webnovel

Karena cinta

Risa berbelanja keperluan memasak, dia sangat terampil sebagai perempuan. Mama dan papanya berjualan nasi uduk setiap pagi, biasanya saat pagi buta Risa menemani mamanya ke pasar untuk stok esok hari,sementara papa membuat masakan, papa lebih terampil memasak dari pada mama. Risa beruntung menyimak pekerjaan orang tuanya saat di dapur, kini dia tidak kesulitan mendampingi bayi besar seperti Hoon. Bagi Risa, Hoon seperti adik laki laki yang manja, sebetulnya Hoon dan bos Glen memiliki kesamaan, mereka berdua seperti orang yang dibesarkan bersama, memiliki karakter ingin di sayang dan dimanjakan, "apa mereka tak memiliki ibu?" tanya Risa pada direktur sendiri, dia tak pernah menanyakan urusan pribadi sebelumnya. Tapi mengingat tingkah Hoon ataupun bos Glen jelas mereka seperti anak anak yang merindukan sosok ibu.

"jika mereka satu keluarga, mungkin bos Glen akan menjadi kakak yang baik, setidaknya dia bisa memasak dan hidup lebih mandiri daripada Hoon, anak itu sangat menyebalkan dan juga menggemaskan!" sepanjang perjalanan pulang sambil menenteng kantong belanja Risa memikirkan tingkah Hoon dan bos Glen. Kenapa dua pria itu terus saja nangkring di otak Risa? Entahlah, Risa juga tak mengerti. Dia menyukai bisa menjadi orang yang bermanfaat untuk keduanya, Risa mengerjakan apa yang mereka minta dengan tulus, bagi Risa pekerjaan adalah prioritas. Jika dengan Hoon, Risa pure total karena pekerjaan, tapi terhadap Glen..

"Ah, dia bahkan tak pernah menghubungi!!" teriak Risa kesal sendiri, dia hampir saja membanting belanjaan ya, untung saja dia sadar akan uang yang sudah dikeluarkan. Risa menahan amarahnya, dia hanya bisa cemberut kesal.

"Kau tega sekali padaku, kau tak merindukan ku?" gerutu Risa sambil terus berjalan dengan gontai, dia menyusuri trotoar.

"APA KATAMU!! KAU TAK BISA SEPERTI INI!!"

"AKU BILANG KITA PUTUS!!"

"AAAMARRR!! AAAMAARR!!"

Sebuah mobil sedan lama keluaran Eropa melaju kencang melewati Risa, dia jelas mendengar pertengkaran sepasang kekasih -sepertinya- . Mereka terlibat cekcok di depan sana. Risa tak mau ikut campur, dia melanjutkan perjalanan. Gadis yang ditinggalkan begitu saja oleh kekasihnya tadi mengambil duduk di halte tak jauh dari posisi Risa berdiri.

TES..

Hujan tiba tiba turun, tetesan air yang perlahan semakin deras membuat Risa tersadar. Dia berlari mencari tempat berlindung. Risa ikut bergabung bersama gadis tadi di dalam halte. Risa berdiri, sementara gadis tadi tertunduk di kursi. Pakaian rapi dan aroma parfum. Sepertinya rencana akhir pekan mereka mendadak berubah karena percekcokan tadi, pikir Risa melirik ingin tahu. Kasihan sekali, dia sudah tampil cantik dan maksimal lalu ditinggalkan begitu saja. Risa merasa prihatin. Dia mengambil duduk di sebelah gadis yang masih menutup wajahnya, gadis ini sedang menangis.

Risa merogoh kantong celana dan mengambil selembar tisu. Dia menyodorkan pada gadis di sebelahnya.

"Apa kau baik baik saja?" tanya Risa mencoba membuka obrolan. Kenapa aku bertanya seperti itu, jelas saja dia sedang tidak baik baik saja! Risa menepuk dahi sendiri menyadari pertanyaan konyol dari bibirnya. Gadis itu menghentikan tangisan, dia membuka telapak tangan yang sedari tadi tertempel di wajahnya, dia menangis sampai sesegukan. Walau dia mencoba menahan tangisan tetap saja suara hik itu menandakan perasaan sedih yang dalam.

Risa bisa memahami itu, tadi memang sangat kejam sih, pria itu meninggalkan kekasihnya begitu saja setelah berteriak.

