"Hah?kamu bilang apa?."
"Abang mau aku ambilin handuk?."
"Ka..kamu?." Jay tak percaya dengan panggilan Tiara tadi.
"Apa aku salah ngomong?."
"Abang? Kamu panggil aku abang?, kamu udah inget?." Jay membuat Tiara terdiam. Dia tak sadar dengan panggilan yang baru saja dia lontarkan dari mulut sendiri. Itu dibukan atas kendalinya. Jay segera naik keatas dan mendekati Tiara.
"Kamu inget aku Tiara?."
"Aku ga tahu, aku reflek panggil itu aja…"
"Dulu kamu panggil aku abang, kamu ga pernah panggil nama aku.." Jay dengan tangan basahnya menyentuh kedua pundak Tiara. Dia mencoba mengingat lagi namun dikepalanya tak ada memori apapun.
"Oke-oke ga usah dipaksain, kamu masuk aja, Istirahat." Jay menghentikan usaha Tiara dan mereka pun masuk kembali ke kamarnya. Jay segera membersihkan dirinya ke kamar mandi sementara Tiara memilih membuatkan teh hangat untuk suaminya sambil memikirkan kejadian tadi. Kenapa tadi dia memanggil Jay dengan sebutan abang?, kenapa mulutnya bisa dengan lancar mengeluarkan kata itu? Padahal sebelumnya dia tak mengingat apapun.
"Aku kira kamu tidur."
"Aku bikini teh supaya badannya anget." Tiara meletakkan teh itu diatas meja.
"Iya makasih.." Jay melihat Zidan lagi sambil mengeringkan rambutnya dan setelah itu barulah dia duduk.
"Loh kenapa kamu ikut duduk?."
"Aku ga bisa tidur."
"Gara-gara aku ya?, maaf.."
"Engga kok, aku jadi ga ngantuk aja.."
"Udah jangan dipikirin yang tadi, itu cuman panggilan aja.."
"Mulai sekarang aku bisa panggil abang lagi."
"Iya boleh."
"Sini aku keringin rambutnya.." Tiara langsung mengambil alih handuk dari genggaman Jay dan mengusap-ngusapnya pelan ke arah rambut sang suami. Jay tertunduk agar memudahkan Tiara. Hatinya sedikit senang dengan Tindakan Tiara saat ini.
"Pasti ini ga nyaman buat abang, harus nunggu-nunggu aku inget.."
"Sedikit…" Jay jujur.
"Setiap hari aku udah usaha, aku liatin foto kita, aku dengerin cerita Mama, cerita mommy tentang abang atau kita. Aku cuman inget dengan samar-samar aja, ga begitu jelas. Aku tahu ada suara laki-laki diingatan aku tapi setiap kali aku pingin liat wajahnya aku ga bisa. Aku ga bisa mastiin itu siapa."
"Apa ada orang lain yang kamu harapin?." Jay langsung menghentikan tangan Tiara dan memandangnya.
"Bukan itu, aku takut. Aku takut orang-orang bohong sama aku."
"Kamu inget Mamakan?inget Papa juga, apa mungkin kedua orang tua kamu bohongin kamu?." Ucapan Jay membuat Tiara terdiam. Ya…tak mungkin, rasanya tak mungkin kalau sampai orang tuanya membohongi dia dengan informasi palsu tentang suaminya. Jay lebih mendekati Tiara dengan membenarkan posisi duduknya.
"Aku ga butuh kamu inget semuanya Tiara, aku cuman pingin kamu percaya aku suami kamu. Bagi aku itu cukup." Ucap dengan sungguh-sungguh. Matanya memandang lurus tepat pada dua bola mata yang sedang memandangnya juga. Jay mengambil tangan Tiara dan menggiringnya menyentuh kulit pipinya yang dingin.
"Kamu percaya kan?, aku ga akan bohongin kamu apalagi jahatin kamu." Kali ini perkataan Jay disambut anggukan oleh Tiara.
"Aku udah bilang, kita bisa mulai dari awal lagi. Kamu ga usah ngandelin ingatan kamu itu nanti kepala kamu sakit sayang."
"Makasih…" Tiara langsung jatuh kedalam pelukan Jay. Dia rasa tak semua yang dikatakan Jay adalah kebenaran. Jay tak mungkin membohonginya terlebih ada Zidan juga sebagai bukti yang begitu terlihat nyata mirip dengan sang ayah. Rekaman-rekaman kebersamaan mereka dulu pun rasanya tak mungkin sampai direkayasa. Itu asli kenanan dirinya dan Jay.
