webnovel

Menyelamatkan

Aku berjalan keluar ruangan setelah membuat petugas bodoh itu pingsan. menaruh laporan hasil ujian ke meja petugas, dan melanjutkan untuk ujian tulis. Tentu saja aku menulis bahwa hasil dari ujian seni beladiriku hanya tingkat C, aku punya alasan sendiri kenapa aku ingin memasuki kelas paring rendah.

Setelah itu aku keluar dan lagi-lagi mendengar beberapa orang berbisik di sekitarku.

"Lihat, dia berhasil keluar dengan selamat" Kata seorang gadis yang berbisik ke teman di sebelahnya.

"Iya, bagaimana dia bisa lolos darinya?" jawab temannya.

Aku hanya bisa tersenyum lemah dan melanjutkan ujianku. Ujian tulis sebenarnya tidak terlalu penting untuk sekolah. Namun tetap, sebagai sebuah sekolah tingkat nasional. Ujian tulis tetap menjadi syarat wajib, meski tak mempengaruhi hasil dari pengelompokan kelas.

Ujian tulis sebenarnya bukan sesuatu yang terlalu suli. Itu hanya mencakup beberapa pertanyaan perihal sihir dan senibeladiri. Meski ada beberapa materi tentang sejarah dunia, namun tak terlalu dalam yang sampai sejarah beribu-ribu tahun yang lalu.

Setelah mengerjakan hal tersebut Kevin lalu pergi dan memeriksa ruangan-ruangan yang akan menjadi tempatnya bersekolah nanti. Sembari menunggu kadang-kadang dia akan mengingat beberapa kenangan lama yang ada di ingatannya. Untuk informasi sebenarnya ada 2 ingatan yang berada di dalam kepalaku. Yang mana 1 adalah ingatan asliku, dan yang satunya ingatan seorang yang datang dari beberapa ribu tahun yang lalu.

Setelah sedikit berjalan-jalan. Aku melihat kelompok Paula dan Naula yang tengah berbincang-bincang dengan teman-teman mereka. Aku mencoba menghindar yang mana saat aku akan menghindar Paula dengan marah memanggilku. "Kevin diam di tempat" Membuat tubuhku diam di tempatku berdiri.

Saat aku terdiam, kelompok Paula dan Naula berjalan dan mendekatiku.

"Kenapa kau menghindar?" Tanya Paula ke arahku.

"Aku tak menghindar" Balasku dengan senyum bodoh.

Plaaak

Tangan Paula mengayun ke arah kepalaku namun aku dengan reflek menangkis pukulan Paula dengan tanganku. Melihat ini, beberapa teman Paula dan Naula terkejut karena gerakan Refleksku. Aku yang baru sadar akan hal itu langsung menyingkirkan tanganku dan berusaha menghindar dari Paula.

"Hei mau kemana kau?" Tanya paula sembari berusaha menangkapku.

"Apa yang kau inginkan?" Tanyaku dengan ekspresi kalah.

"Aku hanya ingin bertanya sesuatu" Katanya.

"Oke, oke. Apa yang ingin kau tanyakan?"

"Ahirnya. Aku hanya ingin bertanya apa soulpowermu? itu saja, kau tak harus berlari hanya untuk itu kan?" Jelas Paula.

'Aku berlari karena tak ingin teman-temanm tau kalau kau berteman denganku bodoh' Gumamku dalam hati merasakan kebodohan Paula. Lingkungan Paula adalah lingkungan pertemanan para keluarga kelas atas. Yang mana kebanyakan keluarga kelas atas memandang rendah msyarakat bawah.

Namun aku hanya mengeluh dalam hati dan diam-diam mengaktifkan soulpowerku. Saat energi tanpa bentuk dan elemen keluar dari tubuhku dan mengelilingi tubuhku sebuah bola hitam dan putih keluar dari tubuhku dan mengelilingiku.

Paula dan Naula terkejut saat aku mengeluarkan bola itu. Sedangkan teman-teman mereka mencibir, karena mereka tau bahwa soulpowerku adalah soulpower tak berguna. Hal yang membuat Paula dan Naula terkejut adalah mereka berfikir bahwa orang sekuat aku tak akan mendapatkan soulpower sampah seperti itu.

