webnovel

Mimpi Indah dan buruk

Taman bunga? Lha, kok aku ada di taman bunga? Aku mengedarkan pandangan ku. Dilihat dari manapun, taman bunga ini sangat familiar untuk ku. Aku berpikir sejenak. Oh! Ini Taman Istana Ruby!

"La...la...la...la~"

Suaranya merdu. Jangan bilang aku sedang mimpi tentang mama lagi? Aku menoleh ke segala arah mencari keberadaan mama. Ku temukan wanita cantik dengan pakaian tari Siadona. Ah, mama memang sangat cantik.

Aku berlari menghampiri mama. Lho, kok aku bisa menghampiri mama? Bukannya kalau aku mimpi tentang mama, biasanya dengan sudut pandang papa? Masa bodoh! Aku melanjutkan lari ku. Ketika sudah sampai, mama menoleh ke arah ku.

"Halo, Athanasia," mama tersenyum lembut pada ku.

Apa? Mama dalam mimpi ku mengajak ku bicara? Ha? Bagaimana bisa?

"Kau sudah besar, ya."

"Mama, bicara pada Athy?" aku bertanya bingung.

Mama menatap ku bingung kemudian tersenyum, "Athy kenal pada mama?"

"Iya! Athy memimpikan mama dua kali! Mama sangat cantik, Athy senang kalau memimpikan mama!" aku memekik girang dan melompat-lompat.

Mama terkekeh geli. Dia mengelus pelan kepala ku.

"Maafkan mama tidak bisa menemani mu, ya."

Aku menggeleng pelan, "tidak apa, mama. Asal mama mau datang ke mimpi Athy. Athy sudah senang, kok."

"Akan mama usahakan, ya. Nah sekarang, tidurlah."

Aku masih ingin berbicara dengan mama, tapi aku sangat mengantuk. Samar-samar aku melihat mama meneteskan air mata. Aku ingin menghapus air mata itu, tapi aku tak bisa. Sedikit demi sedikit, kesadaran ku sirna.

***

Sore harinya

"Lily. Kau tahu? Lucas sudah memenuhi syarat dari papa jadi Athy boleh belajar berpedang."

Aku menatap ke arah Lily yang sedang merapikan tempat tidur ku. Saat aku bangun, aku sudah ada di kamar ku. Aku tidak tahu siapa yang memindahkan ku. Mungkin saja Lucas dengan sihirnya memindahkan ku ke sini. Tapi yang aneh adalah Lily tidak kaget saat menemukan ku tertidur di sini. Padahal dia kan tidak tahu kapan aku pulang. Apa Lucas yang bilang pada Lily? Atau malah Seth? Terserah deh.

Aku tersenyum pada Lily. Lily terlihat senang, tapi juga sedih. Ya, Lily memang tipikal ibu sekali. Aku yakin Lily khawatir pada ku. Aku berlari menghampirinya dan memeluknya.

"Jangan khawatir Lily. Athy akan baik-baik saja. Yang akan mengajari Athy kan papa. Lalu kalau Athy kenapa-napa ada Lucas yang bisa menyembuhkan ku."

"Saya percaya itu Tuan Putri. Tapi tolong berjanjilah pada saya, Tuan Putri akan baik-baik saja."

Aku mengangguk dan tersenyum kemudian duduk di sofa. Aku meminta tolong pada Lily untuk membawa susu hangat dan camilan. Lily mengangguk dan menuju dapur.

Kalau dengan Lily aku hanya berani minta susu. Bagi orang dewasa, teh itu terlalu kuat untuk anak kecil. Padahal kalau aku pergi ke Istana Sapphire, aku berani minta teh. Maklum, Seth kan sudah tahu siapa aku sebenarnya.

Aku termenung. Tadi siang, bagaimana aku bisa berbicara dengan mama di dalam mimpi? Kalau hipotesa ku benar, selama dua kali mimpi tentang mama, aku sedang melihat ingatan papa tentang mama. Nah artinya, aku hanya akan bermimpi tentang mama saat aku tertidur di dekat papa.

