webnovel

5. Kuburannya Dibongkar!

"Aku bingung, ada apa sebenarnya dengan kuburan itu? Sejak kami menemukannya mulai terjadi hal-hal aneh," Adit menyampaikan hal itu keesokan paginya kepada Norsy saat perempuan itu pagi-pagi sekali menyambanginya di tempat kost nya.

Norsy bernafsu sekali ingin memiliki pemuda berwajah imut itu, meski kebebasan dirinya masih di bawah bayang-bayang suaminya. Sehingga hampir setiap saat ia berusaha menghubungi pemuda itu.

"Kenapa lagi, Dit? Pria misterius itu menterormu lagi?" Norsy mengernyitkan alisnya.

"Tidak juga. Cuma tadi malam ada kejadian aneh yang menurutku mulai tak masuk di akal..." Adit menunjukkan wajah tegang.

"Apa yang terjadi, Dit?" Norsy penasaran.

"Tadi malam, saat aku membuka bungkus martabak yang kau beli, ternyata pada bungkusnya tertulis peringatan agar kita tidak membongkar kuburan, sama seperti peringatan sebelumnya."

"Apa kau yakin dengan yang kau lihat? Jangan-jangan itu cuma ilusimu setelah kita mengalami beberapa kejadian yang sama."

"Aku punya buktinya. Sebentar..."

Adit masuk ke kamar dan sesaat kemudian ia keluar lagi membawa secarik kertas bekas pembungkus martabak.

"Astaga...!" Norsy terkesima dan bergidik saat membaca tulisan pada bungkus martabak itu. "Ini tidak masuk di akal! Tapi ini pasti bukan kebetulan. Sepertinya ada seseorang yang memperingatkan kita untuk tidak membongkar kuburan yang ada di rumah itu..." Norsy meremas dan membuang bungkusan itu ke tong sampah.

Adit mengedikkan bahunya. "Sejak awal aku memang merasa seram ketika ada rencana untuk membongkar kuburan itu- maaf kalau aku mencampuri urusanmu-tapi Arul berkeras, katanya itu atas perintahmu...," Adit memelankan suaranya saat mengucapkan kalimat itu, takut kalau Norsy merasa dipojokkan.

"Tidak juga Dit! Aku cuma mengatakan kalau aku tidak mau tinggal di rumah yang ada kuburannya, lantas aku lebih memilih untuk tinggal di rumahku sendiri. Lagipula sejak awal aku memang tak pernah memaksa dia untuk membelikanku rumah itu, itu semua atas kehendaknya sendiri karena ingin membujukku yang selalu ingin meminta cerai darinya."

Adit terdiam. Baginya sulit untuk membedakan siapa yang berbohong. Arul ataukah perempuan itu?

"Kalau kita menyuruh membatalkan pembongkarannya juga... alasannya sepertinya kurang masuk di akal. Apa Arul mau menerima alasan kita?"

"Oh, jangan lupa Dit! Kalau kita mengatakan sesuatu mengenai kuburan itu, apa Arul tidak menaruh curiga mengenai sepak terjang kita? Jangan-jangan pertanyaannya malah makin melebar kesana-kemari! Ha ha ha...!" Norsy tergelak sesaat sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan. Ia terkesan selalu menghindari menyebut Arul dengan sebutan suamiku.

"Nah itu! Nyadar juga akhirnya!" Adit menyindir.

"Eh, apa kamu bilang?" Norsy melotot, lalu dengan gemas ia mendekati Adit, lalu menerkamnya! Pemuda itu kaget namun tak bisa menghindar hingga dirinya dan perempuan itu jatuh bergulingan di lantai.

***

Tiga orang pekerja itu sudah bersimbah keringat. Namun mereka tetap bersemangat mengayunkan cangkulnya ke tanah kuburan.

Sejengkal demi sejengkal tanah terus digali hingga lobang kubur semakin dalam.

Serpihan tanah kuburan tampak berhamburan kesana kemari saat cangkul-cangkul itu diayunkan. Tampak pula pecahan ubin berserakan di sekitar kuburan. Para tukang itu rupanya telah berhasil memecahkan ubin kuburan yang semula terlihat indah dan rapi.

Arul tampak berdiri di samping kuburan mengawasi jalannya pembongkaran itu. Saat penggalian semakin dalam, salah satu cangkul pekerja terdengar membentur papan kayu di kedalaman lubang. Krak!

"Owh! Cangkulnya kena papan, Pak Arul! Ini pasti peti matinya," seru salah seorang pekerja sambil mengelap keringatnya. Ia melemparkan cangkulnya ke atas. Arul menengok ke dalam lubang kuburan dengan penasaran.

