webnovel

Memecah Kelompok

"Kakak Luo, apakah makin buruk?" Li Yun berkata di samping Suro yang baru selesai memeriksa kondisi Rou Yi.

Dari nada bicara dan raut wajahnya menunjukkan kalau ia merasa mengkhawatirkan penyakit yang diderita oleh Rou Yi.

Suro menggeleng dan tersenyum. Senyuman pemuda itu langsung membuat Li Yun menarik nafas lega. Suatu pertanda baik, fikirnya.

"Alhamdulillah, denyut nadinya sudah terasa lebih tenang. Artinya, tidak ada masalah pada kondisi kesehatannya," jawabnya.

"Alhamdulillah," Li Yun menyahut, tampak raut kebahagian merubah wajahnya yang tadi sedih karena khawatir.

"Aku merasa jauh lebih baik, kakak," jawab Rou Yi. Ia mengatakan dengan posisi tubuhnya masih dalam kondisi setengah berbaring, "Lidahku sudah tidak terasa pahit lagi."

"Hmm, " Suro mengangguk, dan melanjutkan, "Meskipun demikian, adik Yi tidak boleh beraktivitas dulu, karena masih dalam proses pemulihan. Penyakit ini bisa timbul sewaktu-waktu jika kondisi tubuhmu terlalu lelah."

"Iya, kakak Luo," jawabnya sambil tersenyum.

Li Yun kemudian mendekati tubuh Rou Yi dan duduk di sisi pembaringan yang lain. Tangannya menggenggam tangan Rou Yi.

"Kakak, kapan kita bisa berangkat?" Rou Yi berkata. Gadis itu seperti berharap untuk segera pergi dari tempat persembunyian.

Suro menarik nafas sejenak, "Insyaallah, enam bulan lagi kita berangkat."

"Tak bisakah kita pergi sekarang dengan mengendap-endap menghindari kejaran orang-orang pemerintah?" tanyanya lagi.

"Sebenarnya bisa, hanya saja sangat beresiko. Apalagi dengan kondisimu sekarang. Perjalanan sangat jauh akan membebani tubuhmu, bisa-bisa bukan kesembuhan yang didapat, malah akan bertambah parah," ucapnya sambil tersenyum, "Jadi bersabar dulu, ya."

Rou Yi langsung menunduk. Ia merasa dirinya hanya menjadi beban Suro, sehingga sampai harus menunda keberangkatan mereka.

Melihat Rou Yi tertunduk dengan raut wajah sedih, Li Yun langsung mengangkat dagu gadis itu sambil tersenyum, ia tahu apa yang difikirkan Rou Yi.

"Hei, cantik," sapanya lembut, "Tak perlu buru-buru. Anggap saja kita sedang berpetualang. Kelak ini akan jadi cerita indah bagi anak cucu kita."

Ah, lagi-lagi Li Yun. Batinnya. Kata-kata Li Yun membuatnya tersenyum.

"Tak perlu sedih, semua sudah diatur. Allah punya kejutan yang indah dibalik semua ini," Suro berkata menghibur.

"Kakak, kau tak pernah lepas dari tuhanmu, ya. Aku bangga dan bahagia bisa mendapatkanmu. Jika begini, aku rela atas apa yang akan terjadi kelak," Rou Yi kembali membatin dan memandang wajah Suro dengan pandangan penuh kebanggaan.

"Apakah kakak tidak menyalahkanku?" tanyanya.

Suro langsung tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, "Yakinkanlah. Tetap optimis dan selalu bersikap husnudzon kepada Allah akan membuat hidup kita nyaman. Hidup ini terlalu singkat jika harus disikapi dengan kecewa."

Suasana hening sesaat diantara mereka, hanya terdengar samar suara pembicaraan dari Zhu Xuan dan orang-orang yang selalu bersama mereka di sudut lain nampak sedang berdiskusi.

"Kakak...." Li Yun tiba-tiba memegang lengannya, membuat Suro menoleh pada gadis itu, "Kami sudah lama tidak mendengarkan nasehatmu."

Suro menarik nafas sejenak sambil menyungging senyuman.

