webnovel

FIRST LOVE | 36

Axel berdiri di depan pintu UKS dengan kedua tangan dimasukan ke dalam saku celana. Menatap pada makhluk di depannya dengan tatapan membunuh. Pandangannya turun pada tangan Lova.

Dua kali. Sudah sebanyak dua kali dia melihat tangan Lova ditarik yang sudah pasti dengan paksa melihat raut wajah gadis itu yang tidak nyaman dan memberontak supaya terlepas.

"Axe ...?" panggil Lova lirih. Menatap Axel tidak enak.

Axel langsung menaikan pandangannya menatap wajah Lova tak menghiraukan tatapan tajam dari laki-laki yang masih tidak tahu diri menggenggam tangan pacarnya itu. Bibirnya mengulas senyum tipis mencoba mengatakan bahwa dia tidak marah pada gadis itu.

"Kak Manggala, lepas! Atau aku marah sama kakak." kata Lova dengan penuh penekanan.

Lova rasa dia harus tegas mulai saat ini. Apalagi Manggala sudah menyatakan perasaan yang dimiliki kakak kelasnya itu padanya. Lova tidak ingin terjadi salah paham dengan Axel. Dia tidak ingin Axel marah lalu berujung laki-laki itu akan berkelahi dengan Manggala.

Axel tersenyum kecil ketika mendengar ucapan yang Lova lontarkan. Semua yang dilakukan gadis itu selalu berhasil membuatnya merasa spesial. Lova selalu mementingkannya. Menghargai perasaannya. Axel beralih menatap Manggala dengan sorot mengejek. Lalu terkekeh pelan.

"Kak, please jangan kaya gini."

"Lo gak denger cewek gue bilang apa, hah!"

Mendengar suara bernada tinggi keluar dari mulut Axel, Lova seketika menoleh menatap laki-laki itu. Lalu ketika pandangannya bertemu dengan mata Axel, Lova menggelengkan kepalanya pelan.

Manggala perlahan melepaskan genggaman tangannya dengan berat hati. Menatap Lova dalam. "Kakak lepas karena kakak bener-bener gak mau kamu marah sama kakak, Va. Bukan karena kakak takut sama cowok kamu."

Lova hanya mengangguk singkat.

Manggala menghela nafas kasar dengan respon yang Lova berikan. Tanpa pamit, dia langsung berbalik badan dan berlalu meninggalkan gadis itu bersama laki-laki sialan yang sayangnya adalah pacar dari gadis yang dia sayangi lebih dari adik kelas.

Lova tersenyum manis. Melangkahkan kakinya menghampiri Axel yang masih saja memasang raut wajah kesal.

"Axe ..." panggil Lova ketika sudah berdiri di depan Axel.

Axel mendengus keras. "Hmm?"

Kedua alis Lova terangkat. "Kok, marah juga sama Lova?"

"Kenapa lo bisa jalan sama dia, hm?"

Lova tertawa kecil.

"Heh! Kenapa malah ketawa? Gue serius, my Lov."

"Axe lucu kalau lagi cemburu."

Pupil mata Axel seketika melebar. "Mana ada! Siapa yang cemburu?!"

Lova manggut-manggut. "Oh ... yaudah kalau gak cemburu. Lova nanti bisa sering-sering jalan sama Kak Manggala."

"Gak ada! Jangan macem-macem, my Lov."

Lova terkekeh geli. "Iya. Yaudah, ayo masuk." ajak Lova sambil merangkul lengan Axel.

"Ma-masuk?" Axel menatap Lova ngeri dan sedikit menjauhkan tubuhnya. "Masuk kemana? Gue ngeri kalau lo tiba-tiba aja jadi agresif begini, my Lov."

"Apaan sih, Axe! Dasar mesum!" kata Lova keras sambil memukul perut liat Axel pelan. "Mana ada Lova agresif, ya."

Axel tergelak melihat raut wajah Lova yang sudah berubah menjadi cemberut. "Ulu ... ulu ... ulu ... yang ngambek." goda Axel sambil mencolek dagu runcing Lova pelan.

"Ish!" Lova menepis tangan Axel pelan. "Udah ah, Axe. Ayo, masuk U-K-S. Jadi mau diobati gak lukanya Axe. Please. Jangan mikir yang aneh-aneh, okay?" Lova langsung menarik Axel masuk ke dalam UKS.

"Pinter banget Axe."

Sebelah alis Axel naik sambil duduk di atas brankar sesuai instruksi Lova.

Lova tertawa kecil. Kedua tangannya perlahan terulur menyentuh bahu Axel dan menatap laki-laki itu lekat. Lova mendekatkan bibirnya di telinga Axel sebelah kanan sukses membuat laki-laki itu panas dingin.

