Selamat membaca
°•°•°
Tetes demi tetes air yang turun dari langit membasahi halaman rumahku. Pandanganku tak lepas dari jalanan yang ada di depan sana. Sudah kuhabiskan menit ke menit untuk berdiri di balik jendela kamar.
Menikmati semilir angin yang menyambut wajahku saat pertama kalinya mendorong jendela. Namun, suara teriakan Diya dari lantai bawah membuatku tersadar kalau waktuku bukan cuma sebatas menikmati indahnya rintikan hujan. "CEPET DEA! MOBIL UDAH SIAP...!!!"
Tubuhku lantas berbalik, menyudahi serunya aktivitasku barusan. Tiap langkahku sekarang terkesan buru-buru, seolah-olah aku sedang diincar pemburu binatang liar. Kuraih tas punggung yang selalu menemaniku di pagi hari sampai siang nanti.
Tak lupa jaket putih yang sudah kusiapkan, kini kutarik dari atas kasur. Aku pun keluar dengan senyum kecil yang bisa dibilang sedikit dipaksakan. "Semangat Dea!" menyemangati diri sendiri harus kan?
"Lama!" kata Diya saat aku sudah menginjak lantai teras rumah. "Buruan kunci pintu, aku tunggu di mobil. Jangan lupa tutup pager juga."
"Iya." aku memahami sikap sinis Diya hari ini. Tadi malam adalah puncaknya. Tapi kembaranku itu terlihat aneh. Dari sikap dan pandangannya, tak terlalu kasar. Bahkan Diya cuma membentakku satu kali karena aku datang terlambat malam tadi.
Selesai mengunci pintu rumah dan menutup pagar, aku pun masuk mobil dan duduk di kursi depan, sebelah kiri si Diya. "Nanti kamu pulang sendiri lagi ya, aku ada urusan. Inget, kalo pergi jangan lama-lama! Jam sembilan harus di rumah!"
"Urusan apa sih?" tanyaku memberanikan diri, karena aku rasa dia ingin pergi dengan laki-laki.
"Nggak perlu tau. Yang penting aku sampek rumah jam sembilan."
Aku mengangguk. "Tapi kamu jangan aneh-aneh!" si Diya cuma memutar bola mata lalu fokus menatap jalanan di depan tanpa menjawab pertanyaanku.
"Kamu yang jangan aneh-aneh! Inget batesan waktu dari Mama!"
Lagi-lagi aku yang diingatkan tentang kesalahan semalam. "Iya, ngerti. Berusaha nggak aku lakuin lagi deh..."
"Buktiin! Dari dulu bilang gak akan diulangin, eh sekarang malah apa?! Yang bener aja kalo ngomong!" kepalanya yang semula mengarah lurus ke depan, mendadak menengok ke aku lagi, "nurut!" dengan sorotan mata ganasnya.
Tanpa pikir-pikir lagi, menelan saliva saat delikan matanya tertangkap olehku. Karena aku sendiri tak mau memperkeruh suasana, juga tidak ingin memperpanjang emosi serta nasehat-nasehat dari bibir pedas Diya, kepalaku manggut-manggut secepatnya. Mengiyakan dengan perasaan campur aduk.
Diya kembali fokus menyetir. Setelah itu aku baru berani melemparkan tatapan ke jendela di samping kiri. Ya, sungguh lebih baik untukku menikmati tumpahnya air mata milik angkasa kala pagi menjelang.
Aku membuang napas panjang, dan kutarik sudut-sudut bibirku ke atas sedikt. Huah! amat sangat menyenangkan. HAHA, rasanya aku jadi malas berangkat ke sekolah. Lebih enak lagi minum coklat panas di dalam kamar dan memandanginya sampai langit kembali bahagia.
"Diya... Kapan Mama nengokin kita?" bibirku bersuara ketika ada seorang ibu yang mengendarai motor dengan dua anak SD bersamanya. Salah satu dari mereka --yang laki-laki--duduk di depan sang ibu. Sedangkan satunya lagi yang perempuan dan berbobot lebih besar, di jok belakang sambil memeluk beliau. Aku yang melihat jadi kasihan. Jas hujan transparan yang dipakai ibunya itu, tidak bisa menutupi tubuh mereka dengan sempurna.
"Belum tau."
"Oh... Papa belum ngabarin?"
"Sama sekali."
"Oh, oke." sepasang mataku tak kunjung beranjak dari ketiganya. Sampai mereka betul-betul tertinggal oleh mobilku dan berbelok ke sebuah gedung sekolahan yang para siswanya berseragam merah-putih.
"Fokus di sini aja. Pesen Mama cuma satu, belajar."
"Iya." padahal Diya lebih dari sekedar belajar, apalagi kalau bukan pacaran? Aku pribadi? Masih berharap menjadi pasangan Sean, tapi belum tentu jadian. Ingat dan selalu sadar diri kan aku? HAHA, cuma berhubungan di lingkaran pertemanan. Aku benar-benar tertawa lebar, tentunya di dalam hati.
Keempat ban mobil yang mengantarku ini akhirnya menyentuh jalan parkiran sekolah--- usai melewati gerbang yang menjulang tinggi. Aku dan Diya lekas turun dari masing-masing pintu di sisi kami. Sebelumnya, aku sudah mengenakan jaket yang kupangku saat di dalam mobil selama perjalanan.
