webnovel

ALANA [9]

Gue emang nggak ngerti yang kek gituan, emang gue lu yang suka MODUS.

-Vano Firdiyan Pradipta-

Bel istirahat pertama sudah berbunyi. Para siswa berhamburan keluar kelas untuk mengisi perut, tak terkecuali Alana dan Viona.

"Vi aku ke toilet dulu ya, kamu pergi cari tempat duduk duluan ok." ucap Alana ketika di berjalan menuju kantin.

"Ok, jangan lama-lama ya."

Kemudian mereka berpisah, karena jalan ke kantin dan toilet berbeda. Namun baru saja Alana melangkah beberapa langkah, ada yang menghadang Alana.

"Lo yang namanya Alana?" ucap seseorang tersebut dengan melipat kedua tangannya di dada.

"Iya, ada apa ya kak?" karena Alana merasa yang berbicara dengannya adalah kakak kelas maka ia memanggil seseorang tersebut dengan embel-embel 'kak'.

"Lo anak baru di sini, jadi nggak usah kegatelan!" bentak seseorang tersebut tiba-tiba tepat di wajah Alana.

"Maksud kakak apa ya, saya nggak tahu." Jawab Alana dengan nada yang biasa meskipun seseorang tersebut membentaknya. Itu Alana lakukan karena ia masih ingin menghormati seseorang tersebut sebagai kakak kelas.

"Nggak usah sok polos deh lo," bentak seseorang tersebut lagi.

"Maaf kak saya beneran nggak tahu."

"Lo jangan deket-deket sama Vano, lo nger..._" Belum selesai seseorang tersebut berbicara Alana sudah memotong pembicaraan.

"Ow cuma gara-gara itu doang kakak bentak-bentak gue, asal kakak tahu gue nggak pernah deketin Vano." itu Alana lakukan karena ia sudah geram dengan perlakuan seseorang tersebut.

"Lo berani ya motong pembicaraan gue, diem lo!" bentak seseorang tersebut lagi. Dan seseorang tersebut adalah Tasya.

"Iya diem lo." ucap teman Tasya.

"Eh lo, lo nggak tahu lo sedang berhadapan sama siapa?!" bentak Tasya lagi.

"Entah lah, manusia apa nenek lampir gue nggak ngerti." jawab Alana asal.

"Lo ngatain gue nenek lampir," Tiba-tiba Tasya menginjak kaki kanan Alana.

"Aw, lepasin kak sakit." pinta Alana.

"Oh, sakit." jawab Tasya dengan semakin menekan kaki Alana.

"Jauhi Vano atau lo akan rasain yang lebih sakit."

"Aww, sakit begok!"

"Kakak kira gue juga nggak bisa nginjak kaki kakak!" kemudian Alana pergi meniggalkan Tasya dengan berjalan tetatih-tatih.

# # #

"Mana sih Alana, kok lama banget ke toilet." ucap Viona mendumel karena sudah menunggu lama di kantin.

"Apa aku susul aja ya," Kemudian Viona memutuskan untuk menyusul Alana.

"Na kamu kenapa?" tanya Viona terkejut karena melihat Alana yang berjalan tertatih-tatih.

"Eh kamu Vi, aku nggak papa kok."

"Nggak papa gimana, orang kamu jalannya kek gini kok nggak papa." ucap Viona mendumel sambil memapah Alana.

"Kita ke UKS ya Na,"

"Nggak usah Vi, kakiku beneran nggak papa kok."

"Ya udah kalo nggak mau ke kelas aja."

Akhirnya mereka berjalan ke kelas. Mengapa Viona tidak memaksa Alana ke UKS, itu karena Viona tahu sifat Alana yaitu keras kepala. Memang Viona baru mengenal Alana, tapi ia dapat mengetahui sifat Alana tersebut dari Alana yang tidak takut ketika ia takut-takuti tentang Vano. Dan Alana yang kekeh memanggil Vano dengan sebutan 'no' atau 'tidak tidak'.

# # #

Bel tanda berakhirnya pelajaran sudah berbunyi. Seluruh siswa berhamburan keluar kelas untuk segera pulang.

"Na, kaki kamu bener nggak papa?" tanya Viona pada Alana yang sedang memasukkan buku kedalam tasnya.

"Nggak papa Vi, beneran deh aku nggak papa." jawab Alana sambil berdiri untuk menunjukkan pada Viona bahwa ia tidak papa.

"Kamu lihat sendiri kan, aku masih bisa berdiri."

"Bener nggak papa kaki kamu Na?"

"Nggak papa Vi,"

"Tapi kok kek gini ya rasanya." batin Alana.

