webnovel

Ide

Seperti biasa pula di pagi hari, Elda harus mengantar adiknya ke sekolah SD, Aldi memang masih kelas 5 SD, dan Retno belum masuk TK, umurnya masih belia, lima tahun.

Sampai di sekolah Aldi, Aldi langsung turun dari sepeda. Tidak lupa juga, Elda memberikan satu kotak donat buatan Ibunya pada Aldi. "Kalo ada lebih dari jualan hari ini, kamu tabung ya dek."

"Siap kak!" Aldi memberikan hormat padanya, Elda tersenyum lebar. Tangannya mengusap kepala adiknya, memiliki adik yang mandiri seperti Aldi membuat Elda bahagia, jarang ada anak kecil yang mau berjualan di sekolah di zaman now ini. Aldi juga mempunyai target, kalau dia bisa menabung banyak, dia akan membeli sepeda agar Elda tidak capek mengantarnya ke sekolah.

"Yang bener ya belajarnya dek, kamu harus bisa seperti kakak, malahan harus lebih lagi dari kakak."

"Iya kak, Aldi bakalan sekolah yang bener kok! Kakak hati-hati yaaa, bye kak," pamit Aldi, baru dua langkah berbalik, Elda berdehem keras.

"Salam dong!" Elda mengulurkan tangan kanannya, cepat-cepat Aldi berbalik lagi dan menyalami punggung tangan Elda seraya nyengir kuda.

Sepeda butut itu Elda kayuh lagi menuju sekolahnya yang berjarak empat kilometer. Sekolah adiknya dengan sekolah Elda memang tidak searah, Elda harus berbalik arah lagi menuju sekolahnya.

Di tengah jalan, sepeda motor besar berwarna merah menerobos melalui Elda, Elda geram melihat motor itu lagi. Kemarin dia hampir jantungan karena motor itu, sekarang juga sama.

Mencoba meredam amarah yang siap akan bergejolak, Elda kembali melanjutkan perjalanan. Elda belum tahu siapa orang yang berada di balik helm full face itu, dia sekolah baru beberapa bulan, motor milik teman-temannya saja dia tidak hafal. Lagian Elda tampak acuh dengan sekitarnya, dia hanya peduli pada sepedanya saja.

Tiga puluh menit lamanya Elda mengayuh sepeda, akhirnya dia sampai juga ke sekolah Tri Surya. Dia memarkirkan sepedanya dekat motor merah yang tadi hampir membuatnya jantungan lagi.

Kalau Elda tahu siapa pemilik itu, dia akan menegurnya nanti. Awas saja! Elda menendang ban motor itu, ternyata tendangannya menghasilkan bunyi yang keras dari motor. Elda melihat motor itu kelabakan, maklum, dia tidak tahu kalau motor keren itu bisa mengeluarkan suara jika ditendang. Yang dia tahu hanya mobil saja.

"El, lo ngapain nendang motor orang?" Elda terkejut saat melihat Vika, beruntung juga sekolah masih sepi, yang melihat kelakuannya hanya beberapa orang saja. Elda sangat malu.

"Nanti gue ceritain di kelas deh Vik, ke kelas aja yuk, khawatir gue kalo si punya motor kesini dan marahin gue." Vika mengangguk setuju, yang akhirnya mereka pergi.

Dari kejauhan, Dika, Torik dan Johana melihat mereka, Dika dan Torik tertawa melihat Elda yang ketakutan, tidak seperti Johana yang sangat acuh.

"Dasar yaaaa ... cewek cantik kaya Elda kok bikin gue gemes sih Dik?" tanya Torik, lantas membuat Dika menjitak kepalanya keras.

"Ish! Jahat amat sih lo, pake jitak kepala gue segala!" desis Torik tak terima, dia membalas Dika dengan tinjuan keras ke bagian perutnya.

"Ehh! Malah lo bales lagi Tor!"

"Tor? Lo kira gue Author?"

"Aelah Rik, iya sekarang impas deh, kesel deh kalo berantem sama lo tahu gak!"

"Gue juga kali!"

Johana mengedikkan bahu, tubuhnya mengantarkan Johana ke kelas, tak peduli dengan kedua temannya yang saling berdebat.

