"Rasanya kalo kita pisah gitu aja, semua yang kita udah lakuin sia-sia. Aku kejar kamu, aku mohon-mohon sama Daddy buat bujuk orang tua kamu waktu itu. Kamu pun sama, ga mungkin waktu itu kamu ninggalin Bayu gitu aja, kamu rela ninggalin karir kamu disini demi nyusul aku ke Australia, kamu mau jauh dari keluarga kamu supaya hubungan kita baik-baik aja dan akhirnya kita punya Keyla. Pengorbanan aku sama kamu ga sedikit. Aku ga mau bikin itu ga ada artinya cuman karena kejadian salah paham ini." Kay menghapus air mata Kiran. Mata Kiran yang sendu kini menatapnya juga. Sepertinya setiap ucapan Kay kali ini dia pikirkan baik-baik. Kalo diingat kembali pada masa lalu mereka, bisa mencapai titik ini saja sudah merupakan kebahagian tak terkira. Dari awal pacaran memang sudah diuji dengan berbagai macam hal apalagi saat mereka menikah. Jika harus menyerah hari ini, pengorbanan itu harusnya dari dulu tak pernah Kiran lakukan.
"Udahlah, berhenti mikirin yang kaya gitu. Perilaku sama omongan ayah bukan apa-apa buat aku. Kekhawatiran kamu itu sebenarnya ga akan terjadi kalau kamu bilang sama aku."
"Ayah udah jahat sama Mas, aku sama sekali ga tahu kalo kemarin Mas ada diluar dan ayah ngelarang ketemu Keyla."
"Dan kamu mau jadi orang jahat juga?, kamu mau jahat sama aku dengan ninggalin aku kaya gini?." Kay bertanya dengan seurius nadanya sedikit naik dan bahkan terkesan tajam. Dia seolah siap menyalahkan Kiran dan keluarganya jika sampai terjadi sesuatu dengan hubungan mereka.
"Waktu kamu bilang kita pisah aja di telepon. Aku yakin kamu lagi tertekan karena ayah tahu soal aku makannya aku bilang oke. Aku tahu kamu frustasi karena hubungan ayah sama aku sampai bikin kamu gini. Sejujurnya aku bisa aja ninggalin kamu sekarang, aku bisa langsung setuju kamu bilang gitu, tapi kamu tahu? selama 3 hari disini apa yang Keyla tanya sama aku?, 'ayah..kapan kita bisa tidur bertiga lagi?'..." Kay terdiam sejenak menahan sedihnya saat mengingat bagaimana dengan lancar dan polosnya Keyla menanyakan hal itu padanya.
"Kalo harus nyakitin Keyla aku ga sampe hati. Sama kaya ayah ngejaga kamu, akupun ga suka liat Keyla sedih. Aku selalu ngehindarin berantem di depan Keyla tapi kemarin aku udah muak, aku udah ga bisa nahan diri kalo Keyla tawarannya. Aku ga benci ayah, aku cuman pingin kasih dia pelajaran." Ucap Kay yang kemudian menarik tangan Kiran. Disangkutnya kedua tangan itu dileher miliknya. Dia ingin membawa Kiran dalam dekapannya.
"Aku tahu, dari awal kamu tahu Sachi ngaku punya anak dari aku, kamu sebenernya ga masalahin itu. Kamu cuman takut sama ayah, kamu pikirin ayah terus. Dari dulu kamu ga terlalu ambil pusing soal cewek yang deket sama aku begitupun aku ga khawatir lagi kamu deket sama Bas, kamu baik sama siapa aja dan berteman dengan siapapun. Aku aja yang cemburuan. Inget ga waktu hubungan kita ga direstuin ayah dan kamu milih ninggalin aku?, tapi aku malah cari cara lain dan kamu mau nurut akhirnya kita bisa sama-sama lagi?." Tanya Kay yang hanya dijawab anggukan oleh Kiran. Dia belum mengerti kemana pembicaraan ini akan berakhir.
"Kali ini aku juga pingin kamu nurut. Aku pingin... kamu berhenti hubungin ayah, Mulai sekarang kamu boleh pergi dan telepon dia tapi atas ijin aku dan didepan aku. Setahun ini kita juga bakalan tinggal ditempat lain.." Kay membuat Kiran terdiam dengan permintaan gila Kay. Berhenti menghubungi Arbi?. Apa itu artinya dia tak bisa berbicara lagi dengan ayahnya? ibunya?.