"Ya udah kalo gitu, aku anter ke depan atau mau bareng sama aku?"

"Nggak usah Vi, aku tadi udah sms abangku. Lagian rumah kita kan nggak satu arah."

"Ya udah ayo aku anter sampai gerbang."

"Nggak usah Vi, aku bisa kok. Kamu langsung ke parkiran aja."

"Ya udah kalo gitu aku duluan ya, soalnya ibuku tadi sms suruh cepat pulang."

"Ok, hati-hati ya Vi."

"Ok."

Kemudian Viona pergi meniggalkan Alana yang kembali memasukkan buku ke dalam tasnya.

"Aww," rintih Alana ketika hendak berjalan.

"Ayolah Na kamu bisa." ucap Alana pada dirinya sendiri.

Alana berusaha untuk berjalan sampai di gerbang dengan berjalan tertatih-tatih.

Sesampainya Alana di gerbang, abangnya belum juga datang. Akhirnya Alana memutuskan untuk duduk di halte dekat sekolah sambil menunggu abangnya. Dari kejauhan ada Vano dan kawan-kawannya yang sedang berjalan menuju parkiran.

"Van itu bukannya Alana ya," ucap Didit pada Vano.

"Iya tuh sendirian." ucap Dino kemudian.

"La terus, apa hubungannya sama gue?" ucap Vano.

"Nggak peka banget sih lo Van." ucap Heri.

"Samperin Van, ajak pulang bareng kek atau ajak jalan kek, gitu Van maksudnya." jelas Yahya.

"Gitu aja harus pakek diperjelas." ucap Didit.

"Ye, gue emang nggak ngerti yang kek gituan, emang gue lu yang suka MODUS." ucap Vano dan diikuti tawa Vano dan kawan-kawannya, kecuali Didit. Vano sengaja menekankan kata 'MODUS', karena diantara mereka berlima Didit lah yang memang suka modus dengan cewek walau akhirnya ditolak mentah-mentah atau bahkan diabaikan.

"Gue nggak modus, tapi usah." jawab Didit kemudian.

"Sama aje tukang modus." ucap Yahya yang masih tertawa.

"Udah-udah capek gue ketawa, nih Van kunci motor lo. Gue nggak jadi bareng." ucap Dino.

"Lah, terus lo bareng siapa?" jawab Vano.

"Dah sono lo ajak Alana, Dino biar bareng gue." ucap Heri dengan mendorong bahu Vano.

"Dah sono-sono." ucap Yahya.

"Anjir, gue di usir." ucap Vano sambil memaki helm.

"Iye lu gue usir bang No No." ucap Didit dan diikuti gelak tawa Dino, Yahya dan Heri.

"Awas lo Dit." ancam Vano kemudian menyalakan motornya.

Brum brum brum

"Anjrit lu Van!" ucap Didit karena Vano yang mengegas-gas motor di depan Didit.

# # #

Di halte.

"Mana sih bang Arya, lama bener. Keburu sakit juga nih kaki." ucap Alana entah pada siapa karena ia sendirian di halte.

Brum brum brum

Karena merasa ada motor yang berhenti di depannya Alana pun mengalihkan pandangannya dari handphone -nya ke motor tersebut.

Alana mengerutkan dahi.

"Ngapain lo?" tanya Alana pada pengendara motor tersebut dan pengendara tersebut adalah Vano.

"Cepet lo naik, ambil helm di belakang."

"Ogah, gue udah dijemput."

"Kalo udah dijemput ngapain lo di sini."

"Nunggu lah masa tidur."

"Daripada nunggu cepet naik."

"Ogah."

Karena Alana menolak naik sendiri akhirnya Vano menstandarkan motornya dan turun dari motornya. Lalu yang Vano lakukan ialah mengambil helm untuk Alana.

"Nih lo pakek atau gue yang pakekin." ucap Vano menyodorkan helm.

"Ogah gue dipakekin helm sama lo." ucap Alana memakainya.

"Udah belom."

"Sabar napa."

Ketika Alana selesai memakai helm, tiba-tiba ada motor lain yang berhenti di depan Vano.

"Na cepet naik." ucap pengendara motor depan Vano.

Vano tak bisa melihat wajah cowok tersebut, karena cowok tersebut memakai helm full face dan cowok tersebut memanggil Alana tanpa membuka kaca helmnya.

Alana yang melihat motor tersebut malah berjalan meniggalkan Vano dan ikut naik motor tersebut.

"Gue duluan ya No!" ucap Alana sambil melambaikan tangan pada Vano karena motor yang sudah berjalan.

Next chapter