webnovel

Bagian 10: kekhawatiran

Setelah mengirimkan berita ke masing-masing Malaikat Agung, Mikael menunggu mereka di sebuah taman di tengah-tengah surga. Ia berjalan sambil menatap pepohonan yang tumbuh dengan subur, ia tersenyum terlupa sejenak dengan masalah yang menimpa salah satu malaikat surga.

"Salam saudaraku Mikael, bagaimana kabar kamu ? Apa yang sedang terjadi ?" Terdengar suara dari belakang Mikael.

"Salam saudara-saudaraku, maaf saya memanggil kalian semua secara mendadak." Wajah Mikael berubah sedikit murung. Salah satu mendekatinya dan menepuk bahunya pelan.

"Apa yang terjadi ?" Gabriel bertanya dengan lembut.

Mikael menghela nafasnya sejenak, "Ada nyawa seorang saudara kita yang diambil secara paksa dan di sandera, dan dua malaikat kita terluka, bahkan salah satunya terluka parah di bagian perut."

"Siapa dia ? Para iblis yang melakukannya ? Kita harus memperketat keamanan, saya akan mengirimkan malaikat untuk mengawasi perbatasan kita dan di bumi." Barachiel mendekati Mikael.

"Itu ide bagus Barachiel, kirim pasukan kamu saja." Gabriel berdiri dan bersemangat.

"Gabriel, Barachiel, yang mengambil roh saudara kita adalah dia sang Fallen Angel, Lucifer." Kini Mikael menatap satu persatu teman-temannya tersebut.

Para Malaikat Agung terkejut mendengat yang di katakan oleh Mikael, mereka tidak menyangka Lucifer melakukan sesuatu yang sangat di luar perjanjian.

"Ini tidak dapat di biarkan Mikael, saya akan mengirim pasukan untuk memantau perbatasan dan untuk berjaga di Bumi." Barachiel maju mendekati Mikael.

"Iya benar, saya juga akan memperketat keamanan. Kita pasti bisa melawan kejahatan." Uriel memberikan semangat kepada semuanya.

"Saya juga akan menjaga dan menyembuhkan mereka jika terluka." Raphael juga mendekati Mikael, setelah semua pembagian tugas sudah selesai. Mereka membubarkan diri, kini Mikael juga pergi untuk menjupai satu malaikat yang sudah lama tidak ia jumpai.

Sebelum Mikael pergi, ia menyempatkan dirinya untuk melihat kondisi Justin dari jauh. Senyum akhirnya terukir di bibir Mikael sesaat ia melihat Justin sudah dapat duduk dan berbincang dengan mama dan adiknya. Tanpa ia duga, adik dari Justin berlari ke balkon tempat kamar kakaknya menginap dan melambaikan tangannya dengan bahagia ke arah Mikael di hiasi dengan senyuman yang sangat manis, Mikael membalas melambaikan tangannya dan berlanjut terbang pergi meninggalkan mereka.

Setelah melihat sesosok yang sangat menawan yang memancarkan aura yang suci tersebut pergi, Asley kembali masuk ke dalam kamar kakaknya.

"Asley, kamu dari mana ? Kok tadi tiba-tiba lari, ada apa di luar ?" Justin yang sedang duduk bersandar di atas tempat tidurnya bertanya kepada adik kesayangannya tersebut.

"Tadi di luar ada seseorang yang sangat tampan kak, dia tinggi, rambutnya warna perak atau silver ya tadi, terus dia pakai sepatu putih loh, kemeja sama celananya putih juga, dia pakai jubah juga panjang putih, keren deh kayak karakter anime tau. Terus dia bisa tebang sayak supermen." Asley dengan semangat menceritakan apa yang dia lihat di luar.

"Hus, kamu ini. Mana ada orang yang begitu, kamu kebanyakan nonton kartun bergitu tuh." Mamanya mencubit pelan pipi Asley sambil tertawa.

"Ish, mama masa gak percaya. Kakak percaya kan sama aku ?" Dengan wajah memelas Asley menatap kakaknya yang di sambut tawaan kecil dari sang kakak.

"Iya, kakak percaya kok sama kamu. Tapi, kamu bener kebanyakan nonton kartun hm ? Jangan terlalu sering ya, kamu kan juga harus membantu Ibu, kasihan kalau ibu melakukan semuanya, Asley gak mau jadi anak durhaka kan ?" Justin tersenyum sambil mengelus rambut adiknya.

