webnovel

Awal Pertemuan

Satu hari sebelumnya.

Franz baru saja tiba di bandara. Kedatangannya pagi itu di sambut dengan penuh penghormatan oleh beberapa rekan bisnisnya di Indonesia. Senyum sombong terpancar jelas di wajahnya yang arogan.

"Apa seperti ini Indonesia?" ucap Franz dengan nada tidak tertarik.

Hari ini adalah hari pertamanya menginjakkan kaki di Indonesia. Kalau bukan karena permintaan sang Ayah, Franz tidak akan pernah tiba di negara yang di penuhi kebudayaan itu.

"Benar, Tuan," jawab Waren dengan tubuh sedikit membungkuk.

Franz memperhatikan wajah setiap orang yang kini memandangnya. Sorot mata abu-abunya yang cukup tajam seakan membuat semua orang yang menatapnya menjadi takut. Franz berjalan dengan santai tanpa mau menjawab satu persatu sapaan yang ia terima pagi itu.

"Aku tidak pernah menyangka bisa mengalami mimpi buruk seperti ini. Indonesia. Negeri apa ini? Kenapa suasana terlihat berbeda dengan negaraku. Aku tidak yakin jika bisa menghabiskan waktu selama tujuh hari di sini dengan bahagia," gumam Franz di dalam hati.

Franz menghentikan langkah kakinya lalu memutar tubuhnya. Ia menatap wajah Waren dengan satu alis terangkat satu, "Siapa yang akan kita temui siang ini?"

"Miss Nona Anastasya, Tuan. Beliau adalah pemilik salah satu perusahaan yang akan menjadi tempat untuk menanam saham kita di Indonesia."

"Nona?" celetuk Franz dengan wajah di penuhi tanya.

"Ya, Tuan. Miss Nona. Beliau biasa di panggil dengan sebutan Buk Nona. Orang Indonesia selalu memanggil miss dengan sebutan Buk dan Sir dengan sebutan Pak." Wajah Waren terlihat sangat serius saat menjelaskan detail sapaan yang biasa di gunakan di Indonesia.

"Baiklah. Kita akan menemui Buk Nona siang ini," sambung Franz dengan tawa kecil. Dari namanya saja sudah membuatnya geli. Ia cukup penasaran bagaimana wajah wanita yang memiliki nama unik tersebut. Di dalam benaknya sudah pasti wanita itu biasa saja. Tidak ada wanita seksi dan erotis di Indonesia jika di bandingkan oleh bule-bule seksi yang sering ia tiduri. Kira-kira seperti itu jalan pikiran Franz.

Di depan bandara, Franz melihat seorang pria berjas hitam-hitam menunduk untuk menyambutnya. Pria yang berjabatan supir itu juga mengukir senyuman ramah untuk Franz.

"Selamat siang, Tuan."

"Hmm," balas Franz singkat sebelum ia masuk ke dalam mobil.

Franz duduk sambil memperhatikan seisi mobil. Franz memang tipekal pria yang selalu memberi penilaian dengan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Pagi itu ia terlihat tidak nyaman dengan mobil yang akan ia gunakan selama perjalanannya di Indonesia.

Dengan hembusan napas kesal Franz membuang tatapannya ke arah luar jendela.  Sekilas ia melirik supir dan Waren yang baru saja masuk ke dalam mobil. Dua pria itu duduk di bangku depan.

"Apa ini mobil terbaik di Indonesia?" tanya Franz dengan alis saling bertaut.

Waren dan supir tersebut saling bertatapan satu sama lain. Franz menatap wajah dua pria itu saling bergantian. Suasana di dalam mobil itu hening seketika hingga beberapa detik berlalu.

"Tuan, saya akan mengganti mobilnya jika anda tidak suka dengan mobil ini," jawab Waren yang telah berhasil mencairkan suasana di dalam mobil tersebut.

Franz bersandar dengan posisi yang nyaman, " Bagus. Aku tidak suka berpergian dengan mobil jelek seperti ini."

Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang. Kota Jakarta adalah kota yang terkenal dengan kemacetan dan polusi udara yang cukup menyesakkan. Asap kendaraan bisa di lihat dengan jelas di sepanjang jalan.

Lagi-lagi Franz mengumpat kesal di dalam hatinya. Dari lingkungan yang ia lewati pagi itu saja sudah bisa membuatnya menilai buruk tentang lokasi yang ia kunjungi. Di tambah lagi mobilnya harus berhenti hingga beberapa kali saat menemukan titik kemacetan di tengah-tengah kota.

