Aodan benar-benar dikurung dalam toples begitu mereka kembali ke rumah, awalnya kadal itu pikir Luna hanya menggertaknya dan akan membiarkannya keluar begitu ia bangun, tapi nyatanya ….
Wanita ini terlalu kejam!
Dia benar-benar tidak diizinkan keluar dari toples, bahkan ketika malam sudah menjelang dan perutnya mulai berbunyi, Luna benar-benar mengacuhkannya!
Aodan rasanya benar-benar ingin menangis.
Toples kaca tempat ia dikurung ini memang bersih dan mengkilap, sepertinya baru saja dicuci bersih oleh Luna, tapi tetap saja ia merasa tidak nyaman dan ingin berkeliaran dengan bebas dengan empat kakinya di rumah Luna.
Dan juga, toples kaca yang mengurungnya ini ditempatkan di sudut yang paling gelap dekat kamar mandi, memikirkan cahaya yang kurang di sekitarnya saja sudah membuat Aodan merasa tidak nyaman dan rasa udara lembab yang keluar dari kamar mandi membuatnya merasa gelisah.
Bagi Aodan, ia suka sesuatu yang bercahaya, ia juga suka sesuatu yang hangat seperti tumpukan selimut atau cahaya matahari pagi yang bersinar melalui tirai-tirai yang menggantung di pinggir jendela.
Ia tidak suka dingin dan ia juga tidak suka gelap, tidak tahu apa alasannya, ia hanya tidak suka.
Aodan mendesis pelan, jika ia menghancurkan tolpes kaca ini dengan ekornya, Luna mungkin akan lebih marah lagi padanya. Bisa-bisa ia akan dikurung di dalam ember plastik dan dilemparkan keluar dari rumah.
Aodan hanya bisa menggunakan cara biasa dengan harapan ia bisa segera keluar.
Kedua cakar hitamnya itu dengan lemah menggaruk dinding kaca, berusaha menyingkirkan penutup kayu yang ditaruh Luna di atas sana, tapi entah apa yang diletakkan di atas sana, Aodan tidak bisa menyingkirkannya karena terlalu berat.
Alhasil, ia hanya bisa menatap Luna yang sibuk memasak di dapur dan menunggu kapan wanita itu berbaik hati padanya. Dalam hati ia akan mengingat hari ini baik-baik, Luna bukan orang yang mudah dibujuk ketika ia sedang marah.
"Diam, akan aku keluarkan kau begitu semuanya selesai," gumam Luna tanpa menoleh ke arah Aodan.
Luna sudah pernah dikhianati satu kali, ia tidak ingin dikhinanati untuk yang kedua kalinya, apalagi oleh seekor kadal hitam yang tidak jelas manusia atau tidak.
Luna hanya tidak ingin mengalami hal yang sama untuk yang kedua kalinya, rasanya itu terlalu menyakitkan.
Meski perasaannya terhadap pengkhianatan itu sudah mulai membaik karena kedatangan Aodan, tapi tidak bisa Luna pungkiri bahwa ia merasa takut.
Saat ini ia hanya bisa menggantungkan dirinya pada Aodan, sebagai harapannya dan ia takut jika lagi-lagi dirinya akan menjadi orang yang ditinggalkan.
Kadal hitam yang terkurung di dalam toples kaca tidak lagi mendesis, ia berbaring dengan mata tertutup, mungkin terlalu lelah.
Luna menghela napas, menyelesaikan masakannya dengan cepat dan menata di piring. Apa yang ia masak malam ini tidak begitu mewah, hanya sup jamur dengan tambahan daging dengan beberapa olahan sayur yang ia buat seperti nugget, untuk menipu kadal itu supaya memakan lebih banyak sayur.
"Keluarlah." Luna mengguncang toples kaca dan kadal hitam berguling keluar, ia merayap menjauh dari Luna dan menyipitkan matanya.
"Apa? Kau marah padaku?"
Luna hendak meletakkan kembali toples ke atas lemari dan menghela napas. "Lain kali kalau kau pergi dariku, aku akan mengurungmu di sini."
