webnovel

Bertemu Kakek

Tristan memarkir mobilnya di garasi. Ia membukakan pintu untuk Haruna. Namun, belum sempat Haruna keluar dari mobil. Chris datang dan mencengkeram kerah baju Tristan.

"Apa yang kamu lakukan pada Haruna?" Christian bertanya dengan nada emosi.

"Sudah aku bilang, Kakak tidak perlu ikut campur masalahku dan Haruna," jawab Tristan dengan acuh. 

Bugh!

"Akh! Tristan!" Haruna berteriak kaget saat Tristan tersungkur akibat pukulan Christian.

"Haruna, aku akan membawamu pergi dari sini. Ayo!" ucap Christian. Ia menarik tangan Haruna, tetapi Haruna menepisnya.

Haruna menghampiri Tristan dan membantunya berdiri. Christian hanya bisa menganga tak percaya. Haruna memilih membantu Tristan daripada ikut dengannya.

"Tris, kamu tidak apa-apa?" Haruna bertanya dengan khawatir.

"Haruna, kamu tidak perlu takut. Aku akan membantumu pergi dari Tristan dan rumah ini," ucap Chris. 

"Maaf, Chris. Aku tidak akan pergi denganmu. Pulanglah!" ucap Haruna. Ia mengusap sudut bibir Tristan yang mengeluarkan darah. 

Christian tidak mengerti jalan pikiran Haruna. Dia tinggal di rumah itu sebagai sandera, tetapi kenapa dia menolak pergi dari rumah itu. Christian tidak habis pikir.

Brumm!

Sebuah mobil hitam berhenti di belakang Christian. Dari dalam mobil itu keluar seorang kakek yang berjalan dengan bantuan tongkat kayu. Ia memakai kaca mata tebal, wajahnya yang sudah tidak kencang lagi itu masih memancarkan wibawa yang tinggi. Ia melangkah mendekati mereka bertiga.

"Ada apa dengan kalian berdua? Apa Kakek mengajarkan kalian supaya bertengkar seperti ini?" Edi menatap wajah mereka bergantian. "Chris, sejak kapan kamu jadi kasar pada Tristan? Dan kamu Tristan, kapan kamu bisa bersikap dewasa? Kapan kamu bisa lebih hormat saat berbicara dengan Kakakmu?" Edi membuka kaca matanya dan melirik ke arah Haruna.

"Inikah gadis yang Budi katakan beberapa waktu lalu? Dia memang tidak terlihat seperti wanita panggilan yang biasa menemani Tristan. Aku harus tahu siapa dia sebenarnya," gumam Edi dalam hati. 

"Kenapa Kakek datang ke sini?" tanya Tristan. Ia yakin kakeknya tidak semata-mata ingin mengunjunginya.

"Apa maksudmu Kakek tidak boleh datang?" Edi menatap tajam ke arah Tristan. 

"Bukan be-gitu, hanya saja … tidak biasanya," ucap Tristan sambil menundukkan kepalanya. 

"Chris kamu pulang! Dan kamu Tristan, masuk sana!" ucap Edi.

Christian masuk ke dalam mobil dan pergi. Ia tidak pernah membantah ucapan kakeknya. Christian sebenarnya penasaran kenapa kakeknya datang ke rumah Tristan. Namun, ia tidak mau membuat kakeknya marah. Itu akan bahaya untuk penyakit darah tinggi yang diidap kakeknya.

Sementara Tristan masih berdiri di depan sang kakek. Kakeknya kembali menyuruh Tristan masuk ke dalam. Kali ini Tristan menurut. Ia menggandeng tangan Haruna dan mengajaknya untuk masuk, tetapi kakeknya menghentikan langkah Tristan.

"Tunggu! Kamu, ikut Kakek!" ucap Edi.

"Siapa, Kek? Dia?" Tristan bertanya sambil menunjuk Haruna.

"Siapa lagi? Kakek tidak ingin bertengkar denganmu. Masuk sendiri dan gadis itu, biarkan dia di sini!" 

Deg! 

Haruna menegang kaku. Berbagai pertanyaan melintas dalam pikiran Haruna. Kenapa kakeknya Tristan ingin bicara dengannya? Apakah ia akan diminta meninggalkan Tristan seperti yang biasa terjadi di film-film?

"Tidak! Tristan tidak bisa meninggalkan Haruna berdua dengan Kakek," tolak Tristan. Ia tidak tahu apa yang akan kakeknya lakukan. Ia tidak mau mengambil resiko. Tristan takut kalau Haruna disuruh pergi dari rumahnya.

"Uhukk, uhuukk, kamu … berani melawan ucapan Kakek! Uhukkk …." Edi berpura-pura batuk dan sesak napas.

"Kek! Kakek tidak apa-apa, kan? Kakek tenangkan diri Kakek! Tristan akan menuruti perintah Kakek, tapi Kakek harus tenang," ucap Tristan dengan khawatir. Ia sangat khawatir melihat penyakit sang kakek kambuh.