Lalu, kenapa aku bisa bicara dengan mama tadi? Yang ada di sebelah ku kan bukan papa, tapi LUCAS! Aku harus mencarinya. Ini sangat penting untuk ku.

Aku berdiri dan membuka pintu. Aku kaget karena Lily sudah ada di depan pintu. Aku bilang pada Lily kalau aku mau mencari Lucas. Lily bilang pada ku kalau Lucas sedang menemui papa. Aku mengangguk dan menyuruh Lily meletakkan susu dan camilan di meja. Aku akan memakannya setelah bertemu Lucas.

Sambil berlari, aku menuju Istana Garnet. Ini masih sore, mungkin Lucas masih ada di Istana Garnet. Saat aku hampir sampai di Istana Garnet, aku melihat Lucas berjalan keluar. Aku mempercepat lari ku dan memanggilnya. Namun tiba-tiba, dia menghilang.

"Lha. Lucas teleport ke mana?" aku berhenti dan terdiam.

"Mencari ku, Tuan Putri?"

Aku berbalik, Lucas ada di belakang ku. Aku menatapnya kaget, kapan dia sampai di sini? Tidak mungkin kan, dia teleport dari depan istana ke sini? Jaraknya dekat sekali!

"HAHAHAHA! Kau harus lihat wajah jelek mu itu!" Lucas tertawa terbahak-bahak.

Apa katanya? Jelek? Wajah cantik nan imut milik ku dikata jelek? Orang ini! Mau bagaimana pun tetap saja menjengkelkan! Aku memukul punggungnya berkali-kali.

"Kau bilang aku jelek? Kau itu yang jelek! Dasar jelek!"

"Aduh! Hahahaha! Aduh! Hentikan itu jelek!" Lucas berteriak kesakitan, tapi masih mengejek ku.

"Yang jelek itu Kau!" aku memukulnya lebih cepat.

GREP!

Lucas menangkap kedua tangan ku. Aku menatapnya marah. Lepaskan bodoh! Sakit tahu! Aku meronta-ronta mencoba melepaskan tangan ku dari tangannya. Percuma, dia menggenggam ku terlalu kuat.

"Gara-gara Kau ya, Tuan Putri. Aku jadi kena masalah nih."

"Masalah apa?"

"Tugas ku semakin banyak," Lucas tersenyum sarkas.

"Aku kan tadi sudah minta maaf. Sekarang lepaskan tangan ku kemudian ikut aku."

Lucas melepaskan genggamannya. Dengan segera, aku menarik tangannya dan kami menuju Istana Emerald. Lucas tidak menolak atau bersungut-sungut kesal seperti biasanya. Aneh, papa habis ngapain Lucas sih?

Ketika sampai di Istana Emerald, aku mengajaknya ke kamar ku. Lucas tanpa disuruh langsung duduk di sofa dan mengambil camilan. Dasar tidak tahu sopan santun. Aku pun duduk berhadap-hadapan dengannya kemudian menatap serius.

"Wajah mu jelek sekali, Tuan Putri," ucapannya santai.

"APA? KAU-" aku menghela napas, "katakan Lucas. Apa Kau pernah bertemu dengan mama ku?"

Lucas menatap ku horor. Apa sih? Aku kan cuma bertanya. Jangan menatap ku begitu dong.

"Kau bodoh ya?"

"HA?"

"Kau orang pertama yang ku temui setelah tidur ratusan tahun, bodoh."

"Tidak usah mengatai ku bodoh dong!"

Lucas menggidikkan bahu dan berdiri. Lho, aku belum selesai bicara dengan mu. Kau pikir kau mau pergi ke mana?

"Maaf, Tuan Putri. Aku harus pergi."

"Kau kenapa buru-buru sih?"

"Aku kan sudah bilang tugas ku banyak," nada suaranya terdengar kesal.

"Berapa lama sampai tugas mu selesai?"