Laci lemari yang ada di atas terbuka lebar dan Luna mendorong toples itu ke dalam. Kadal hitam mengerjapkan kedua matanya yang berwarna emas lalu mendengkus dengan pelan.
Luna menangkap kadal hitam dan melemparnya ke atas meja, sudah ada irisan buah yang diletakkan di atas piring kecil, Aodan melompat ke kursi dan langsung berubah.
BOFF!
Sosok lak-laki dengan wajah cemberut duduk di kursi, kedua tangannya saling bersilang di depan dada.
"Aku marah! Kau memperlakukanku dengan tidak manusiawi!"
Aodan menghentakkan sebelah tangannya di atas meja, mencoba mengeluarkan semua emosi yang sejak tadi terkumpul di dalam toples kaca, tapi langsung luluh begitu melihat sup yang berisi daging di depannya yang bergejolak dan ia langsung menelan ludah.
"Memangnya kau manusia?" Luna balik bertanya, meletakkan sendok ke mangkuk yang ada di depan Aodan. "Sudah, jangan banyak protes, makan."
"Kau wanita jahat." Aodan menghembuskan napasnya dengan kasar, tapi mangkuk yang ada di depanya tetap ia tarik mendekat. "Aku ... jangan ajak bicara aku lagi, aku tidak mau bicara lagi denganmu."
Luna tersenyum miring, kadal jadi-jadian di depannya ini memang masih memiliki jiwa yang kekanakan.
"Oke."
Luna terlalu malas meladeni Aodan, ia mengaduk makanannya. "Padahal besok aku ingin beli ayam untuk dipanggang, tapi karena ada yang marah … sepertinya aku harus memakannya untuk diriku sendiri."
Aodan langsung menatap Luna dengan mata berkaca-kaca.Wanita itu tersenyum lebar, merasa puas mengolok-olok Aodan. "Masih marah?"
"Tidak, tolong bagi ayam panggangnya denganku, aku … aku berjanji aku tidak akan mengulangi perbuatanku hari ini lagi."
Aodan menarik napas dalam-dalam, dengan alis yang terkulai lemah, ia mulai memakan makan malamnya tanpa berani protes sedikit pun.
Aodan tahu suasana hati Luna semakin buruk begitu mendengar nama Rachel berkali-kali keluar dari mulutnya, ia tidak tahu bagaimana caranya menghibur Luna dan membiarkan wanita itu terjebak dala emosinya.
"Bagus." Luna mengangguk dengan penuh kepuasan tapi Aodan yakin saat ini isi kepala Luna tidak berpusat padanya melainkan orang lain.
Hari pernikahan Rachel dan Gerald semakin dekat dan Luna tidak ingin ada hal yang merusak rencananya lagi, ia sudah menyiapkan gaun untuk dirinya sendiri dan Aodan, ia juga sudah memikirkan hal apa saja yang bisa ia lakukan untuk merusak rencana pernikahan Rachel dan Gerald.
Meski kadang ia merasa apa yang akan ia lakukan terkesan tidak pantas, tapi Luna berulang kali memikirkan bahwa sebenarnya dirinya yang menjadi korban, bukan Rachel.
Soal Mika, sebenarnya Luna masih terus memikirkan apa yang akan ia lakukan jika ia bertemu dengan wanita itu lagi.
Tidak heran Rachel begitu mudah mengetahui apa yang terjadi pada dirinya, ternyata ia mengirim seseorang untuk mengawasinya. Sepertinya Rachel sangat senang melihat keterpurukannya, Luna sampai tidak habis pikir, kenapa ia bisa berteman dengan wanita bermuka dua seperti Rachel.
Untungnya ia sudah bangkit dari keterpurukannya dan mulai menjalani hidup yang lebih baik, kalau tidak … Rachel akan semakin bahagia.
Luna tanpa sadar meremas kain serbet yang ada di atas meja dan menarik napas dalam-dalam.
Rachel telah merebut semuanya darinya, maka ia tidak akan membiarkan Rachel bahagia di hari pernikahannya, tidak hanya hari itu, di hari berikutnya tidak akan pernah Luna biarkan mereka bahagia.
Dirinya akan balas dendam!