Mendengar ucapan Tristan, sebuah senyum simpul tertarik di bibir tuanya. Tristan terpaksa masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Haruna di teras bersama sang kakek. Dengan berat hati, Tristan melangkah masuk ke dalam rumah. 

"Kamu, ikut Kakek!" ucap Edi. Ia masuk ke dalam mobil dan sang sopir menahan pintu mobil untuk Haruna. 

"Silakan, Nona!" ucap sang sopir.

Haruna melangkah dengan gemetar dan masuk ke dalam mobil. Ia duduk di samping Edi sambil meremas jemarinya sendiri. Jantungnya berpacu dengan cepat. Haruna sangat takut dengan sikap Edi yang tegas.

"Son, kita pergi!" ucap Edi pada sopirnya.

Tristan menatap kepergian mobil kakeknya dengan cemas. Ia segera menelpon Levi agar mencari informasi. Ia tidak bisa bergerak sendiri, tetapi mata-mata Tristan ada dimana-mana.

***

Sepanjang jalan, Edi tidak mengatakan apa pun. Ia hanya diam sambil menyandarkan tubuh rentanya di sandaran jok. Sikap diamnya membuat Haruna semakin takut.

"Kita sudah sampai, Tuan," ucap sopir.

"Hem," jawab Edi pelan. Ia turun dari mobil. "Ikut Kakek!" ucapnya pada Haruna. 

Haruna turun dan mengikuti Edi. Haruna mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah. Rumah yang sangat besar, garasi dan halaman depan juga sangat luas. Ia melangkah masuk ke dalam rumah. Lantai marmer itu terlihat sangat mengkilap. Haruna sampai bisa melihat pantulan wajahnya dengan jelas. 

"Lantainya seperti cermin. Apa tidak licin?" batin Haruna. 

"Tuan besar, Anda sudah pulang?" Seorang wanita paruh baya menyambut mereka. Ia melirik sekilas ke arah Haruna. Pandangannya tidak seseram Edi. Dia adalah pelayan senior di rumah keluarga Izham.

"Bawakan dua cangkir teh ke ruang baca!" pinta Edi.

"Baik, Tuan," jawab pelayan itu.

Edi membuka pintu ruang baca. Ia melangkah lebih dulu dan duduk di sofa. Ia melambaikan tangan pada Haruna.

Haruna terkagum-kagum melihat deretan buku yang tertata rapi di rak buku. Ia duduk dan menunduk. Haruna tidak berani menatap wajah Edi.

"Siapa namamu?" 

"Saya, Haruna, Tuan," jawab Haruna dengan gugup.

"Jangan panggil Tuan! Panggil saja Kakek!" ucap Edi. Nada bicaranya kali ini lebih santai dan hangat, tidak sedingin tadi. "Jadi, namamu Haruna. Kamu mengenal Chris?" tanya Edi.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!"

Pelayan masuk membawakan minuman dan kue. Setelah meletakkannya di meja, ia pun pergi. Senyum kagum nampak di bibir pelayan itu. Sepertinya ia menyukai Haruna.

"Gadis ini sangat cantik. Apa dia yang akan dinikahkan dengan Tuan Chris?" pikir pelayan.

"Kakek! Apa yang Kakek lakukan? Kenapa Kakek membawa Haruna ke sini?" Christian tiba-tiba menerobos masuk dan bertanya pada kakeknya dengan suara pelan. Christian tidak boleh berbicara terlalu kencang atau penyakit sang kakek bisa kambuh kapan saja.

"Siapa yang menyuruhmu masuk? Keluar dan biarkan Kakek bicara dengannya!" suruh Edi sambil mengibaskan tangannya. 

"Kenapa kedua bocah ini begitu ketakutan melihat Haruna bersamaku? Mereka berdua yang anti jatuh cinta, mungkinkah mereka sama-sama jatuh cinta pada Haruna? Ini rumit," batin Edi.

"Chris akan di sini," jawab Christian. Ia duduk di samping Edi.

"Hah, apa aku sudah tidak dianggap sekarang. Kenapa semua orang tidak patuh padaku?" Edi menghela napas berat. 

Haruna dan Christian saling pandang. Christian tidak mau meninggalkan Haruna. Namun, Haruna tidak tega melihat Edi begitu frustasi.

"Chris, aku tidak akan kenapa-kenapa. Keluarlah! Kamu tidak kasihan melihat Kakek?" Haruna membujuk Christian agar keluar. Haruna juga penasaran dengan apa yang ingin Edi katakan padanya. Jika Christian tidak pergi, Edi pasti tidak akan bicara. Jadi, ia membujuk Christian. Christian menuruti perintah Haruna. Meskipun dengan perasaan terpaksa, ia pun keluar.

Apa sebenarnya yang ingin dikatakan Edi pada Haruna?

Next chapter