"Risa.." mendengar suara yang familiar membuat Risa segera menoleh. Dia sontak melotot tak percaya menyadari gadis yang menangis ini adalah Bunga.

"Bunga?" Risa masih tak percaya, begitupun dengan Bunga, keduanya kehilangan kata kata untuk sesaat, hanya suara hujan yang jatuh menimpa kanopi halte yang membuat suara.

"Ris, gue minta maa--" Risa memotong kalimat Bunga dengan garis senyum lebar. Dia berusaha mengerti akan kalimat lanjutan dari bibir Bunga, tapi sekarang bukan itu yang Risa inginkan.

"Lu ga papa?" tanya Risa perhatian, Bunga menggeleng. Dia menahan air mata, tapi sulit. Pipi mulusnya terus saja basah oleh tetesan air mata. Risa mencoba menenangkan dengan mengelus punggung Bunga.

"Risaaa.." Bunga memeluk Risa, dan Risa membiarkannya, membiarkan Bunga terisak dalam di pundaknya, membiarkan Bunga terus meraung dan menangis sakit, dia termehek mehek, sudah tak peduli lagi dengan riasan dan tampilannya.Risa tak mengerti tapi yang pasti hal buruk sedang Bunga alami.

Lama Risa menemani Bunga duduk di halte sambil menunggu hujan reda, hubungan canggung sudah berubah santai, Risa mengayunkan kakinya yang mengambang di bawah sana, sementara Bunga berusaha menenangkan diri.

"Kami sudah hampir enam tahun menjalin hubungan, bermula dari teman, sahabat dan saling nyaman" Risa sering mendengar kisah cinta Bunga dan Amar, mereka sudah empat tahun berpacaran, Bunga selalu membanggakan hubungannya yang manis.Mereka sudah banyak melewati manis asam hubungan percintaan, dan empat tahun ternyata tak membuat hubungan itu kian manis.

"Awalnya gue ga percaya kalau Amar punya selingkuhan. Tapi hari ini gue sengaja nyusul ke proyek dia di pinggir kota, buat mastiin kalau dia selama ini memang sibuk kerja--" Bunga menarik nafas panjang dan menghembuskan berat.

"Gue ga nyangka selama beberapa tahun ini gue dibohongi! Amar ga pernah kerja di hari weekend--" Bunga menyeka air mata lagi, membuat Risa tak tega, harusnya bunga tak menceritakan kisah pilunya saat hujan seperti ini. Udara dingin, jalanan yang basah, suara gemelutuk air menimpa kanopi di atas kepala, bukankah suasana ini terlalu dalam saat patah hati.

"Nga.. Pasti ada seseorang yang lebih baik dari Amar.." Risa berkali kali memikirkan kalimatnya sebelum mencoba menenangkan Bunga, Risa takut salah ucap dan malah semakin membuat Bunga terluka.

"Gue pikir Amar adalah yang terbaik Ris, gue kira Amar itu jodoh gue, gue ga bisa berpikir kalau bukan Amar yang bersama gue!!" suara bergetar Bunga semakin membuat Risa cemas.

"Gue ga tau kalau bukan sama Amar, gue ga yakin ada yang mau sama gue selain Amar.." kalimat Bunga terdengar ambigu, Risa mengerutkan dahi.

"Gue dan Amar udah ngelakuin semuanya, semuanya, SEMUANYA!!" Bunga berteriak kian lepas kendali, dia beranjak dari duduk dan berdiri, Risa ikut bangkit dan mencoba menenangkan bunga, Risa merangkul pundak rekannya itu. Suara hujan semakin deras, laju kendaraan yang kencang sesekali membuat cipratan, Risa dan Bunga sudah tak peduli dengan pakaian mereka yang basah.

"Dia udah nikmatin diri gue! Dia udah tidur sama gue!" Risa menelan ludah, tenggorokannya seakan sakit, tiba tiba kepalanya seperti berputar. Risa mengingat diri sendiri, kalimat barusan mengingatkan Risa akan hubungannya dengan bos Glen, mereka juga sudah melakukan semuanya! Kenapa dia bisa lupa akan hal ini! Bukankah sebelumnya dia sangat moderat dan menjunjung tinggi harga diri sebagai perempuan, tapi dengan bos Glen, sebentar saja membuat Risa menyerahkan semuanya. Bahkan Bunga sudah lama menjalin hubungan, tapi hari ini Bunga menyesalinya, Risa seketika cemas.