"Berfikirlah yang baik tentang apapun, maka nikmatilah. Dengan berpikir yang baik atas apa pun yang kita jalani, atas apapun yang kita hadapi, atas apapun yang kita terima. Karena dengan begitu kita akan bahagia. Maka nikmatilah, karena ini pun akan berlalu juga. Maka nikmatilah, karena rasa puas dan syukur atas apa yang telah kita raih akan menghadirkan ketenteraman dan kebahagiaan. Sedang ketidakpuasan hanya akan melahirkan penderitaan. Maka nikmatilah, karena ini pun akan berlalu. Maka nikmatilah, agar engkau tidak kehilangan hikmah dan keindahannya, saat segalanya telah tiada. Maka nikmatilah, agar tak hanya derita yang tersisa saat semua telah berakhir jua."

Rou Yi menatap wajah Li Yun yang juga kemudian menatapnya setelah Suro menyelesaikan kalimatnya yang begitu lancar mengalir. Mereka terdiam tersihir oleh ucapan yang bagaikan mantera yang baru saja mereka dengar.

"Rou Yi," Li Yun berkata, "Jika kakak Luo sudah resmi menjadi suamiku, aku sudah langsung memeluknya dari tadi."

Rou Yi terperangah mendengar kata-kata Li Yun, lalu kemudian tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakukan gadis itu, dan Suro... menggaruk-garuk kepalanya melihat tingkah dan polah dua gadis berbeda karakter itu.

***

"Aku merasa jenuh. Apa yang akan kita perbuat sekarang?" Chien Cou bertanya pada orang yang hadir diruangan itu.

Tampak sekali ia merasa sangat jenuh dan bosan tanpa melakukan apa-apa, sementara rekannya yang lain nampak berusaha menahan diri karena merasa sungkan dengan para senior mereka untuk mengatakan hal tersebut.

Mou Li langsung menyikut tubuh Chien Cou pelan, namun cukup mengejutkannya.

Zhu Xuan memandang Chien Cou, lalu ke arah anggota Serigala Merah lainnya dan tersenyum. Sebenarnya ia merasa maklum atas apa yang dirasakan oleh Chien Cou, dan itu tidak salah menurutnya. Hanya saja, saat ini ia belum menemukan rencana yang aman untuk keluar, karena Chen Lian dan yang lainnya sudah berada di kota itu dan pastinya sudah menyebarkan mata-mata untuk mengawasi kemunculan mereka dari persembunyian.

"Kami mohon maaf, saudara Cou," katanya sambil sedikit membungkuk, "Kami memaklumi bahwa kita semua pasti merasa jenuh dan bosan berada di tempat persembunyian ini. Tetapi, aku juga berharap kita bisa menemukan cara untuk bisa mengantarkan keluar pendekar Luo dan yang lainnya."

"Kami yang harusnya memohon maaf, tuan Zhu. Mewakili saaudara saya, kami memohon maaf," kali ini Wan Cai yang membalas ucapan Zhu Xuan. Ia merasa tak enak hati.

Akhirnya, Chien Cou buru-buru membungkuk dan menangkupkan kepalan tangannya, ia seperti menyadari ucapannya yang tak sopan.

"Saya mohon maaf, tuan Zhu, "katanya, "Mohon maklumi kebiasaan buruk saya yang memang tidak terbiasa terkurung."

Sejenak, mereka yang mendengar perkataan Chien Cou tertawa, dan itu membuat lelaki itu tak berani mengangkat kepalanya karena malu.

"Memang, kita harus memikirkan sesuatu agar bisa keluar dari sini," Tan Bu menyahut.

"Untuk sementara, kita harus bersabar. Jangan sampai salah langkah yang bisa berakibat fatal," Zhu Xuan mengatakan sambil melipat tangannya di depan dada, "Sebenarnya, aku punya rencana, tetapi aku ragu, makanya tidak kukatakan."

Suro langsung mengangkat tangannya memberi hormat, "Saya mohon maaf telah membuat saudara sekalian terlibat masalah ini."

Suro tiba-tiba merasa kalau dirinya sudah menjadi beban buat mereka.

"Tak ada beban buat kami, sebab mereka tidak hanya mengincar anda, tetapi juga kami," Wan Cai menyahut, dan diaminkan oleh orang-orang yang ada di situ.