"Kau sudah lihat kan? Aku pergi sekarang" Jelasku saat aku kabur dari genggaman Paula. Paula dan Naula yang masih bingung terlambat sadar bahwa aku sudah berlari. Saat mereka melhat aku sudah jauh, mereka hanya bisa menghela nafas karena kemalanganku yang mendapat soulpower tak berguna itu. Padahal mereka tau bahwa kekuatanku dalam sihir dan pertempuran sangat tinggi.

Setelah aku berhasil melarikan diri dari mereka aku berjalan tanpa tujuan dan berkeliling di sekitar sekolah sampai aku melihat seorang yang tengah berlatih seni berpedang di sebuah taman yang dimana taman itu begitu terlihat indah dengan bunga-bunga beraneka ragam jenis dan sebuah kolam yang ada di tengah taman yang menambah keindahan kolam tersebut. Saat aku melihat wanita itu aku langsung mengenalinya.

Dia adalah keindahan yang aku lihat saat pertama kali aku maskuk ke sekolah ini, seorang wanita yang membawa sebuah bungkusan di belakang punggungnya yang baru aku ketahui bahwa itu adalah sebuah pedang yang tengah dia gunakan untuk berlatih di taman ini.

Saat aku melihatnya berlatih seni yang di gunakannya sangat familiar denganku. Itu seperti sebuah naga yang mengayun-ayunkan ekornya ke arah lawan. Dia bergerak begitu anggun dimana setiap gerakannya sangat indah namun mematkan. Untuk seorang anak yang baru berumur 16 tahun sudah menguasai seni berpedang setingkat ini aku hanya bisa merasa kagum.

Namun selalu ada langit di atas langit, kenyataannya wanita di depanku ini adalah juara ke 4 turnamen berpedang tingkat nasional untuk anak di bawah umur 16 tahun. Jelas yang menjadi juara satu adalah Naula. Meski begitu seni berpedangnya ini adalah sebuah seni yang dia pelajari sendiri tanpa bantuan dari keluarganya yang membuatku sedikit tertarik dengannya.

Saat aku tengah asik melihatnya dia tiba-tiba berbalik ke arahku dan mengarahkan tatapannya ke arahku.

"Apa yang kau lakukan di sana?" Tanya dia dengan ekspresi kesal.

"Tak ada, aku hanya melihat-lihat sekitar" Jelasku mencoba jujur.

Namun wanita itu masih merasa tak puas dengan penjelasanku dan menuntut lagi.

"Aku tak suka saat sedang berlatih di perhatikan orang yang tak ku kenal" Katanya lagi.

"Oh perkenalkan namaku Kevin Rihan Putra. Kau bisa memanggilku Kevin kalau begitu" Jelasku dengan senyuman. Dia semakin mengerutkan keningnya dan menganggap aku aneh.

"Apa yang kau lakukan?" Tanyanya kembali.

"Kau bilang tak suka saat ada orang yang tidak kau kenal melihatmu berlatih kan? Aku hanya memperkenalkan diri agar kau senang saat aku lihat" Jawabku dengan muka polos. Mendengar perkataanku ekspresi mukanya yang mula-mula bingung dan tidak suka, di gantikan dengan kemarahan dan kekesalan yang sangat tercermin di raut mukanya.

"PERGII!!!" Dia lalu berteriak ke arahku yang membuatku berlari sembari tertawa.

"Dasar brengsek" Gumamnya saat aku sudah pergi dari tempat itu, wanita itu lalu melanjutkan pelatihannya lagi.

Aku yang sudah berlari darinya sekarang tiba di sebuah tempat yang cukup sepi di daerah ini. Saat aku berjalan melewati sebuah pintu di sebelah kanan. Aku mendengar sebuah rintihan dari seorang di balik pintu itu. Aku penasaran dan mendekatkan telingaku, saat telingaku menempel ke pintu barulah aku mendengar dengan jelas apa yang terjadi.

