webnovel

Sebuah Harapan

Di waktu yang sama saat Virgo memaksa dimensi ruang dan waktu terbuka, membuat beberapa sosok kuat merasakannya.

Khususnya di sebuah Istana yang terlihat menakutkan dengan badai dan petir yang terus menyambar, bayangan sosok hitam yang memiliki dua tanduk di kepalanya terduduk dengan santai di singgasananya, ia memasang raut wajah serius saat merasakan sesuatu.

Ia pun memetik jarinya seolah mengirim sinyal, lalu 4 istana pun mulai muncul satu persatu.

Istana pertama berada di sebuah pegunungan berapi yang di penuhi dengan magma dan api yang membara, tempat itu terlihat tandus tanpa kehidupan.

Sosok bayangan dengan dua tanduk bercabang dan memiliki tubuh besar meraung di puncak gunung berapi dengan magma di sekitarnya.

Istana kedua berada di dasar laut, sosok bayangan Dewi berwarna biru menadah ke atas permukaan seolah menerima sebuah sinyal.

Istana ke tiga berada di tengah hutan, istana itu terlihat sederhana dan sedikit kumuh namun begitu besar dan luas, bayangan sosok yang memiliki tubuh raksasa dengan senjata besar di punggungnya, ia sedang terduduk di singgasananya dengan mata yang melotot sambil mendengus dingin.

Dan istana terakhir juga berada di dalam hutan, istana tersebut terlihat lebih megah dari istana sosok bayangan raksasa, dan berada tidak jauh dari sungai besar di dalam hutan.

Bayangan sosok yang memiliki sebuah tanduk di dahinya menatap ke 10 bayangan sosok di depannya dan seolah mengatakan sesuatu ke pada mereka semua.

Setelah ke empat istana terlihat, senyuman miring muncul di wajah bayangan sosok bertanduk yang memetik jari sebelumnya, ia tersenyum miring dan terlihat puas penuh semangat.

Di tempat lain di desa hujan, Ken dan penyihir lainnya terduduk lemah dengan penuh luka di sekujur tubuh mereka, dari belasan penyihir yang keluar untuk mengalihkan perhatian para hewan buas, kini mereka hanya tersisa 8 orang, hampir setengahnya telah tewas oleh hewan buas.

Sementara itu, tetua berjanggut putih yang pergi menghadapi monster kendi belum mengirim sinyal kepada mereka.

"Ketua, kita tidak punya pilihan lain lagi, pelindung cahaya ungu tidak akan bisa bertahan lebih lama lagi, kerusakan yang di timbulkan oleh serangan para hewan buas mulai meningkat.

Kami hanya bisa bertahan paling lama selama 3-4 jam, jika bantuan dari kota belum juga sampai semuanya akan berakhir". Ucap Jero melaporkan keadaan yang membuat situasi mereka semakin terpuruk.

Mendengar itu semua penyihir yang tersisa menjadi semakin ketakutan, mereka pikir harusnya pelindung cahaya masih bisa bertahan 2-3 hari lagi.

"Bagaimana mungkin, perahu untuk melarikan diri baru selesai 60% dari yang dibutuhkan". Tegas salah satu penyihir dengan cepat.

"Aku tahu, kita tidak bisa menyelamatkan semua penduduk desa, satu-satunya cara adalah, sebagian dari mereka harus melarikan diri ke hutan, tidak ada pilihan lain lagi". Jawab Jero dengan putus asa.

"Itu tidak mungkin, lari ke hutan sama saja dengan bunuh diri, para hewan buas akan langsung memburu mereka". Balas seorang penyihir yang juga tidak percaya dengan saran Jero.

"Lalu menurutmu kita harus bagaimana, kita tidak bisa memaksakan semuanya, keadaan kita sedang terpuruk, aku juga tidak menginginkan hal itu, tapi ... ". Jero hanya bisa menunduk lemah.

"Ketua bagaimana menurutmu?". Sambung Jero menatap Ken yang terlihat masih pucat dan putus asa, Ken mengatupkan gigi, ia benar-benar tidak percaya akan berada dalam situasi tersebut.

"Jero benar, kita tidak punya pilihan lain, sebagian penduduk hari lari ke hutan, dan kita sebagai penyihir yang tersisa harus melindungi mereka". Jawab Ken dengan tegas.

"Tapi ketua bagaimana kita melakukannya, melindungi diri sendiri saja sangat sulit bagaimana kita bisa melindungi para penduduk, terlebih di dalam hutan juga banyak hewan buas lainnya, itu sama saja dengan bunuh diri". Ucap salah satu penyihir yang tidak setuju.