Huang Nan Yu yang sedari tadi duduk di kursi kemudian bangkit, lalu tangannya memegang kedua bahu Suro sambil tersenyum pada Suro. Tatapan matanya lembut menatap Suro seperti tatapan orang tua pada anaknya.

"Tuan Muda Yang," katanya, "Kau sudah banyak membantu orang-orang, sekarang giliran kami yang membantumu. Aku rela melakukan apapun asal kau, Nona Muda Yang dan Rou Yi bisa keluar dari sini dengan selamat."

Suro makin menunduk, hatinya terharu mendengar ucapan Huang Nan Yu, tetapi baginya kalimat itu terdengar berlebihan ditelinganya. Ia merasa, dirinya pun tidak lebih berharga dari wanita itu.

Ia kembali menangkupkan tangannya dan langsung menunduk, tetapi Huang Nan Yu memegang kedua lengannya, hingga tubuhnya tertahan.

"Ananda tidak lebih berharga dari tetua. Setiap nyawa itu sangat berharga, tak mungkin ananda bisa mementingkan keselamatan diri sendiri tanpa memperdulikan keselamatan orang lain," katanya.

Mendengar itu, Huang Nan Yu langsung menangis, dan memeluk tubuh Suro dengan erat.

Pemuda itu membiarkan dirinya dalam pelukan Huang Nan Yu hingga ia dapat merasakan air mata hangat wanita paruh baya itu menetes dibahunya.

"Sungguh, tuan muda Yang anak yang berbakti. Aku yakin, orang tua kandungmu, gurumu, dan orang tua angkatmu yang telah wafat sangat berbahagia di alam sana, dan juga semua orang-orang yang mengenalmu akan rela berkorban demi melindungi keselamatanmu," Huang Nan Yu mengatakannya sambil terus menangis.

Semua yang hadir pun langsung terharu, bahkan sebagian dari anggota Serigala Merah yang dulu terkenal bengis pun ada yang meneteskan air matanya.

Wan Cai, demi melihat situasi yang demikian tampak larut dan nyaris pula meneteskan air matanya, tetapi agar itu tak terjadi, ia langsung menoleh pada Zhu Xuan dan langsung mengatakan, "Mohon anda sampaikan rencana tuan Zhu Xuan. Siapa tahu kami yang ada disini dapat memberikan masukan!"

Benar saja, suasana haru terpecahkan. Semua langsung memandang Zhu Xuan, berharap agar lelaki itu segera menyampaikan rencananya.

Lelaki itu langsung menarik nafas. Dahinya berkerut terlihat kalau ia sedang menyusun kalimat untuk mengatakan apa yang ada didalam kepalanya.

"Aku berfikir, sasaran utama Chen Lian dan kawan-kawan adalah pendekar Luo. Tetapi, setelah kejadian tempo hari, Chen Lian pasti merasa tak sanggup berhadapan dengan pendekar Luo, oleh karena itu ia memanfaatkan Nona Li Yun dan Rou Yi untuk memaksa pendekar Luo menyerahkan diri, dan rumus itu masih berlaku meskipun Chen Lian dibantu oleh sepasang Pendekar Api dan Angin serta beberapa prajuritnya. Apalagi dengan adanya Serigala Merah ditambah dengan puluhan anggota Bayangan Merah, sungguh mereka akan sangat kesulitan."

Zhu Xuan menyampaikan kalimatnya dengan jelas, sehingga orang-orang yang mendengarnya dapaat dengan mudah mengikuti setiap kalimat yang diucapkan sambil membayangkannya di kepala masing-masing.

Kemudian lelaki melanjutkan, "Jadi target utama mereka pastilah menangkap Nona Li Yun dan Rou Yi terlebih dahulu untuk digunakan sebagai sandera. Ibarat memancing, Nona Li Yun dan Rou Yi sebagai umpan untuk menarik pendekar Luo datang secara sukarela."

Sampai disini mereka diam dan belum mengajukan pertanyaan, kalimat Zhu Xuan masih belum selesai hingga mereka belum bisa menebak inti dari rencana ketua organisasi Bayangan Merah itu.