"Satu minggu."

"Oh. APA? LAMA SEKALI!"

Lucas menutup kedua telinganya. Aku menghujaninya berbagai pertanyaan karena tidak percaya. Tugas apa sih yang papa berikan? Satu minggu itu lama!

Lucas tidak mau menjawab dan diam. Aku menghela napas dan duduk lagi. Sepertinya aku tidak ada teman bermain satu minggu ini. Apa ini? Aku kesepian tanpa Lucas? Bukannya masih ada Lily, Seth, Hannah, Felix, dan papa? Ku pijat-pijat pelan pelipis ku. Sejak kapan aku mulai berpikiran seperti itu?

"Aku harus pergi sekarang, Tuan Putri. Aku janji akan mendengarkan cerita mu setelah aku pulang."

Aku mengangguk lemah. Haaaah...istana jadi sepi lagi.

"Berhenti membuat wajah jelek itu."

"APA KAU BILANG?"

Aku hendak menumpuknya dengan bantal, tapi Lucas sudah berteleport pergi. Aku meletakkan kembali bantal tersebut dan duduk. Ku minum susu yang ku pesan tadi. 'Sudah tidak hangat,' batin ku meneguk habis susu tersebut.

***

Beberapa hari kemudian (tepatnya 5 hari kemudian)

Beberapa hari setelah Lucas pergi melaksanakan tugas, aku benar-benar bosan! Rasanya seperti kembali ke masa lalu. Aku menghabiskan waktu dengan belajar, tea time dengan papa, dan main sendirian. Aku sih tidak apa-apa tidak ada teman asalkan papa memperbanyak waktunya untuk bermain dengan ku. Tapi nyatanya sama saja, papa sibuk dengan pekerjaannya jadi tidak bisa bermain dengan ku.

Lily dan Hannah masih bermain dengan ku sih, begitu juga dengan Felix. Oiya, aku baru saja berbaikan dengan Felix lusa kemarin. Aku kasihan dengan Felix. Tiap kali aku menemui papa, Felix pasti mendapatkan tatapan tajam. Lagipula aku juga tidak bisa diam-diaman terus dengan Felix kan?

Meskipun ada Lily, Hannah, dan Felix, main dengan mereka itu butuh tenaga ekstra. Aku harus berakting sebagai anak kecil. Kalau dengan Seth sih, malah ada sesi curhat. Haduh, bosan sekali!

"Tuan Putri."

Aku menoleh. Lily mendekati ku yang sedang duduk di dekat jendela. Lily tersenyum pelan.

"Anda harus bersiap-siap, Tuan Putri."

"Untuk?" aku bertanya bingung kepada Lily.

"Anda punya janji temu dengan Tuan Muda Alphaeus siang ini."

CTAAAAR!

Bak petir dalam badai, sinyal bahaya milik ku berbunyi tak karuan. Heh, sudah lama aku tidak merasa seperti ini. Padahal dulu sering berbunyi saat aku akan bertemu papa. Seiiring waktu bahayanya berubah ya.

Aku kok jadi melankolis, sih? Yang mau ku temui hanya anaknya Paman Putih! Anak umur sepuluh tahun yang masih suci dan polos! Ini bukan medan perang Athy! Aku menampar pelan kedua pipi ku, membuat Lily kaget dan khawatir. Aku tertawa hambar, lupa kalau masih ada Lily di sini.

Aku berdiri dan menggandeng tangan Lily. Kami menghampiri lemari pakaian dan memilih gaun. Aku mengambil sebuah gaun.

Sebuah gaun pendek dengan lengan panjang. Di bagian atas tampak seperti kemeja putih dengan beberapa ornamen di sekitar bahu berwarna ungu. Bagian rok nya memiliki beberapa lapis dengan warna ungu yang berbeda. Cantik sekali.

Aku belum pernah melihat gaun ini. Kapan papa membelikan gaun ini? Aku tidak ingat ada perancangan busana yang datang ke istana. Lily menatap bingung ke gaun yang ku pegang. Lha, kalo Lily saja bingung terus ini dari siapa?