"Kita harus melakukannya, bahkan jika kita harus mati untuk melindungi mereka, bantuan dari kota tidak akan datang dan yang bisa melindungi mereka hanya kita yang tersisa". Tegas Ken dengan yakin, mendengar itu para penyihir hanya bisa menunduk tak berdaya.

"Boom".

Tanah tiba-tiba bergetar saat suara ledakan yang membuat lubang sedalam satu meter terbentuk di luar cahaya pelindung ungu, mata meruncing berwarna merah terlihat samar di dalam kumpulan debu tersebut.

Ken dan yang lainnya langsung tercengang melihat sosok di depan mereka, terlebih aura yang di keluarkan sosok itu sangat menakutkan.

"Itu ... Itu Monster kendi!".

"Bagaimana mungkin dia berada di sini, apakah tetua sudah di kalahkan dengan begitu cepat".

"Tidak ... Tidak mungkin tetua yang paling kuat dan berpengalaman bisa di kalahkan dengan begitu cepat".

Para penyihir benar-benar tercengang tidak percaya dengan yang dilihatnya, kumpulan debu pun mulai samar dan sosok monster kendi terlihat jelas.

Mulut besar dengan gigi-gigi seperti gergaji di penuhi oleh darah segar, seakan baru saja memangsa.

Mata Ken pun langsung memerah saat melihat sosok monster kendi di depannya, "Brengsek apa yang kau lakukan kepada tetua kami". Teriak Ken dengan keras dan marah kepada monster kendi.

Senyum miring yang menakutkan langsung terlukis di mulut monster kendi, dan suara tawa yang menggelegar pun terdengar, membuat mereka semua langsung bergidik ngeri.

Monster kendi tidak menjawab, namun ia langsung menyerang dengan cakarnya yang begitu tajam, 3 cahaya selebar 2 meter langsung melesat ke arah mereka.

"Boom ... Kraaack ... Kraack".

Ledakan keras pun langsung terdengar bersamaan dengan suara retakan pada cahaya pelindung ungu, para penyihir yang menyaksikan itu langsung melotot ngeri, mereka semua tahu, serangan itu bisa langsung merobek tubuh mereka menjadi dadu.

"Ketua ini tidak bagus, cahaya pelindung tidak bisa menahannya lagi, jika kita mendapat 2-3 serangan yang sama, cahaya p lindung benar-benar akan lenyap". Suara Jero terdengar sangat panik.

"Mendengar itu, Ken sangat terkejut, Kalian semua cepat evakuasi semua warga, tidak ada waktu lagi, utamakan anak-anak, wanita dan orang tua untuk melarikan diri ke laut". Perintah Ken dengan cepat.

"Bagaimana denganmu ketua?". Tanya salah satu penyihir yang melihat Ken tetap diam tak bergeming menatap monster kendi.

"Aku dan Jero akan tetap di sini menahan monster menjijikkan ini". Jawab Ken dengan cepat.

"Apa lagi yang kalian tunggu, apa kalian tidak mendengarkan perintah ketua?". Tegas Jero dengan cepat, ia setuju dengan keputusan Ken, setidaknya dengan gabungan kekuatan mereka berdua, penyihir yang lainnya memiliki sedikit waktu untuk mengevakuasi para penduduk.

Mendengar itu para penyihir yang tersisa langsung bergegas melesat, dengan mata yang berair dan tak berdaya, tidak ada pilihan lain lagi.

Kini mereka hanya tinggal berdua, serangan ke dua dari monster kendi semakin menambah kerusakan cahaya pelindung ungu, "Jero apa kau sudah siap". Tanya Ken dengan ringan.

"Apa maksudmu siap untuk mati?". Tanya Jero sambil tersenyum pahit, "Kita sudah melalui banyak hal bersama, Asuka sudah tewas, aku tidak bisa melindunginya, tapi aku tidak bersedih lagi karena sebentar lagi aku akan menyusulnya". Jawab Ken dengan juga tersenyum pahit.

"Kau pikir aku juga akan diam saja melihat kalian pergi berdua, kita akan pergi bersama". Balas Jero tersenyum tipis.

"Boom".

Serangan ketiga dari monster kendi langsung menghancurkan pelindung cahaya ungu, dan di saat yang sama, suara gemuruh mulai terdengar dan awan hitam dengan petir yang terus menyambar tiba-tiba muncul di laut.

Sebuah lubang hitam terbentuk di tengah-tengah awan gelap dan cahaya hitam tiba-tiba melesat turun, Aura menakutkan yang tak terhingga membuat semua makhluk hidup dalam radius ratusan kilometer langsung kesulitan bernapas dan merasa sangat tertekan.

Monster kendi pun mundur beberapa langkah dan terlihat sangat ketakutan, sedangkan Ken dan Jero sudah ambruk berlutut tidak bisa menahan tekanan aura yang begitu dahsyat.

Next chapter