Ting! Tong!
Tristan membuka pintu. Saat pintu terbuka, di depan pintu berdiri seorang wanita berpakaian seksi dengan senyum yang begitu menggoda. Dia adalah Jasmine, wanita penjaja cinta yang biasa Tristan bayar untuk menemaninya. Tentunya bukan hanya sekedar menemaninya duduk bersantai, tetapi menemaninya olah raga ranjang. Wanita itu segera merangkul Tristan dan menggelayut manja di dada bidang Tristan.
"Sayang, kemana saja selama seminggu ini? Aku tidak melihatmu di klub?" tanya Jasmine sambil mengecup leher Tristan.
"Aku sibuk. Masuk dulu!" ucap Tristan. Jasmine melepas pelukannya dan masuk ke dalam. Ia duduk dengan menumpangkan sebelah kakinya. Tristan menutup pintu dan duduk di samping Jasmine. Jasmine adalah wanita yang paling sering Tristan sewa karena diantara wanita yang klub SUN sediakan, hanya Jasmine-lah yang paling menggoda dan juga paling cantik. Namun, entah mengapa hari ini Jasmine terlihat biasa saja di mata Tristan.
Jasmine bangun dan duduk di pangkuan Tristan lalu mulai mengecup bibir Tristan. Kedua tangan dengan jemari lentik itu mulai menyusuri setiap lekukan perut sixpack Tristan. Tristan mulai terbakar gairah dan membalas permainan lidah dari Jasmine. Namun, suara teriakan Haruna membuyarkan hasrat Tristan yang sedang menggelora.
"Tristan! Buka pintunya! Kumohon, hiks hiks." Haruna terus berteriak sambil menggedor pintu.
"Sial! Pergi kau!" ucap Tristan dengan marah sambil mendorong Jasmine dari pangkuannya hingga terjatuh.
"Sayang, suara siapa itu?" Jasmine bangun dan merapikan bajunya.
"Bukan urusanmu! Ini bayaranmu, pergilah!" Tristan melempar selembar cek dengan nominal dua puluh juta rupiah. Ia mengusir Jasmine dari rumahnya dan mengunci pintu lalu dengan emosi ia melangkah ke kamar Haruna.
Ceklek!
Mendengar suara kunci diputar, Haruna tersenyum. Haruna sudah bersiap memohon pada Tristan agar tidak mengurungnya dan berjanji tidak akan pernah pulang ke rumahnya. Saat pintu terbuka, senyum Haruna berganti ketakutan. Tristan melangkah dengan pandangan seperti seekor serigala yang siap menerkam mangsanya.
Melihat Tristan melangkah maju dengan wajah menyeringai, Haruna melangkah mundur. Keringat dingin mulai keluar dari pori-pori kulit putihnya. Perlahan-lahan kulit Haruna mulai basah oleh keringat hingga merembes ke baju yang dipakai Haruna.
"Mau … apa kamu?" tanya Haruna dengan ketakutan.
Tristan tidak menjawab, ia terus melangkah maju hingga ia melewati pintu. Tristan menutup dan mengunci pintu kamar Haruna. Haruna semakin ketakutan, Haruna mencoba keluar dengan mendorong Tristan dan mencoba membuka kunci, tetapi tangan Haruna kalah cepat dengan tangan Tristan yang mengambil kunci kamar dan melemparnya ke atas ranjang. Haruna terbelalak saat Tristan menggendong tubuh Haruna di atas pundaknya.
"Lepaskan aku! Apa yang mau kau lakukan padaku? Tristan! Lepas!" Haruna berteriak sambil memukul punggung Tristan. Ia terus memberontak dalam gendongan Tristan hingga ia terhenyak saat Tristan melemparkannya ke tengah ranjang dan mengunci pergerakan Haruna di bawah tubuh Tristan.
"Apa kau tahu?"
"Tahu … apa?" Haruna gemetaran dalam kungkungan Tristan.
"Aku sedang bersenang-senang di bawah dan kau … merusak kesenanganku. Sekarang, kau harus bertanggung jawab!" ucap Tristan. Ia menyeringai menatap Haruna yang sangat ketakutan.
"Aku minta maaf, aku tidak tahu. Kumohon lepaskan aku, aku tidak bermaksud mengganggumu." Haruna terisak. Air mata mulai menetes di kedua sudut matanya.
Tristan sudah tidak memedulikan tangisan Haruna. Tristan mulai mengecup paksa bibir Haruna. Haruna memberontak hingga ia tidak punya tenaga lagi untuk memberontak. Tristan benar-benar sudah gelap mata. Rintihan dan tangisan Haruna tidak membuat Tristan sadar dan berhenti. Justru Tristan semakin terbakar gairah dan tidak sanggup untuk menahannya. Tristan membuka baju dan seluruh kain yang menempel pada tubuh Haruna.