"Gue benci Amar, dia brengsek! Lu tau ga Ris, gue baru aja mergokin dia nyewa apartemen disana!!" tunjuk Bunga ke arah apartemen dimana Risa tinggal.

"Dia biasa booking cewek kampung dan tidur tiap akhir pekan sama orang yang berbeda!" penjelasan Bunga membuat Risa tak habis pikir, ko bisa? Ko bisa seorang pria tidur dengan banyak wanita? Ko bisa seorang pria berkhianat pada kekasihnya yang bahkan sangat mempesona, Bunga gadis imut dan cantik, dia juga ramah dan supel. kenapa Amar masih saja gatal saat ada wanita seperti Bunga di sisi nya? Risa tak habis pikir.

"Nga itu cowok lu aja yang bajingan, jangan mau sama cowok kayak gitu Nga!" ujar Risa mencoba menguatkan. Bunga mengangguk, tapi tetap saja dengan air mata.

"Tapi gue cinta Ris, gue cinta sama Amar.." Bunga menangis lagi membuat Risa bingung, harus bagaimana menenangkan orang yang patah hati? Risa tak berpengalaman, dia tak berani bicara blak blak an karena takut salah ucap, dia juga tak pandai memberi kalimat wejangan ala Mario teguh, Risa hanya bisa merangkul dan mengelus lembut kepala Bunga.

***

Hoon bangkit dari kasur, dia melirik jam weker di meja, sudah hampir dua jam Risa pergi, lama sekali! Gusar Hoon.

Hoon segera menggosok gigi sambil menunggu Risa, kotak sereal di meja tak menarik selera makannya, dia berharap Risa segera kembali dari pasar.

"Kenapa dia lama sekali sih?" Hoon semakin gelisah tak kunjung melihat kedatangan Risa. Dia membuka pintu menuju balkon, ternyata di luar sedang hujan.

"Dia bahkan hanya memakai kaos saja!" kesal Hoon. Dengan cepat Hoon meraih jaket dan payung, dia berniat menyusul Risa. Tapi Hoon tak tahu kemana arah pasar. Dia menggelengkan kepala tak peduli, dengan tergesa gesa Hoon menuruni lift, dia mendatangi seorang petugas keamanan dan bertanya kemana arah pasar.

"Supermarket?" tanya security tak percaya Hoon menanyakan pasar. Hoon menggeleng.

"Pasar pak, pasar" ulangnya. Pak satpam mengerutkan dahi, dia menatap Hoon sekali lagi.

"Tuan Jung ingin beli apa?" tanya satpam mencoba untuk perhatian.

"Saya tidak mau membeli apa-apa, saya mau ke pasar!" jelas Hoon sedikit jengkel.

"Lah, kalau ke pasar pasti mau beli sesuatu tuan, kalau tidak beli apa apa lebih baik istirahat saja di kamar" penjelasan pak satpam bukannya membuat Hoon senang malah dongkol.

"Saya mau ke pasar, beli ikan!" pukas Hoon berbohong, cepat beri tahu saja kemana arah pasar! Gerutu hati Hoon hilang kesabaran.

"Kalo ikan di sebelah juga ada tuan, masih fresh!" tunjuk security pada sebuah minimarket alam. Hoon menarik nafas berat.

"Saya ingin menjemput istri saya yang sedang ke pasar!" sungut Hoon dengan wajah serius. Pak satpam tertawa geli.

"Bilang dong! Pengantin baru suka malu malu sih!" ujar pak satpam sambil menepuk pundak Hoon. Mendapat sorot tajam mata Hoon, pak satpam segera mengangkat tangannya menunjuk kemana arah pasar, Hoon segera meninggalkan lobby dan menghentakkan kaki di lantai.

"Bukannya dari tadi!" kesal Hoon diambang batas kesabaran.

Bersambung.. tetap kasih review, komentar dan beri hadiah, aku senang dpt hadiah *ala bocah

***

Cinta itu sulit dimengerti, dan cinta juga kadang tanpa di sadari. Hoon kau mulai bucin..

Next chapter