangkat." Sadewa menawarkan siku lengannya, Liffi tersenyum dan menerimanya. Berjalan berdua dalam satu payung yang sama, aroma white musk keluar di balik lengan Sadewa, membuat jantung Liffi bergetar. Liffi merasa hatinya tergelitik oleh sesuatu, OMG!! Apakah hatinya telah terpesona dengan kelembutan Sadewa? Atau apakah selama ini tanpa ia sadari ia telah jatuh cinta pada Sadewa?

Sadewa membukakan pintu mobilnya, mempersilahkan Liffi masuk. Sport car putih itu langsung melesat pergi menuju ke pusat kota. Rencananya mereka akan menonton film di privat teater. Sadewa telah memesan VIP room dengan dua kursi sofa yang bisa disandarkan hampir 90 derajad ke belakang.

Karena malam ini gerhana bulan akan terjadi, maka Sadewa tidak perlu kerepotan menahan kekuatannya. Apalagi saat Liffi berada dekat dengannya. Jadi walaupun mereka ada di dalam sebuah ruangan kecil pun Sadewa tetap akan bisa mengotrol kekutannya.

"Kenapa kau memilih film ini, Liffi?" Sadewa duduk di samping Liffi.

"Entahlah, akhir-akhir ini aku sering bermimpi bertemu dengan mereka." Liffi mengunggah senyuman, matanya memandang Sadewa, seakan ingin tahu apakah Sadewa juga seorang werewolf, sama seperti Nakula.

Sadewa membuang mukanya, ia tahu apa yang ada di dalam pikiran Liffi. Bagaiamana pun Sadewa ingin mengakui bahwa dirinya adalah seorang werewolf, bahkan seorang calon Alpha. Tapi bagaimana? Bagaimana kalau Liffi tak bisa menerimanya? Menganggap ini hanyalah sebuah candaan. Liffi adalah seorang manusia, dan walaupun sedih, Sadewa harus menerima kenyataan bahwa tidak ada seorang manusia pun yang bisa menjadi mate bagi bangsa werewolf.

Jadi sementara ini Sadewa harus tetap menyembunyikan identitasnya, hal ini juga dilakukannya sebagai wujud perlindungan terhadap kaumnya.

Film mulai diputar, Liffi memandang wajah tampan pria di sampingnya. Wajahnya terlihat serius saat menikmati film pilihannya. Liffi tersenyum senang, dalam hati dia bersyukur bisa mengenal pria sebaik Sadewa.

Aku harap dia bukan seorang werewolf, agar aku bisa belajar mencintainya. Liffi masih memandang Sadewa dengan binar matanya yang indah.

"Kenapa kau melihatku terus? Apa ada yang aneh dengan wajahku?" Akhirnya Sadewa sadar dengan tatapan Liffi.

"Ah, tidak, aku hanya ... hanya ...." Liffi malu karena ketahuan mencuri-curi pandang pada Sadewa.

"Hanya mengagumiku?" Sadewa terkikih saat melihat ekspresi malu-malu Liffi. Baginya ekspresi Liffi terlihat sangat menggemaskan.

"Ah, jangan ge-er." Liffi kembali fokus pada popcorn dan filmya.

"Kau boleh mengaggumiku kapan pun dan selama apa pun kau mau, Liffi." Sadewa kembali mengullum senyuman manis, membuat jantung Liffi semakin berdegup tak menentu.

"Sudah ku bilang, jangan ge-er, Tuan Sadewa." Liffi melemparkan beberapa butir pop corn pada Sadewa.

"Hahaha ... mulutmu berbohong, tapi wajahmu berkata lain, Liffi. Ekspresi di wajahmu terlihat sangat jujur." Sadewa menyentuh pipi Liffi dengan ujung jari telunjuknya, getarannya sampai ke relung hati Liffi.

"Kenapa kau sangat baik padaku, Sadewa?"

"Karena kau mate-ku, kau belahan jiwaku." Sadewa menarik tangan Liffi, mendekap erat tubuh mungilnya.

"Benarkah?" Liffi kembali menciumnya, kesegaran white musk menusuk hidung.

"Iya, dan aku akan selalu menjagamu, Liffi, mencintaimu dengan sepenuh hatiku." Sadewa menundukkan wajahnya, mendekati wajah Liffi yang merona sangat merah.

Pertama hanya sebuh kecupan ringan, sedikit basah dan hangat.

Kedua berubah menjadi sebuah ciuman singkat, yang terasa sangat manis dan lembut.

Ketiga, ciuman itu berubah menjadi semakin mesra, pelan dan dalam. Manis dan menggairahkan.

Liffi kembali merasakan nikmatnya aroma citrus memenuhi indra pengecapnya, berbeda dengan ciumannya dengan Nakula yang semanis Vanilla. Ciuman Sadewa terasa ringan dan membuatnya ketagihan, sama seperti aroma citrus dari kulit jeruk yang baru saja dipetik.

Rasanya sangat nikmat, sangat memanjakan ... sungguh aku berharap dia bukanlah seorang werewolf, pikir Liffi, akal sehatnya menghilang seiring dengan kembalinya bibir Sadewa yang melumat mesra bibirnya.

ooooOoooo

"Gerhana bulan, Dom. Jangan gegabah." Seorang werewolf wanita melingkarkan tangan rampingnya pada pinggang Dominic. Wanita serigala ini mengingatkan mate-nya agar berhati-hati saat melakukan penyerangan.

Sudah beberapa jam mereka berdua mengikuti Sadewa dari kejauhan. Mereka juga keheranan dengan tingkah Sadewa yang terlihat biasa saja, seakan-akan kejadian dengan Aska sama sekali tak pernah terjadi. Aktivitas Sadewa sama sekali tidak berubah, tetap bekerja dengan tenang. Dan bahkan dia bisa berkencan malam ini.

"Tenang saja, Sayang. Dia hanya half wolf muda yang dibutakan oleh kekayaan dan nama besar Ayahnya." Dominic mengelus pipi Shiera lembut. Pipi wanita itu sangat putih sampai terlihat pucat.

"Tapi dia membunuh Aska." Shiera mengencangkan pelukannya.

"Aska memang pecundang yang banyak mulut. Lagi pula ada kau bersamaku, kekuatan kita akan tetap stabil." Dom mengangkat dagu Shiera dan mengulum bibirnya, menikmati kekuatan yang mengalir bersaamaan dengan nafsu yang terpercik di antara keduanya.

"Iya, Sadewa belum memiliki mate. Dia masih belum mendapatkan wujud serigalanya." Shiera menarik ciumannya, matanya mulai berubah tajam.

Sorot mata kekuningan terlihat cemerlang di dalam kegelapan malam. Mengamati sekeliling sebelum melakukan penyergapan terhadap Sadewa. Baik Dominic maupun Shiera tidak pernah tahu kalau yang membunuh Aska bukanlah Sadewa melainkan Nakula, kembarannya.

"Berjanjilah kau tidak akan kalah." Shiera tersenyum, memamerkan bibirnya yang dipoles dengan lipstik semerah darah.

"Aku berjanji akan selalu kembali padamu, Sayang."

oooooOooooo

Hallo, Bellecious

Jangan lupa vote ya 💋💋

Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️

Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana

Next chapter