"Ahhh, ahh, ahhh. Aku tau rasamu sangat enak sayang"

"Aku akan menikmati dirimu sampai aku puas. Sampai kau rusak"

"Ini salahmu, kenapa kau menolakku? Kenapa kau mengabaikanku? Aku hanya ingin bersenang-senang denganmu sebentar"

"emmmmmbbb, emmmmbbb, emmmmb"

"apa yang kau katakan? ahh. Aku tak bisa ahhh mendengarnya?"

"Ohh apa karena sumpalan di ahhh mulutmu itu?"

Aku mendengar dua orang tengah bermain di balik ruangan itu dan aku merasa bahwa lelaki itu memaksa wanita itu. Meskipun aku bukan pahlawan aku tak akan bisa mengabaikan seorang wanita yang tengah di aniyaya oleh seorang yang lebih kuat darinya.

Aku mencoba membuka pintu itu namun itu ternyata di kunci. Bodohnya aku, bagaimana bisa mereka melakukan hal seperti itu jika pintu tak dapat di kunci? Namun aku tak kehabisan akal, aku mencoba mendobrak dengan bahuku.

Bruuuaaaak

"aaaaah" Aku berteriak dengan keras, sial itu sakit. Aku lupa memberi energi ke lenganku untuk memperkuatnya membuat lenganku masih lemah layaknya lengan biasa. Namun tak perlu waktu lama, aku langsung mengalirkan energiku dan mendobrak kembali pintu itu.

Bruaaak

Pintu itu terbuka dan aku melihat seorang pria yang mencoba mengenakan celananya. Di belakang pria itu ada seorang wanita yang cantik dan tak memakai sehelai pakaianpun di tubuhnya. Aku juga melihat warna hijau di bahu pria itu yang menandakan bahwa dia bukan dari angkatan yang sama denganku.

Saat dia melihat aku masuk. Lelaki itu memasang wajah terkejut, sebelum digantikan dengan kemarahan.

"Bajingan, apa yang kau lakukan?" Tanyanya dengan amarah di seluruh wajahnya.

Sementara dia berteriak ke arahku wanita dengan penyumpal di mulutnya itu menatapku dengan mata memohon dan di penuhi air mata. Aku melihatnya dan timbul sedikit kasihan kearahnya. Sembari melihat wanita itu aku mengabaikan laki-laki itu dan hanya fokus ke arah wanita itu.

"Hai aku bicara denganmu. Kenapa kau melihat wanitaku. Dia adalah milikku"

Plaaaaak

Suara tamparan terdengar nyaring datang dari arah laki-laki itu. Aku sudah berdiri di depannya dimana dia melesat kebelakang karena tamparanku. Aku yang sudah terlanjur marah tak bisa menahan kekuatanku dan tak sengaja mengeluarkan terlalu banyak kekuatan. Setelah dia terlempar aku melihat dia tak bangun dari kejatuhannya dan yakin bahwa laki-laki itu pingsan.

Meski ada sedikit penyesalan, aku tak memperdulikannya lagi dan berjalan sembari mengambil celana dalam dan bra wanita itu yang berada di lantai tak jauh darinya. Aku memakaikan celana dalam dan melepas ikatan yang mengikat tangannya. Aku lalu melepaskan sumpalan dalam mulutnya membuatnya bisa berbicara lagi.

Namun dia masih menatapku dengan ketakutan, keputusasaan, dan harapan. Bagaimana bisa tidak? Dia baru saja di perkosa, untuk tidak berteriak setelah aku melepas sumpalannya itu adalah sesuatu yang mengagumkan. Setelah itu aku memakaikan branya dan memeriksa apakah ada baju yang dia kenakan. Menyadari apa yang aku cari, wanita itu mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah tertentu. Saat aku melhat ke arah itu, aku melihat sebuah baju dan rok yang mana adalah milik wanita itu.

Saat aku mengambilnya aku baru menyadari bahwa baju itu ternyata sudah sobek akibat dari laki-laki itu.

Next chapter