"Itu sebabnya Mas ambil Handphone aku?."
"Aku ga berniat jauhin kamu sama ayah, seperti kata aku, aku pingin kasih dia pelajaran. Untuk kali ini aja Ran...nurut sama aku tanpa kamu kesana pun setiap detik setiap menit kamu tahu kabar ayah kamu. Aku udah suruh orang jagain dia."
"Mas.."
"Sekarang pilihannya kamu tinggalin aku selamanya atau tinggalin ayah sementara? Hanya sementara Ran, sampe dia bilang dia ga akan macem-macem lagi sama aku, aku bebasin kamu ketemu dan komunikasi sama dia." Kay membuat Kiran semakin dibuat bingung. Ini adalah pilihan yang berat. Kiran melonggarkan pegangannya pada leher Kay membuat Lelaki itu merasa ada yang salah. Kay kini memilih bangkit dan duduk disana, dia memunggungi Kiran dan siap dengan jawaban apapun.
"Aku udah berkorban banyak buat kamu dan kali ini aku ga bisa lagi Ran. Mommy udah peringatin aku berkali-kali buat berhenti ngemis-ngemis sama ayah. Kalo sampai hari ini kamu ga nurutin yang aku mau, aku ga bisa berbuat apa-apa lagi, Jadi…keputusan kamu hari ini bisa merubah apapun tapi…aku bakalan berusaha menghargai itu…" Kay semakin memajukan badannya kedepan. Kakinya mulai berjalan kearah rak kecil yang mempunyai 3 laci. Kay membukanya dengan perlahan. Dia rupanya mengambil handpone Kiran yang sebelumnya disita. Saat dia berbalik dia melihat Kiran sudah duduk juga di tempat tidurnya. Kakinya menggantung diatas lantai. Dia baru tahu jika selama ini handpone itu Kay simpan disana.
"Ini Handphone kamu, kamu boleh telepon ayah kamu sekarang. Ini nama lokasi tempat kita sampai malam ini, kalo kamu pilih ayah, kamu kasih tahu dia dimana kamu tapi kalo kamu pilih aku, bilang kamu baik-baik aja sama Keyla." Kay memberikan Handphone beserta sebuah kertas yang berisikan nama tempat mereka. Badanya begitu lemas denga wajah yang lesu. Jawaban Kiran belum dapat dipastikan oleh Kay tapi apapun itu Kay sap menerimanya.
"Ini Ambil." Kay menyodorkan lagi handphonenya karena Kiran tak kunjung bergerak dan hanya mampu menatap kearahnya. Dia Merasa bingung apa yang harus dilakukan. Ya..tentu saja bingung karena ini adalah penentuannya. Perlahan tapi pasti Kiran menggapai handphonye dan Ketika sudah ada ditangannya Jemarinya mulai mengaktifkan Handphone yang sudah 3 hari ini tak dia pegang. Terlihat banyak panggilan dari orang tua, adiknya, temannya bahkan deretan pesan pun tak luput menghiasi layar handphonenya. Kini tanpa ragu Kiran menekan tombol panggilan pada kontak ayahnya.
- Ran...
Suara Arbi begitu senang mendengar anaknya menelpon.
- Ayah...
- Kamu dimana sayang?, si bangsat itu apain kamu?.
- Yah...bisakan ga usah ngomong gitu?.
- Kenapa Handphone kamu ga bisa dihubungin? Apa ini kelakuan suami kamu?.
- Yah...Pelan-pelan oke?
Ran mencoba menenangkan Arbi yang terus menyalahkan Kay sementara suaminya masih berdiri disana tak bisa mendengar apapun yang dikatakan Arbi tapi dari ucapan Kiran jelas itu bukan petanda yang baik.
- Kalo gitu kasih tahu ayah sekarang, kamu dimana?, ayah bakalan jemput kamu.
- Yah….Aku...aku...sekarang…..ada…
Kiran menatap Wajah Kay sebentar dan menunduk lagi melihat kearah kertas yang sempat diberikan suaminya. Air matanya naik kembali dimatanya.
***To be continue