Bunyi nyaring tanda mobil terkunci pun turut masuk ke kuping. Badanku berbalik dan buru-buru menjauhi gerobak warna putih milik Diya. Sebelum air yang terjun dari awan menimpaku lebih banyak.
"Aku duluan...!" Diya sudah cepat-cepat lari sambil mengangkat tasnya untuk melindungi kepala.
"Yaaah..." percuma dikejar, aku selalu lemah jika berurusan sama lari-larian apa lagi kalau kencang. Hehe, maklum aja kan aku bukan pelari. Eh, pelari kok : selalu lari menjangkau hatinya. Cinta Sean.
Sekuat tenaga aku berlari, menembus jutaan tetesan gerimis yang belum juga berhenti. Aku pikir karena aku berangkat lebih siang dari biasanya, parkiran sekolah akan ramai sekali dengan puluhan kendaraan. Namun nyatanya aku salah. Bahkan hari ini lebih sepi dua kali lipat.
Aku tahu, hujan adalah alasan utama. Terutama untuk siswa yang suka memenuhi absen keterlambatan, ya sudah sering aku mendengar alasan cuaca sejak dulu, di SMP. Sampai di keramik koridor kelas, aku menginjakkan kaki ke gombal yang sudah tersedia. Kemudian melanjutkan lariku lagi.
"Sean?" heranku begitu berdiri di luar kelas. Aku berjalan pelan-pelan untuk menghampiri laki-laki itu. Ia tengah menduduki bangku yang biasanya kupakai sambil bermain ponsel dengan dada menempel di atas meja. "Sean..." panggilku lagi. Karena suaraku cukup keras, ia menengok, tanpa membetulkan posisi. "Kamu ngapain di sini? Duduk di tempatmu yang biasanya sana." lanjutku yang sebenarnya tidak berniat mengusir.
"Nanti kalo udah bel."
"Terus aku duduk mana?"
Tubuh Sean tiba-tiba menegak. "Depan bisa," tangannya bergerak menunjuk objek yang ia sebutkan, "belakang juga bisa. Yang kosong banyak, De...! Ini buat se-men-ta-ra! Oke?!"
Aku yang masih berdiri dan sedikit terkejut, sontak mengernyit saat mendengar bentakan di kalimat terakhirnya. "Kamu kenapa...? Lagi ada masalah?"
Mimik wajah Sean yang semula kesal, berangsur-angsur hilang. Digantikan oleh wajah datar.
"Kenapa nyolot banget ngomongnya?" tanyaku lagi lalu duduk di bangku depannya.
"Maaf-maaf, aku enggak bermaksud." muka rasa bersalahnya kini tergambar di sana.
"Iya, nggak papa. Aku ngerti kok." senyum kecilku terbit begitu saja, membuat senyum manis Sean ikut keluar. "Mau cerita?"
Sean geleng-geleng lalu berujar, "maaf buat semalem. Mesti kamu kena marah, kan?"
Aku mengangguk. Ya, Sean memang tidak tahu kalau aku kena omelan Diya karena Sean tidak mau mampir. Ditambah hari yang sudah larut, membuatnya langsung pulang setelah mengantarku sampai di depan pagar. "Nggak masalah. Yang penting besok-besok aku nggak ngulangin itu lagi. Aku takut kalo Mama sama Papa denger aku pulang kemaleman, mereka bakal khawatir."
"Iya, sekali lagi aku minta maaf. Makasih banget buat waktunya semalem ya..." dengan salah satu tangannya terayun dan mendarat di kepalaku, memberikan usapan-usapan halus di sana.
"Sama-sama." tak bisa kuelak, dadaku bergemuruh seketika.
"Eh iya... Bentar, aku ambil dulu." aku yang bingung sama ucapannya, cuma bisa melihat pergerakan tangan Sean di dalam tasnya. "Ini..." sembari mengulurkan benda yang barusan diambilnya dari dalam tas sekolah.
"Itu?" Sean mengangguk-angguk saat jariku menunjuk jaket yang sekarang ada di hadapanku, tepatnya masih dia sodorkan ke aku. "Terus kenapa...? Aku disuruh nyuciin buat Elisa? M-maksudku, kamu minta tolong aku buat nyuciin jaketnya?" tanyaku karena otak ini sudah berpikir ke mana-mana.
Sean terkekeh pelan, sehabis itu dia berbicara dengan senyuman, "dari pada aku buang, mending buat kamu...."
Apa benar jaketnya buat aku?
Tangannya terangkat. Sean mengelu pelan puncak kepalaku yang sedikit basah, sudah pasti ulah hujan. "Bawa ya, biar kita bisa kembaran...."
Bibirku terdiam. Aku yakin, aku enggak tuli. Aku pun mengangguk tanpa protes.
°•°•°
Terima kasih sudah datang kawan :) boleh diabsen satu-satu namanya? Kenalan dikit dong! XD
- PLAAAKKK!!! OGAH!!!
Astaga... jahatnya readersku -_- (maapkan aku, aku lelah manteman :v)
Selalu jaga kesehatan, ya!
See you :*
God Bless <3
Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!
Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan membaca dengan serius
Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!
Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!