"Apa tadi Jeje tadi bangun makannya abang berenang?."
"Eh…kamu?."
"Aku ga inget tapi aku nyoba tebak apa yang bikin aku merem jadi aku simpulin kalau Jeje itu…"
"Iya itu punya aku, tapi aku ga akan maksa tadi itu aku ga bisa nahan diri aja soalnya lagi tidur aja kamu cantik."
"Ih..Apa sih.." Tiara senyum-senyum dan duduk kembali.
"Besok-besok jangan tidur pake baju gini lagi.."
"Inikan bajunya bikin adem.."
"Adem buat kamu, panas buat aku.."
"Udah ah, aku mau tidur.." Tiara segera beranjak sebelum membangkitkan nafsu Jay lagi sementara suaminya masih ingin duduk disana ditemani teh hangat buatan Tiara tadi.
***
Paginya entah kenapa Tiara menjadi lebih semangat dari biasanya. Dia sudah ada di dapur untuk menyiapkan sarapan sementara Jay duduk dengan memangku Zidan.
"Bi Emi datang jam berapa?."
"Jam 8 nanti bang.."
"Aku nanti usahain pulang cepet kita bawa Zidan main.."
"Bang, temen-temen aku yang katanya di rumah sakit mau jenguk kesini jadi aku ga bisa mastiin mereka pulang jam berapa."
"Siapa aja?."
"Aku ga hafal namanya, aku cuman inget tommy sama Kimberly."
"Si tommy juga ikut?."
"Iya, kata kim semuanya."
"Ya udah aku dirumah aja.."
"Loh kok gitu."
"Aku dari dulu ga suka Tiara sama Tommy, dia ganggu kamu."
"Tapi diakan tahu aku udah punya suami, udah punya anak juga."
"Iya tapi aku khawatir.."
"Bang, kerja aja ga papa. Aku sama temen-temen aku yang lain kok, ga berduaan." Ucapan Tiara membuat Jay terdiam untuk berpikir. Dia masih ragu untuk mengizinkan Tiara bertemu dengan Tommy.
"Ya udah aku pulang jam 2, mau temen kamu masih ada kek, mau engga. Aku bakalan pulang lebih cepet."
"Iya bang. Ini sarapannya.." Tiara meletakkan nasi goreng sosis milik Jay.
"Zidan mau makan apa sayang, ini ya?." Jay mencubit roti kecil untuk Zidan dan menyuapinya.
"Sini Zidan aku suapin, abang makan aja.."
"Kamu yang sini.." Jay menarik tangan Tiara. Dia mengapit Tiara dengan kedua kakinya.
"Aku ga suka ada orang lain yang ganggu kamu.."
"Aku kan percayanya abang suami aku bukan Tommy, jadi jangan khawatir.."
"Tapi aku be…" Jay tak meanjutkan perkataanya saat Tiara mengecup bibirnya.
"Apa udah percaya?."
"Lagi…" Jay seperti anak kecil meminta permen. Tiara mendekat lagi namun kali ini bibirnya malah mengarah pada pipi Zidan. Jay yang sudah menutup mata menunggu Tiara menciumya.
"Anak mama paling ganteng…"
"Tiara lagi.." Jay tersadar jika dia tak mendapatkan apa yang diinginkannya sementara Tiara sudah menggendong Zidan dan keluar dari kurungan Jay.
"Sehari satu kali.." Tiara senyum-senyum sambil duduk kemudian menyuapi Zidan.
"Sehari satu kali satu menit.."
"Kok nawar sih?."
"Ya udah sehari 3 kali, bangun tidur, pulang kerja sebelum tidur."
"Emang minum obat?." Tiara tertawa kecil.
"Iya obat kamu buat aku.."
"Bisa aja alasannya."
"Jadi pilih yang mana?, yang pertama yang kedua?."
"Aku ga milih yang mana-mana."
"Kamu harus pilih, kalau ga pilih aku yang pilihin.."
"Hm..."
"Waktu habis kamu pilih nomor 2.."
"Ih curang.."
"Aku pergi ya, pulang nanti aku tunggu ciumannya.." Jay dengan riang mengambil jas nya sementara Tiara dibuat termenung dengan senyumana di bibirnya.
***To be continue
***To be continue