webnovel

Pada siapa mengadu

WARNING!!Dalam cerita ini mengandung muatan dewasa. Harap kebijksanaan pembaca. Bagi pembaca yang dibawah umur atau yang tidak nyaman dengan cerita ini, Dianjurkan untuk tidak membaca chapter ini

"Ra..." Dirga langsung muncul dihadapan Ara.

"Awas!!" Ara dengan tegas namun Dirga menghalangi jalannya.

"Kak, ini lagi dirumah Tiara. Please ya diacara kaya gini jangan bikin ribut." Ara kesal.

"Senyum dikit kenapa sih?"

"Aku ga punya senyum buat kakak. Aku bakal bilang sama Daddy semua perbuatan kakak sama aku."

"Kok kamu gitu?"

"Aku gitu?kak Dirga yang mulai duluan. Kakak tahu?hubungan aku sama Dariel sekarang jadi kacau. Gara-gara kakak." Ara segera mengambil seribu langkah.

"Ra kalo kamu bilang aku bakal bilang kita selingkuh lagi."

"Kakak ngancem aku?"

"Aku ga ngancem. Aku cuman ga mau orang tua kita terlibat."

"Kenapa?takut?aku yang lebih takut kak. Aku takut rumah tangga aku hancur.." Ara dengan mata berkaca-kacanya.

"Kamu nangis?" Dirga lebih mendekat tanpa melepaskan genggamannya. Rasanya ada kesakitan tersendiri saat melihat Ara menangis.

"Please kak please berhenti ganggu aku kak..." Ara dengan nada putus asa memohon. Satu matanya meneteskan air mata.

"Please....aku cape...please kak. Kakak suruh sujud-sujud pun aku mau. Please jangan ganggu aku.." Ara terus merengek sementara Dirga diam menatapnya.

"Ra..Davin nangis." Dariel tiba-tiba sudah ada disampingnya. Ara segera melepaskan tangan Dirga yang menahannya dan pergi sambil menyeka matanya. Terserah Dariel akan menganggap apa yang jelas Ara sudah tak bisa berkata-kata lagi. Dia tak mau merusak acara adiknya. Ribut ditengah kebahagian Jay dan Tiara tak mungkin Ara lakukan. Dia segera menghampiri ibunya yang menggendong Davin.

"Davin nangis mom?" Ara segera mengambil alih Davin.

"Iya. Coba mana susunya biar mommy kasih."

"Ga usah biar sama aku aja." Ara mencari-cari di tas yang dia bawa.

"Kak...kakak nangis?" Jesica melihat raut wajah Ara yang merah. Matanya, hidungnya tampak menyiratkan kesedihan.

"Kelilipan tadi mom.."

"Nih tisu.." Jesica memberikannya pada Ara. Kini dia meraih anak keduanya itu dan memberikan susunya. Dia duduk lagi sementara Jesica masih melirik anaknya. Tak mungkin rasanya jika Ara hanya kelilipan.

"Cie.....besan Dena.." Katerina muncul dan mengolok-olok Jesica membuat perhatian Jesica teralihkan.

"Ish...puas lu pada."

"Makannya jangan ledek-ledekin Dena mulu jadi aja jadi."

"Dean mana La?"

"Lagi main tuh sama Kris sama Farel."

"Kris sama siapa?"

"Ada bapaknya kok gw liat tadi."

"Oh syukur deh kirain sendiri."

"Ya ampun ka ditempat rame gini ga mungkin ga ada yang jagain."

"Mas Ken kalo lagi gendong Karin kadang suka lupa ada Kris."

"Iya ya tadi gw liat Ken gendong cucunya. Masih pantes kok punya anak, ga keliatan kaya cucunya."

"Gila lu Kat. Masa nenek-nenek kaya gw punya anak lagi udah cukup Kris yang terakhir."

"Tiara cantik banget beda sama emaknya. yang kaya preman." Canda Lala.

"Eh apa kata Jay juga Tiara itu Cantik, anggun, dan menawan.." Katerina sambil senyum-senyum mengingat ucapan Jay tadi. Jujur dia juga salah satu orang yang merasa geli saat Jay mengatakan hal itu.

"Duh anak gw darimana coba dapat kata-kata itu padahal kemarin di teks ga ada ngomong gitu."

"Ya..namanya cinta berkali-kali lipat." Lala ikut meledek membuat Jesica mencubit kecil.

"Tapi Jay udah keliatan dewasanya ka, udah ga kaya dulu-dulu banget. Kalo dulukan lu dimana dia pasti ada disamping, terus aja ikut kemana mommynya pergi."