"Jika kita memaksa keluar dan bergerak bersama-sama, aku khawatir, jika bertemu dengan mereka hingga terjadi pertarungan, mereka dapat mengambil kesempatan disaat kita lengah dengan melakukan penculikan terhadap sandera. Agar itu tidak terjadi, maka kita harus memecah rombongan menjadi dua kelompok. Satu kelompok bergerak frontal dengan memunculkan diri dihadapan mereka bersama pendekar Luo, dan kemudian kelompok lainnya membawa sandera ke pelabuhan." Sampai kalimat ini, Zhu Xian terlihat menghela nafasnya begitu dalam. Dengan nada agak berat, ia kemudian berkata kembali, "yang kutakutkan adalah, pasti akan ada korban diantara kita."

Xiou Yu langsung maju ke depan sambil membungkuk hormat, "Aku siap untuk menjadi salah satunya!"

Tiba-tiba, anggota Serigala Merah yang lainnya langung berkata bersamaan seperti dikomando.

"Aku siap!"

"Aku siap!"

"Aku siap!"

Zhu Xuan langsung mengangkat satu tangan, memberi isyarat agar mereka tenang terlebih dahulu.

"Aku tahu, tuan-tuan pasti rela berkorban. Aku tak meragukan itu," katanya, "Sekarang adalah membagi kelompok menjadi dua. Dan nanti, kita harus meyakinkan bahwa Chen Lian dan semua anggotanya, termasuk pendekar pedang Api dan Angin berada dalam satu penyerangan menghadapi kelompok pendekar Luo, hingga mereka tidak menyadari kalau kelompok kedua yang membawa sandera dapat keluar dari kota ini hingga pelabuhan."

Mereka yang hadir langsung semangat mendengar rencana Zhu Xuan, dan sepertinya mereka sudah tidak sabar untuk segera melaksanakan rencana itu.

"Itu rencana yang bagus. Masalah korban yang berjatuhan, kupikir itu adalah sebuah resiko perjuangan demi menegakkan kebenaran dan keadilan di negeri ini. Meski menunggu beberapa tahun ke depan pun, perjuangan kita pasti akan menimbulkan korban," ucap Wang Yun kemudian.

"Kalau begitu, malam ini langsung saja kita bagi dua kelompok. Besok pagi atau siang, sudah bisa kita laksanakan!" Chien Cou mengatakannya dengan penuh semangat.

Tiba-tiba satu tepukan pedas mendarat dibahunya, hingga ia menoleh dan mendapati Mou Lie sedang menatap wajahnya dengan pandangan mengejek.

Chien Cou langsung membalasnya dengan mata mendelik dan penuh pertanyaan tentang tepukan Mou Lie, "Apa maksudmu?"

"Jika membagi kelompok, itu bisa saja dilakukan. Tetapi, apa kau tidak memikirkan kalau nona Rou Yi saat ini sedang dalam kondisi sakit dan tidak boleh banyak bergerak," Mou Li melemparkan kalimat dengan nada bertanya.

Chien Cou langsung menepuk jidatnya beberapa kali karena merasa terburu-buru. Ia lupa kalau ia juga harus memikirkan kondisi Rou Yi yang sedang sakit.

"Ah, bodohnya aku! Bodohnya aku!" umpatnya.

Wang Yun maju ke depan, "Sebaiknya kita mesti menunggu sampai kondisi nona Rou Yi benar-benar pulih."

Mereka setuju dengan pendapat Wang Yun.

Zhu Xuan menoleh pada Suro, "Menurut tuan Muda Yang, butuh waktu berapa lama bagi nona Rou Yi untuk memulihkan diri?"

Suro tak langsung menjawab, ia sedang memperkirakan waktu yang dibutuhkan oleh Rou Yi untuk pulih.

"Penyakitnya ini sangat rentan untuk kambuh jika tidak benar-benar pulih. Menurutku bisa memakan waktu lima sampai tujuh hari ke depan," jawabnya.

Mendengar keterangan Suro, mereka seperti menyayangkan kalau peristiwa ini terjadi. Tetapi mereka juga tak bisa apa-apa selain hanya menunggu sampai dengan waktu yang dikatakan oleh Suro.

Next chapter