Siang itu Franz ingin sekali berteriak dan terbang ke negara asalnya. Ia tidak sanggup untuk berlama-lama di Indonesia, "Aku ingin tiga hari ini urusan kita sudah selesai. Aku tidak peduli, mau pertemuan itu di laksanakan di tengah malam sekaligus. Aku tidak mau berada di sini sampai satu minggu," ucap Franz kepada Waren.

"Baik, Tuan," jawab Waren dengan nada rendah.

Franz menghela napas lagi lalu mengatur emosi di dalam pikirannya. Ia tidak mau benar-benar gila saat ada di Indonesia. Kerinduannya dengan suasana pantai dan wanita seksi yang ada Jerman terus saja mengganggu pikirannya. Bagi Franz kunjungannya kali ini lebih tepat adalah sebuah hukuman. Hukuman yang sengaja di berikan kedua orang tuanya  karena ia tidak pernah mau menghargai apa yang sudah ia miliki.

Di usianya yang menginjak 30 tahun memang Franz tidak pernah memiliki niat untuk serius dengan satu hubungan. Pria itu selalu saja bergonta ganti pasangan untuk mendapatkan satu kesenangan tiada tara yang ia inginkan.

Mengingat kini ia berada di Indonesia, tiba-tiba saja pikiran jahat dan kotor itu memenui pikirannya. Franz ingin menikmati wanita Indonesia. Ya, dia tidak ingin melewatkan kesempatan emas seperti itu selama ada di Indonesia. Bibirnya mengukir senyuman tipis dengan pikiran mesum yang tidak lagi bisa di kendalikan.

Franz bahkan ingin cepat-cepat menemukan wanita yang cocok untuk menemaninya di atas ranjang selama ia berada di Indonesia. Hanya hal seperti itu yang membuatnya bisa betah jika berada di suatu negara yang tidak ia sukai.

"Aku sudah mencoba berbagai kulit dan bentuk tubuh tubuh dari berbagai negara. Aku cukup yakin, jika wanita-wanita negara ini mengenalku maka mereka akan dengan suka rela menyerahkan tubuhnya kepadaku. Di saat itu aku hanya tinggal memilih, wanita mana yang pantas menemani setiap malamku," gumam Franz di dalam hati.

Setelah melalui perjalanan yangcukup menyita waktu dan tenaga. Akhirnya Franz tiba di depan gedung perusahaan yang menjadi tujuan utamanya. Beberapa bodyguard milik Franz telah menyambutnya di gedung itu. Franz mengukir senyuman kecil sebelum keluar dari dalam mobil.

Beberapa karyawan perusahaan yang ia kunjungi terlihat menyambut kedatangannya dengan penuh antusias. Wanita berambut lurus dengan panjang sebahu mengukir senyuman manis. Franz memperhatikan penampilan wanita itu dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Sepertinya pernilaianku kali ini salah. Wanita Indonesia jauh lebih sempurna jika di bandingkan dengan wanita yang selama ini aku kenal," gumam Franz di dalam hati.

"Selamat datang di perusahaan kami, Mr. Franz. Saya Nona, manager di perusahaan ini." Wanita yang baru saja di ceritakan oleh Waren kini berdiri di depannya dengan senyuman ramah. Tangan wanita itu mengulur ke arah Franz sebagai sambutan selamat datang.

"Senang bertemu dengan anda, Buk Nona." Suara Franz terdengar tertahan dan sedikit aneh. Logat bule dengan tata bahasa Indonesia yang baru saja ia pelajari memang terdengar lucu.

"Silahkan masuk, Mr. Franz." Nona memberi jalan kepada rombongan Franz untuk masuk ke dalam perusahaan.

Franz melirik sekali lagi wajah Nona sebelum melangkah masuk. Entah kenapa sejak pertama kali melihat wajah Nona, Franz sudah mulai merasa aliran aneh menjalari seluruh tubuhnya. Mood yang tadi membosankan sudah berubah menjadi mood yang di penuhi semangat.

Franz mengukir senyuman tipis dengan hati yang bahagia. Ia terus saja memperhatikan wajah-wajah orang negara yang kini ia kunjungi dengan hati yang sedikit tenang. Tidak sama dengan perasaannya saat pertama kali tiba tadi pagi.

"Tuan, kita hanya memiliki waktu 30 menit di perusahaan ini. Setelah itu kita akan makan siang dan melanjutkan pertemuan lagi di beberapa perusahaan lainnya," ucap Waren sambil memegang ipad di tangan kananya.

"Batalkan semuanya. Aku ingin berlama-lama di perusahaan ini," ucap Franz tanpa mau di bantah lagi.

Next chapter