"Coba kalian buka papannya. Berani tidak?" Arul memberikan instruksi kepada para pekerja.

"Ya berani lah, Pak, kan cuma peti mati!" salah seorang pekerja menyahut sambil nyengir. Yang lain tampak terpaku. "Paling-paling isinya juga tulang belulang." tambahnya.

"Kalau begitu angkat saja sekalian tulang tulangnya. Setelah itu kita bungkus pakai kain buat dipindahkan."

"Oke, Pak!"

Seorang pekerja mengambil linggis. Lantas ancang-ancang menyelipkan ujungnya di sela sambungan papan, untuk melakukan gerakan mencongkel.

Terdengar suara berderit papan seperti dicabut paksa dari pakunya.

Arul berkerut alis heran karena kondisi peti jenasah itu masih terbilang bagus kendati mungkin sudah puluhan tahun tertanam di dalam tanah. Papannya juga terbuat dari kayu ulin dengan perekat paku yang terlihat kokoh.

Kreoootttt....!!!

Pekerja itu berusaha sekuat tenaganya mencongkel permukaan peti. Wajahnya tampak memerah pertanda penutup peti itu cukup berat untuk dibuka. Nafasnya mulai terengah-engah namun papan penutup masih sulit dibuka sepenuhnya.

"Coba, yang lainnya... dibantu!" Arul menyorongkan sebatang linggis lagi ke arah pekerja yang lain, yang tampak bengong melihat rekannya kepayahan.

Seorang yang lain mencoba ikut membantu dengan mencongkelkan linggis kedua. Ia juga berupaya sekuat tenaga mencongkel dari celah papan yang menganga, namun usaha mereka sepertinya sia-sia. Papan penutup peti hanya terbuka sedikit, itupun keduanya sudah tampak kepayahan, dan keringatnya bercucuran.

Tercium aroma aneh dan tak sedap saat papan itu sedikit terkuak...! Baunya menyeruak ke penciuman mereka. Seperti bau bangkai bercampur bau lumpur.

Tiga pekerja yang berada dalam lubang mengernyitkan alis, lantas menutup hidungnya.

Arul sadar akan kesulitan ketiga pekerja itu. Ia lantas memberikan instruksi agar ketiga anak buahnya itu segera menghentikan kegiatannya.

"Sudah, sudah! Kalian istirahat saja dahulu! Nanti kita keluarkan saja peti itu dengan katrol!"

Tanpa disuruh untuk kedua kali para buruh itu langsung berloncatan ke permukaan tanah, dua di antara mereka megap-megap karena agak lama menahan nafas. Bukannya karena takut, tapi karena tak tahan mencium bau yang terasa aneh itu.

Arul mengerutkan alis seraya menutup hidungnya. Sudah puluhan tahun terkubur, kenapa masih bau? pikirnya. Ia tergerak penasaran ingin melihat seperti apa isi dari peti jenazah itu. Hm, untung Norsy tidak datang hari ini, pikirnya, kalau tidak, mungkin ia tak akan sudi lagi menerima rumah ini

Arul memandang ke bawah lubang. Ke arah mana peti mati itu masih teronggok di dalamnya. Separuh peti berwarna hitam kusam berbalut lumpur itu masih melesak di dalam tanah. Menunggu seseorang membukanya!

Sesaat Arul merasakan sensasi aneh ketika menatap ke arah peti itu. Ia merasa penasaran ingin mengetahui isi peti itu. Ingin tahu seperti apa kondisi di dalamnya.

Matanya memang menatap kosong, namun pikirannya digelayuti beribu pertanyaan.

Kenapa kuburan itu begitu disembunyikan?

Berapa lama ia sudah terkubur di situ?

Lama Arul berpikir, sepertinya ada sesuatu yang tidak beres dengan rumah itu sehingga lama sekali tidak ada penghuninya.

Keinginan untuk melihat isi peti mati itu semakin lama semakin besar. Ia sendiri tidak tahu entah dorongan apa yang membuatnya begitu ingin mengetahui kondisi mayat di dalam peti.

Hampir pukul empat sore peti itu berhasil diangkat ke permukaan. Itupun dengan susah payah karena selain berat, peti jenazah itu juga seakan melekat di dalam tanah berlumpur. Kondisinya kendati terlihat tua namun tidak lapuk dimakan usia.

Para pekerja yang terlibat dalam pengangkatan itu menggunakan penutup hidung karena bau tak sedap yang menyeruak dari dalam peti.