"Pinter, karena Axe nurut sama apa kata Lova. Gak lepas kancing kemeja Axe lagi." bisik Lova pelan. Lova tertawa kecil seraya menjauhkan bibir dan kedua tangannya.

Axel menghembuskan nafas panjang ketika Lova sudah berjalan ke arah lemari. Sejak kapan dia menahan nafas? Tindakan tiba-tiba Lova sungguh di luar dugaannya itu membuatnya tidak sadar sudah menahan nafas.

"Axe kenapa?"

"Hah?" Axel melongo dan mengedipkan kedua matanya. "Gue kenapa? Enggak. Gue gak apa-apa." Axel menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu berdehem pelan.

Lova menatap Axel sejenak untuk memastikan. Lalu menganggukan kepalanya pelan. Membongkar isi kotak P3K dan mulai mengobati luka di pelipis dan sudut bibir Axel sebelah kanan dengan telaten seperti biasanya.

Gerakan Lova seketika tertahan di udara, perlahan menundukan kepalanya ketika merasakan ada dua lengan kokoh yang melingkar di pinggangnya sejenak. Lalu mengangkat pandangannya menatap Axel yang sedang cengengesan. Lova hanya tersenyum kecil dan geleng-geleng kepala.

"Modus." cibir Lova.

Axel semakin tertawa keras.

-firstlove-

Kedua alis Abdul terangkat di balik gelas ketika tidak sengaja melihat Lila yang sedang senyum-senyum dengan tampang malu-malu menatap pada layar laptop. Wah! Gak benar, gak benar. Sudah sarap, itu bocah.

Abdul cepat-cepat menandaskan air putih di dalam gelas yang tinggal sedikit lalu meletakkan gelas itu di atas meja makan dengan sedikit kencang hingga menimbulkan suara yang cukup nyaring. Melangkahkan kakinya cepat menghampiri gadis yang sedang duduk lesehan di atas karpet bulu ruang tengah rumah milik Malik itu.

Abdul berjinjit sedikit mengintip layar laptop yang Lila letakan di atas meja menghadap gadis itu. Oh ... lagi skypean sama bang Kevin. Abdul manggut-manggut. Alhamdulillah, teman hamba tidak jadi gila, Ya Allah. Abdul menghela nafas lega secara dramatis.

["Abdul? Dul?! Abdul?!"]

Abdul langsung saja merunduk menatap wajah Kevin yang terpampang pada layar laptop dengan logo apel tergigit bersamaan dengan Lila yang menoleh ke belakang menatapnya. Abdul melirik gadis itu sekilas. Kedua alisnya kembali terangkat ketika melihat raut wajah Lila yang masam.

"Ck!" Lila berdecak keras tampak sekali tidak suka mendengar nama Abdul.

Abdul mengangkat kuda bahunya tak acuh. "Yo! My bro, Kevin. What's up, bro?" sahut Abdul sambil melompati sandaran sofa yang cukup tinggi. Beruntungnya sedang tidak ada salah satu pemilik rumah yang memergoki aksinya. Bisa-bisa dibabat habis. Abdul duduk di atas sofa tepat di belakang Lila.

["Kamu kenapa, sayang?"]

"Abang kenapa pakai segala panggil-panggil dia sih, Bang?" sewot Lila sambil telunjuknya menunjuk ke arah Abdul di belakangnya tanpa menoleh.

Abdul langsung mendorong bahu Lila sebelah kanan dengan sedikit kencang hingga tubuh gadis itu agak maju ke depan. "Dih! Sentimen amat, sih La. Lakinya yang manggil, kok bininya yang sewot!"

"Tuh, tuh, tuh!" seru Lila sambil menunjuk bahunya sendiri dengan telunjuk. "Abang lihat sendiri, kan? Abdul itu suka banget KDRT sama Lila, Bang." rengek Lila dengan manja.

Terdengar suara keras gelak tawa Kevin di balik sana.

"Rumah tanggaan sama kamu aja aku o.gah, ya. Mana ada, KDRT! Ngaco kamu." Abdul mendorong bahu Lila satu kali lagi.

"Ish! Yang mau rumah tanggan sama kamu juga siapa, pinterrr. Kalau laki-laki di dunia ini tinggal kamu doang. Aku juga gak akan mau sama kamu. Mendingan jomblo."

["Udah, dong. Abdul cuma bercanda aja, sayang."]

Lila langsung mengerucutkan bibirnya.

["Jangan cemberut gitu dong, sayang. Nanti cantiknya hilang."]

Abdul berekspresi seperti orang ingin muntah mendengar pujian yang Kevin tujukan untuk Lila.