"Berkat Tiara tuh jadi Mas Ken juga seneng Jay balikan sama Tiara. Maaf loh La gw ga ada niat apa-apa ngundang lu sama Dirga."

"Iya ga papa. Dirga udah biasa aja kok." Ucap Lala tanpa tahu jika anaknya itu memang tak keberatan dengan hubungan Tiara dan Jay tapi dia malah mengganggu Ara. Dilain tempat Jay yang bahagia tak mau jauh dari Tiara. Dia terus berada disamping Tiara.

"Kenapa?" Tanya Tiara saat melihat Jay melilitkan tisu disalah satu jarinya.

"Perih aja tadi sempet kena plastik hantaran. Kayanya tajem." Jay menggosok-gosok darah yang hanya tersisa sedikit.

"Ya udah aku ambil hansaplast aja."

"Aku ikut."

"Ih bang cuman diatas doang."

"Ya ikut aja." Jay sudah siap berdiri dan mengikuti kemana Tiara pergi. Tiara menggeleng-gelengkan kepalanya tapi dia tak protes lagi dengan perilaku Jay.

"Mana sini tangannya." Tiara sudah melepaskan kertas hansaplast lalu menempelkannya di jemari Jay. Lelaki itu senyum-senyum sendiri.

"Kenapa senyum-senyum?"

"Ada cincinya." Jawab Jay. Entahlah orang akan berkata norak atau apa yang jelas Jay suka dengan pemandangan baru itu.

"Tuh udah. Yuk kebawah lagi " Tiara menekan pelan agar perekatnya lebih menempel.

"Bentar dong..." Jay menarik lengan Tiara.

"Apalagi?nanti mamah nyariin." Tiara lalu terkisap saat Jay mengecup bibirnya.

"Aku pingin cium kamu Tiara, aku ga bisa nahan lagi. Dibawah banyak orang."

"Sini.." Tiara menarik tangan Jay agar prianya itu mendekat. Kemudian kedua tangannya melingkar dibahu Jay sementara Jay diam dengan jantung yang kian merdegup kencang. Matanya kini terpejam saat Tiara menempelkan bibirnya. Jay jelas menyambutnya, itukan yang dia inginkan. kedua tangannya kini berada dipinggang Tiara dan memeluknya erat. Bibirnya terus dia gerakan terbuka dan tertutup. Aroma wewangian badan Tiara kini tercium begitu menyengat di hidung Jay.

"Udahkan?" Tiara melepaskan perlahan. Jay hanya memandangnya dan memastikan dia tak mengacaukan lipstik Tiara.

"Makasih.."

"Dibawah jangan macem-macem ya bang.."

"Iya Engga." Jay patuh. Mereka pun kembali kebawah menemui para tamu undangan.

***

Sesampainya dirumah Ara dan Dariel langsung membaringkan ketiga anaknya yang tampak sudah pulas di box bayi mereka. Setelah itu Dariel mencari-cari bajunya dan pergi dari kamar itu. Dia memilih memakai kamar tamunya dan itu sudah dia lakukan sejak hari pertama mereka bertengkar. Ara menghela nafas sedih. Dia benar-benar merasa berantakan sekarang. Ketimbang mandi membersihkan diri Ara kini terduduk. Dia menangis terisak disana. Meratapi kenapa ini harus terjadi pada dirinya. Dia menyesal. Dia menyesal telah memiliki hubungan dengan Dirga. Meskipun itu adalah ketidaksengajaan tapi Ara tak pernah menyangka jika itu akan berpengaruh pada kehidupan rumah tangganya sekarang. Dia memikirkan Dariel. Memikirkan pria itu. Kenapa Dariel tak mempercayainya?. Kenapa Dariel memilih bersikap seperti ini? Ara semakin menangis jika mengingat perlakuan Dariel padanya belakangan ini. Dariel begitu dingin, pemarah, dan tak selembut dulu. Terbesit sebuah jalan untuk mengadu kepada ayahnya tapi Ara takut jika ayahnya justru akan memarahi Dariel dan membuat kesalahpahaman ini semakin melebar. Ara hanya ingin menyelesaikan semuanya dengan baik-baik. Ara tak tahu pada siapa dia harus mengadu lagi. Dia sudah memohon pun Dirga masih bersikap semaunya. Dia benar-benar bisa gila kalo begini caranya. Ditinggalkan Dariel bahkan belum pernah terbayangkan oleh Ara.

***To Be Continue

Next chapter