Melihat Johana yang meninggalkan mereka, mereka juga ikut masuk ke kelas. Elda dan Vika melihat kedatangan mereka. Seperti biasa juga, Dika tebar pesona pada Elda dan Vika. Jomblo antik itu selalu genit pada mereka.

"Gak mempan tahu gak Dik mata mereka, lihat lo! Gak bakalan nyangkut Dik, gak bakalan, percayalah padakuuu Dik," kata Torik mendramatisir.

Dika mencebik, langkah kakinya mengantarkan pada Johan yang sibuk membaca buku. Dari kejauhan Dika sudah senyum-senyum melihat perubahan Johan, mungkin karena kemarin Bu Iwat memarahi Johan, cowok itu berubah sekarang.

Dika duduk di depan Johan, dagunya menumpu pada tangan, melihat Johan yang begitu dia juga jadi adem. Dika masih senyum-senyum sendiri, di antara pertemanan mereka bertiga, hanya Dika-lah yang paling rajin karena suka membaca buku. Tak heran juga, Dika sering mendapatkan ranking ke tiga di kelasnya.

"Tumben lo baca buku Jo!" Torik melihat Johan yang tampak sangat serius, sesekali juga alis Johan terangkat, lalu kepalanya menggeleng.

"Pssttt." Dika berbisik curiga, buku apa yang sedang Johan baca? Tapi dari sampulnya itu adalah buku biologi.

Penasaran, Torik akhirnya mengintip buku yang Johan baca. Matanya membulat sempurna, dia menelan saliva susah payah. Dia melihat gambar-gambar aneh di buku. Apalagi deretan kata-katanya terasa berat kala ia baca dalam hati.

Dika menimpuk lengan Torik kesal, belum juga memberitahu apa yang Johan baca. Masih melotot, Torik tidak menghiraukan Dika yang semakin penasaran dibuatnya. Akhirnya dia ikut melihat apa isi buku itu, baru membaca satu judul, Dika tertawa keras.

Hal itu mengundang tatapan aneh dari teman sekelas mereka, termasuk Vika dan Elda yang sedang bercerita perihal motor merah. Elda mencebik kesal, ketiga cowok di kelasnya itu tak pernah berubah saat dia masuk ke sekolah ini. Bagaimana dia bisa betah kalo tiga orang itu begitu saja dari pertamakali ia masuk.

"Gimana lagi El?" Vika mulai mengalihkan pandangan Elda dari tiga cowok itu.

"Ya aku kaget dong, penginnya sih balas dendam, kamu ada cara gak buat balas dendam sama itu cowok?"

Vika menjentikkan jarinya, mendapatkan ide, dia berbisik di telinga Elda, membuat Elda mengangguk senang, bibirnya menyeringai, awas saja nanti pulang sekolah.

"Ha ha ha ha ha." Kembali, suara Dika menggelegar di kelas mereka, sedangkan Dika tampak tak peduli dengan teman-temannya yang memerhatikan dirinya aneh.

"Gila aja lo broooo! Masa gak tahu sih?" Dika menunjuk salah satu gambar yang menunjukan organ reproduksi wanita.

"Ini itu ovarium bro, kayanya abis pulang sekolah kalian harus ke perpustakaan deh biar baca lebih banyak lagi buku ini. Ini itu pelajaran kelas tiga SMP tahu! Huhhh gimana sih!" ejek Dika pada kedua temannya. Wajah Torik mendelik, ia tahu kalau kadar kepintaran dia dan Dika tak sebanding.

Tidak seperti Johan, dia merespon ucapan Dika dengan malas, kembali matanya membaca deretan kalimat di buku biologi. Kata yang dia baca sungguh tidak ada yang masuk. Apa dia harus membedah dulu kepalanya supaya pelajaran masuk ke kepalanya itu?

"Ini apa Dik?" tanya Torik menunjuk salah satu gambar.

"Ini ovum, kalo lo mau lebih jelas itu baca aja. Katanya ... semakin banyak kalian baca, semakin banyak juga pengetahuan yang kalian dapat," kata Dika, Torik menganga tak percaya pada teman absurdnya.

___________

Uyu Nuraeni

IG: Nuraeniyu784

Next chapter