Masa bodoh. Gaunnya bagus, aku pakai saja. Aku memberikan gaun itu pada Lily. Dengan cekatan, Lily membantu ku mengganti pakaian. Aku sebenarnya tidak ingin menata rambut ku, tapi Lily memaksa ku. Akhirnya rambut ku diikat tinggi ke belakang, padahal aku maunya digerai saja.

Karena Felix harus menemani papa untuk rapat, Lily menggantikannya untuk mengawal ku. Di sepanjang perjalanan menuju taman mawar, aku dan Lily bercerita banyak hal. Ketika kami sampai, Izekiel Alphaeus sudah sampai.

"Segala keagungan dan berkat untuk matahari Obelia. Terima kasih karena mau menghabiskan waktu dengan saya."

Izekiel Alphaeus menunduk, memberi hormat. 'Sopan sih, tapi bukan akting kan?' batin ku tersenyum simpul. Izekiel Alphaeus menarik kursi untuk ku. Aku duduk dan dia pun duduk di hadapan ku. Kue, teh, dan susu sudah tersedia. Aku menoleh pada Lily dan mengangguk pelan, memberi tanda untuk meninggalkan kami.

'Huhuhuhu...aku mau nya ditemani, bukan ditinggal!' aku merengek dalam hati. Apa yang harus ku lakukan! Aku menarik napas pelan dan meyakinkan diri. 'Semuanya akan baik-baik saja, Athy.'

***

Flashback

"Saat bertemu dengan Tuan Muda itu, apa yang akan Kau lakukan?" Lucas bertanya sebelum melahap kue kering.

"Entahlah. Mungkin aku akan mengikuti arus pembicaraan," aku menjawab sambil menerka-nerka apa yang mungkin terjadi.

"Berapa lama?"

"Mungkin dua jam."

Seth menaikkan sebelah alisnya, "Bagaimana Anda akan tahu kalau dua jam sudah terlewati, Tuan Putri?"

Aku terdiam sejenak. Kalau ada pertemuan terencana seperti itu, akan sangat tidak sopan untuk mengecek jam saku. Apalagi kalau mengecek berkali-kali, makanya ada aturan untuk tidak membuka jam saku saat pertemuan seperti itu. Belum lagi tidak ada pelayan atau pengawal yang akan mengawasi kami. Aku menghela napas. Aku bisa saja terjebak lebih dari dua jam karena hari itu tidak ada jadwal pelajaran.

"Seth. Tolong awasi Tuan Putri," Lucas mengunyah kue keringnya.

Aku dan Seth menatap Lucas bingung. Kami tidak paham dengan ucapannya.

"Ketika Tuan Putri punya jadwal bertemu Tuan Muda itu, Kau akan ku bebas tugaskan dari Istana Sapphire. Sebagai gantinya, tugas mu adalah menghampiri Tuan Putri dan berpura-pura kalau dia ada jadwal lain."

Aku dan Seth bungkam sesaat. Tidak terlalu lama sampai kami pun tersenyum dan berteriak bersamaan.

"IDE BAGUS!"

Flashback end

***

Aku yakin Seth sedang mengawasi dari jauh. Jangan takut Athy, sekarang kau harus meladeni Izekiel Alphaeus dulu. Dia adalah protagonis laki-laki di <Lovely Princess>, dia pasti punya pengaruh di novel itu. Cari tahu sekarang atau tidak sama sekali.

"Bagaimana pendaftaran untuk bersekolah di Arlanta?" aku bertanya basa-basi.

"Berjalan lancar, Tuan Putri."

Aku mengangguk pelan, "Em...aku harus memanggil mu apa?"

"Panggil saja saya dengan nama saya, Tuan Putri."

"Baiklah. Jadi Izekiel, saat Kau bosan, apa yang Kau lakukan?"

"Saya biasanya membaca buku. Kadang-kadang sepupu saya mengajak bermain."