"Nah, dengerin tuh kakak kamu. Sering-sering bantu ibu jangan kartun terus. Ini makan biar cepat sehat." Sang ibunda menyuapi buah apel yang sudah di potong-potong kepada Justin dan Asley.

"Terimakasih ma, Justin jadi ngerepotin, Justin bisa sendiri kok. Mama makan juga ya." Justin mengambil apel dan menyuapkan ke sang mama sambil tertawa.

"Iya ma, terimakasih." Asley turun dari kasur kakaknya dan memeluk mamanya.

"Iya anak-anak mama yang cantik dan ganteng." Kembali sang mama memeluk Asley dan memeluk Justin juga.

Saat mentari berganti dengan rembulan, Justin meminta mama dan adiknya untuk bersitirahat di sofa yang ada di kamar rawat tersebut.

"Ma, mama istirahat aja, mamakan sudah capek, Asley juga kelihatannya sudah lelah. Justin tidak apa-apa kok." Justin mengukir senyum di wajahnya.

"Baiklah, mama sama Asley istirahat ya, kalau Justin ada perlu apa-apa bangunin mama ya. Selamat malam anak mama." Ibunda Justin mengecup kening anak lelakinya dan mengelus kepalanya, lalu ia mendudukkan dirinya di sofa dan tidur sambil menidurkan juga anak perempuannya.

Justin yang kini masih terbangun, melihat telapak tangannya, kini simbol tersebut berubah lagi membentuk gambar api yang belum sempurnah. Ia mengusap simbol tersebut kembali dan tersenyum sesaat ketika mengingat apa yang dikatakan Asley bahwa dia melihat seorang yang berpakaian putih. "Terimakasih, kau masih memperdulikanku Malaikat Agung." Ia melihat kesamping dan di dapatinya adiknya berjalan ke arahnya.

"Asley, kok belum tidur ? Sini bobo disamping kakak." Justin menggeserkan badannya sedikit agar ada ruang untuk sang adik, dan di jawab dengan anggukan.

"Kak, kakak jangan pergi." Asley memeluk sang kakak dan manahan isak tangisnya.

"Adik kakak yang cantik, jangan menangis ya, kakak gak kemana-mana kok." Justin mengusap airmata adiknya dan mengusap rambut adiknya.

"Kakak janji ya ?" Asley mengangkat jari kelingkingnya.

"Iya kakak janji, bobo gih." Justin mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingking sang adik dan mengelus-elus rambut adiknya agar tertidur.

Malam hari di lewati dengan damai, sang Ibunda tertidur dengan posisi berbaring di sofa, sedangkan Asley tertidur di kasur rawat bersama kakaknya. Malam terasa singkat karena seharian tenaga mereka terkuras. Justin kembali dari alam mimpinya karena suara ketokan, ketika ia melihat ternyata seorang suster masuk membawa meja dorong obat.

"Selamat pagi, maaf mengganggu dek. Kita masukkan obat dulu ya." Suster tersebut mengambil sebuah suntikan yang kecil dan ramping.

"Pagi juga sus, iya suster. Ini jam berapa ya sus ?" Justin meluruskan tangannya yang terdapat selang infus.

"Ini sudah jam 5 pagi dek, obatnya sedikit perih ya." Suster tersebut tersenyum dan menyuntikkan obat tersebut ke bagian injection site sambil mengusapkan kapas yang terasa dingin ke lengan atas infus ditangan Justin.

"Iya sus, gapapa. Terimakasih ya suster." Justin tersenyum saat sudah selesai obat dimasukkan melalui selang infus.

"Sama-sama, saya permisi ya." Suster tersebut keluar sambil mendorong kembali meja obat yang ia bawa tadi.

Setelah suster keluar, Justin memposisikan dirinya duduk sempurnah, menarik selimut menutupi badan adiknya lalu ia berdoa mengucap syukur atas berkat dan mujizat yang telah ia terima begitu luar biasa di dalam hidupnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi, kini Justin telah selesai sarapan dan kini sang mama sedang keluar untuk membeli makanan untuk dirinya dan Asley.

Next chapter