Dan itu membuat Arul bertambah penasaran.

Baru saja ia menghubungi Toni, pihak pertama yang menjual rumah itu padanya, ternyata yang bersangkutan juga mengaku tak tahu menahu dengan kuburan yang ada di rumah itu.

"Rumah itu sudah 50 tahun berpindah tangan kepada kakek saya, selama itu pula tidak didiami dan tak ada yang cerita kalau rumah itu menyimpan kuburan," kata Toni sangat terkejut saat ditelpon. Bahkan Karena merasa tak enak dengan Arul ia bersedia saja menarik rumah itu kembali dan mengembalikan uang yang telah diberikan Arul.

"Tak usah berlebihan lah, teman. Aku cuma ingin tahu siapa sebenarnya yang dikuburkan di rumah ini, sebab namanya tak tertera di batu nisan," ujar Arul. "Malah aku jadi penasaran ingin tahu lebih jauh mengenai kuburan misterius ini, jangan-jangan di dalamnya justru berisikan harta karun," seloroh Arul seraya tertawa.

Kini sejumlah pekerja sudah siap membuka peti dari dalam kubur yang membuat Arul penasaran itu. Kendati beberapa di antaranya merasa ngeri, namun mereka tak ada yang berani menolak.

Membuka peti mati yang telah terkubur sekian puluh tahun?

Pekerjaan itu tak pernah mereka bayangkan seumur hidup mereka!

"Bos ada-ada saja...! Memaksa kita membuka peti mati! Memangnya gak ada kerjaan lain, apa?" seorang pekerja menggerutu dengan suara berbisik. Matanya melotot, tapi ia tak berkutik.

"Setelah kita buka, isinya mummy bertaring, terus kita dicekiknya sampai mati, hiiiiyyy!" yang lain ikut-ikutan menakut-nakuti, sembari tertawa terkekeh-kekeh.

"Sudahlah, turuti saja apa maunya, semoga saja bos yang duluan dicekiknya...!"

Guyonan-guyonan itu terus terdengar hingga Arul datang menghampiri dengan sejumlah linggis di tangannya. Anehnya ia sendiri yang memulai mencongkel peti mati itu. Seperti tak peduli dengan keadaan di sekelilingnya yang menatapnya dengan aneh.

"Pak, biar kami saja..."

"Biar cepat selesai! Aku penasaran!" Arul mulai mencongkel peti mati sekuat tenaga. Yang lain saling berpandangan, lantas ikut-ikutan mencongkel bagian papan peti mati itu.

KREEEEETTTET-TET-TET-TEEETT...!

PRAAAAAKKKK!!!

Sebilah papan peti mati langsung patah bagian ujungnya. Seketika meleleh cairan lumpur berwarna hitam kehijauan dari lubang yang terbuka dalam peti, menimbulkan bau busuk yang menyengat.

Para pekerja menutup hidung. Mereka kembali saling berpandangan.

"Pak? Apa harus kita teruskan?" salah seorang pekerja terlihat ragu-ragu. Ia sudah merasa jijik.

"Kalau kalian tidak sanggup biar aku saja yang menyelesaikannya," Arul masih tetap bernafsu ingin membongkar peti mati itu.

Matanya tampak memerah karena gejolak perasaanya yang tak bisa dikendalikan.

Seperti kesetanan ia terus mencongkel bagian lain dari peti mati itu.

Pandangan matanya terlihat liar, menatap ke arah peti. Sesekali bibirnya tersenyum. Perilakunya mulai terlihat aneh sehingga para pekerja sempat berbisik-bisik curiga.

"Pak Arul tiba-tiba aneh ya? Jangan-jangan dia kesurupan...!"

"Sudah, jangan banyak omong! Cepat bantu sana! Nanti kita dipecat! Baru tahu rasa...!"

Sejumlah pekerja mendekat ingin membantu, tapi Arul seperti marah. Ia melotot tajam ke arah para pekerja yang ingin mendekatinya.

"Jangan ikut campur! Ini urusanku!" semprotnya seraya berpaling ke arah belakangnya, ke arah para tukang.

Para pekerja mundur ketakutan. Bukannya takut akan semprotan itu, tapi takut karena mereka melihat tatapan Arul begitu ganjil. Dan itu bukan perilaku Arul seperti biasanya.

Arul mendengus-dengus nafasnya. Ia kembali berbalik dan mencongkel peti mati itu sekuat tenaga. Lalu....Dengan sekali congkel bagian penutup peti itu terbuka!

GDUBRAK!!!

Papan penutup peti itu terjatuh ke tanah!

Next chapter