"Tristan, hentikan! Hikss hikss. Kumohon, berhenti! Tristan lepaskan aku! Tidak!" Haruna menjerit sekuat tenaga hingga suaranya menggema di sekeliling rumah.
Satu jam kemudian.
"Hiks hiks …." Haruna duduk meringkuk di tepi ranjang.
Seluruh tubuh Haruna dipenuhi tanda kissmark yang membiru. Sementara Tristan berbaring kelelahan setelah menuntaskan hasratnya pada Haruna. Haruna terus mengusap tubuhnya. Ia merasa kotor, menjijikkan, tidak berharga. Haruna kehilangan kehormatannya, rasanya ia tidak sanggup menghadapi dunia lagi. Haruna turun dari ranjang dan melangkah menuju jendela.
"Mau kemana kamu?" tanya Tristan. Ia bangun dan duduk melihat Haruna yang melangkah ke arah jendela dengan pandangan kosong. Saat Tristan melihat Haruna membuka jendela, ia mulai waspada dan perkiraannya benar. Haruna mencoba bunuh diri. Tristan segera berlari sebelum Haruna melompat dari jendela. Ia memeluk Haruna dengan erat dan menariknya menjauh dari jendela.
"Lepaskan aku! Brengsek!" Haruna meronta sambil memaki Tristan.
"Tidak akan! Sebelum kau tenang dan diam. Jangan berpikir untuk mengakhiri hidupmu! Hidupmu adalah jaminan keluargamu. Jika kau mati, keluargamu akan ikut mati!" ancam Tristan.
Haruna menangis tersedu-sedu mendengar ancaman Tristan. Haruna memukuli Tristan dengan tenaga yang lemah. Tristan berdiri tegak di depan Haruna dan menerima setiap pukulan yang bahkan tidak terasa olehnya. Sampai Haruna kelelahan dan terduduk di lantai dengan memegangi selimut yang menutup tubuh polosnya. Sementara Tristan hanya memakai boxer hitam, ia berjongkok di depan Haruna yang masih tersedu-sedu.
"Kau masih peraw*n? Lalu … Kiara, anak siapa? Dia bukan anakmu?" tanya Tristan. Sejak ia hendak melakukannya pada Haruna tadi, Tristan sudah menyadari kalau Haruna masih peraw*n. Tristan merasa bangga karena dirinya adalah lelaki pertama bagi Haruna.
Haruna hanya terus menangis dan tidak menjawab pertanyaan Tristan. Tristan memegang pundak polos Haruna, tetapi Haruna menepis tangan Tristan dengan kasar. "Singkirkan tanganmu! Kau … brengsek!" maki Haruna.
Tristan memaksa dan menggendong Haruna lalu membaringkannya di ranjang dengan lembut. Haruna segera berbalik membelakangi Tristan. "Kau bisa diam sampai kapan pun. Asal kau tahu, mudah bagiku untuk mencari informasi tentang Kiara. Haruna, kau wanita pertama yang mengganggu pikiranku," ucap Tristan lembut.
"Aku yakin pikiranmu sudah terganggu sejak dulu. Sejak dulu kau memang sudah gila, bahkan tanpa bertemu denganku, kau juga memang sudah menjadi orang gila!" ucap Haruna dengan emosi. Bagaimana bisa dirinya yang menjadikan Tristan terganggu. Haruna tidak merasa merayu atau menggodanya, bahkan Haruna sangat ingin menghindarinya. Haruna menutupi seluruh wajahnya dengan selimut dan kembali terisak di bawah selimut. Haruna merasakan sesuatu yang merembes di antara pangkal pahanya. Rupanya masih ada sisa benih Tristan yang merembes keluar. Haruna pun bangun dan melangkah ke kamar mandi.
"Kemana lagi?"
"Mandi dan mencuci cairan hina milikmu, brengsek!" jawab Haruna. Haruna sudah tidak sudi memanggil nama Tristan dan terus memakai kata brengsek sebagai kata panggilan untuk Tristan. Haruna masuk ke dalam kamar mandi, ia mengisi bak mandi dengan air hangat dan merendam tubuhnya di dalam bak mandi. Haruna merasakan perih di antara pangkal pahanya. Ia menggosok tubuhnya dengan kuat.
"Kotor! Menjijikkan!" Dengan kasar Haruna menggosok tubuhnya hingga memerah semua. Kesucian yang ia jaga selama ini, telah dikotori oleh lelaki yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Haruna memeluk tubuhnya yang terasa sakit setelah digosok dengan kasar. Kembali Haruna menangis dan meratapi nasibnya. Hanya sebuah kata yang menyinggung hati Tristan, nasib Haruna dan keluarga bahagia Kamal berakhir dengan menyedihkan. Haruna kelelahan menangis dan tidak sadarkan diri, tubuhnya masuk ke dalam bak mandi dan tenggelam.