Lila tertawa kecil. Wajahnya sudah berubah menjadi merah. "Ih! Abang ... Apaan, sih Bang. Malu tahu." Lila menjatuhkan dagunya di atas meja.

Terdengar suara kekehan kecil Kevin. ["Kenapa malu? Kan, memang kenyataannya gitu, sayang. Kamu itu-- perempuan paling cantik di mata abang."]

"Abang ..." rajuk Lila.

Lagi-lagi terdengar kekehan kecil Kevin di balik laptop.

Hedeh! Mual-mual. Abdul memutar kedua bola matanya malas dan langsung melompat turun dari atas sofa. Abdul membungkuk, mensejajarkan bibirnya di telinga Lila. "Najong! Sok cu-te, dasar." cibir Abdul keras tepat di telinga Lila sebelah kanan.

Lila berjengit kaget. Reflek menutup telinganya. Lila langsung saja mengangkat dagunya dan menoleh menatap Abdul tajam. "Eh! Abdul. Kaget, pinter ..." Lila memukul paha Abdul dengan sangat keras tanpa perasaan hingga menimbulkan suara 'plak' yang sangat nyaring. Telapak tangannya sendiri saja juga terasa panas.

"Adoh! Njir, lah La! Panas." protes Abdul keras. Abdul mendesis sambil mengusap-usap pahanya yang nyut-nyutan. Kulit pahanya pasti sudah berubah merah.

"Eh! Abdul. Just-- go away. Don't disturb us, okay? Dasar jomblo! Gak bisa selow banget lihat orang lagi pacaran. Nyinyir banget mulutnya." sindir Lila sambil mengacungkan telunjuknya tinggi-tinggi ke atas menunjuk ke arah tangga.

"Disir jimbli! Hilih!" cibir Abdul dengan mulut bebeknya mengikuti ucapan Lila yang menjatuhkan harga dirinya sebagai laki-laki tampan, most wanted di Senior High Global Cetta School. Gadis itu tidak tahu saja kalau ada begitu banyak perempuan yang sudah mengantri meminta untuk menjadi pacarnya dan juga sudah banyak perempuan yang menjadi mantannya.

"Sana ah, Abdul! Hush!" usir Lila sambil mendorong-dorong kaki Abdul keras dengan kedua tangannya.

"Iya-iya, elah. Jand ngegas dong, La." jawab Abdul ogah-ogahan. Abdul melarikan kedua matanya melirik ke arah layar laptop Lila yang memperlihatkan Kevin yang sedang tertawa terpingkal-pingkal. Tampak sangat puas. Hish! Sungguh pasangan yang serasi.

"Cabut gue, Bang. Your bini, is galak! Not yet, jinak." Abdul langsung ngacir secepat kilat menghindari kemungkinan Lila akan memukul bagian tubuhnya yang lain.

Sontak saja Lila langsung melompat berdiri ketika mendengar ucapan Abdul. Apa-apaan dia disamakan dengan anjing galak! Lila berkacak pinggang menatap punggung Abdul tajam. "Abdul ...!" jerit Lila keras hingga menggema di seluruh ruang yang cukup besar itu.

"Hey! What's wrong, Lila? Kenapa berteriak seperti itu di dalam rumah. Lova sedang tidur."

Lila dengan cepat menoleh ke arah belakangnya menatap pintu dapur. Perlahan menurunkan kedua tangannya sambil cengengesan menatap tidak enak pada wanita yang sedang berdiri di ambang pintu dengan memakai celemek dan membawa spatula di tangan kanan.

Zevanna Archelaus, tante Lova, adik semata wayang dari Alex yang masih terlihat cantik diusia yang sudah tidak lagi muda itu. Keturunan Archelaus memang ... tidak yang tua, tidak yang muda sama saja. Bibit unggul semua. Dia jadi membayangkan bagaimana nanti anaknya bersama dengan Kevin. Ah ... Lila tersenyum malu-malu dengan wajah yang sudah berubah menjadi merah. Kok, jadi panas, ya? Lila menangkup kedua pipinya.

"Lila?"

"Hah?"

"Melamun, hm?"

Lila terkekeh kecil. "Eh, iya. I'm sorry, aunty Zeva." kata Lila dengan suara pelan sambil menggaruk pelipisnya yang tidak gatal dengan telunjuk tangan kanannya.

Yang dipanggil aunty Zeva oleh Lila tadi itu hanya mengeleng-gelengkan kepalanya. Lalu berbalik badan dan berjalan masuk ke dalam dapur.

Tbc.

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

Creation is hard, cheer me up!

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Like it ? Add to library!

Dewa90_creators' thoughts
Next chapter