Oh, dia langsung membicarakan Jennette. Apa yang perlu ku tanyakan? Ini kan masih pertemuan pertama. Hm... pandangannya tentang Jennette mungkin?

"Kalau aku boleh tahu, sepupu Izekiel itu orangnya seperti apa?" aku tersenyum simpul.

Izekiel tiba-tiba menunduk. Apa dia suka dengan Jennette? Tapi setahu ku, di <Lovely Princess> Izekiel tidak suka pada Jennette. Dia hanya mengikuti ayahnya untuk menjadi tunangan dan suami Jennette. Coba lihat, telinganya merah, dia tersipu malu.

"Sepupu saya anaknya sangat baik dan ceria. Dia selalu membuat orang disekitarnya tersenyum," dia diam sejenak, "meskipun begitu. Bagi saya, sepupu saya tidak ada apa-apanya dibanding Tuan Putri. Tuan Putri seperti malaikat di mata saya."

Ha? Sepertinya aku salah. Izekiel tidak tersipu malu karena Jennette, tapi karena aku? Lha, nggak salah nih? Apa jangan-jangan, Izekiel di <Lovely Princess> juga suka pada Athanasia? Pfft...tidak mungkin kan? Athanasia tidak pernah menampakkan wajah di hadapan Izekiel.

Haduh, takdir berubah seberapa banyak sih? Aku tersenyum menanggapi perkataan Izekiel. Aku memakan kue ku disusul Izekiel yang meminum tehnya malu-malu.

***

"Maaf saya baru mengatakan ini, tapi Anda terlihat cantik, Tuan Putri."

GLEG!

Aku menelan ludah. Ini tidak bohong, kan? Aku baru saja mendengar pujian klasik khas novel-novel romantis dari anak berumur sepuluh tahun! Ini murni perasaannya atau ada campur tangan Paman Putih?

Aku menatap Izekiel yang telinganya memerah. Aku tidak tahu itu murni atau hanya perintah. Aku tersenyum simpul. Apa ini sudah dua jam? Aku sudah kelelahan di sini, capek tersenyum terus. 'Seth! Selamatkan aku!'

Seakan mendengar suara hati ku, aku melihat Seth berjalan mendekat. Oh, dewi keberuntungan ada di pihak ku! Horeeee! Aku memasang wajah bingung, akting tentunya.

"Maaf mengganggu pembicaraan Anda, Tuan Putri, Tuan Muda Alphaeus. Saya datang untuk menjemput Tuan Putri. Sebentar lagi ada jadwal pelajaran."

Aku menoleh ke arah Izekiel, bertanya apa aku boleh pergi. Izekiel tersenyum dan mengangguk. Dia berdiri dan membungkuk, memberi hormat pada ku. Aku tersenyum dan melambaikan tangan kemudian pergi bersama Seth meninggalkan nya.

Aku menggandeng tangan Seth dan menghela napas. Seth terkekeh geli melihat ku. Seth mengawal ku kembali, tapi tidak ke Istana Emerald. Kami menuju ke Istana Sapphire? Mau apa di sini?

"Kenapa kita ke sini?"

Seth tidak menjawab, hanya tersenyum pada ku. Aku menatap bingung dan lanjut berjalan. Bukannya Lucas belum pulang? Ini belum ada seminggu kok, aku tidak mungkin salah menghitung hari. Lamunan ku buyar ketika mendengar suara pintu diketuk.

TOK! TOK! TOK!

Em...Lucas masih pergi kan? Lalu Seth sedang apa? Belum ada jawaban dari dalam, tiba-tiba pintu terbuka. Seorang laki-laki dengan rambut hitam panjang diikat, mata semerah ruby, dan tahi lalat di bawah mata kirinya duduk di sofa. Dia menyeringai.

"Sudah ku duga Kau akan memakai gaun itu. Apa Kau suka hadiah dari ku, Tuan Putri?"

"LUCAS!"

***

Next chapter