webnovel

Chapter 39 : Perfect Day

"Tiga..dua..Satu!"

"Naruto, Sakura, Kekkon Omedetou!"

Hening....

Konohamaru mengerenyit bingung, mengintip dari balik kamera, mendapati sosok Iruka yang tak lagi melanjutkan perkataannya, malah tersenyum canggung sambil menggaruk belakang kepalanya.

"Euh..apalagi ya?"

"Ayolah Iruka-Sensei, jika seperti ini terus, kita bisa terlambat tahu!" Gerutu Konohamaru, menyipitkan kedua matanya ke arah Iruka.

"Ah, Maaf-maaf!" Ujar Iruka, tertawa canggung sambil menggaruk belakang kepalanya.

"Sekali lagi oke?" Bujuk Iruka, memohon kepada Konohamaru.

"Baiklah, ini yang terakhir oke?"

--------------

"Huh?"

"Yo, romobongan Kazekage! Kami rombongan Raikage datang untuk acara pernikahan, jadi lupakan masa lalu.. ayo kita berteman selamanya!" Sahut Bee, melihat Gaara dan Kankuro yang baru saja datang dari arah belakang.

"Tentu saja! aku tidak mau lagi bertengkar dengan anak kecil!" Jawab Kankuro, sedikit terkejut dengan tingkah Bee yang aneh.

"Oh iya! lihatlah hadiahku kalian pasti akan terkejut." Ucap Bee seraya menurunkan tas besarnya, bersiap mengeluarkan sesuatu dari sana.

"Bahkan sang pengantin akan tertegun melihatnya-"

Duak.

"Sudah cukup!" Teriak Raikage, menempatkan sebuah pukulan ke arah Bee, membuat Bee yang tak siap harus terlempar sampai membentur sebuah pohon Sakura.

"Hei, Temari pergi kemana?" Tanya Gaara, sedikit terkejut melihat apa yang baru saja terjadi, memilih untuk mengalihkan pembicaraan.

"Aku juga tidak melihatnya dari tadi." Sahut Kankuro, mulai memperhatikan sekitar, mencari sosok keberadaan kakak perempuannya yang tiba-tiba menghilang.

-----------

"Naruto! Sakura! Kekkon omedetou!"

"Sakura, Naruto itu pikirannya sempit, dan ceroboh, jadi dia perlu dukunganmu, jadi tolong jaga dia untukku!" Iruka membungkuk di hadapan Kamera.

"Naruto, hanya satu hal yang akan aku katakan padamu..... Kau harus membuat Sakura bahagia!" Tegas Iruka, mencodongkan badan ke arah Kamera.

Tik.... tik...

"Oke, itu sempurna!" Pekik Konohamaru, mengacungkan jempol ke arah Iruka.

"Fyuhh, syukurlah berjalan lancar!" Iruka menghela nafas lega, mengusap dahi yang berkeringat.

"Pernikahannya?"

"Oh iya, Kita telat! ayo Konohamaru!"

Iruka dan Konohamaru segera berlari, meninggalkan akademi desa yang sudah terlihat sepi, mau bagaimana pun semua orang sedang merayakan hari yang bahagia ini, sibuk menghadiri acara pernikahan yang sebentar lagi akan dimulai.

------------

"Ah, bisakah kalian menyiapkan meja penerimaan tamunya juga?" Tanya Kakashi kepada Udon dan Moegi yang tengah menyiapkan sebuah spanduk di depan gerbang taman.

"Tuan Kakashi!" Pekik Shizune, secara tiba-tiba muncul di tengah mereka bertiga.

"Sudah kubilang jangan memanggilku seperti itu.." Gerutu Kakash dengan nada pelan, mengibaskan tangan di udara.

"Para kage sudah sampai!" Ujar Shizune kembali, membuat Kakashi sedikit terkejut.

"Eh, mereka sudah sampai?!"

"Apa saya antar sekarang saja?" Shizune berbalik bertanya, meminta perintah Kakashi selanjutnya.

"Ya, kita tidak boleh membuat mereka menunggu lama." Jawab Kakashi pelan.

--------------

"Konohamaru, lama sekali! kemana saja kau?!" Tanya Moegi, mendapati Konihamaru yang baru saja samapi dengan nafas yang terengah-engah.

"Maaf-maaf, apa ada tamu yang sudah sampai?" Tanya Konohamaru sambil menggaruk belakang kepalanya.

"Belum ada sih." jawab Udon, mencoba menengahi Moegi yang tengah kesal kepada Konohamaru.

"Oh baguslah!" Sahut Konohamaru, mulai bergerak ke arah meja penerimaan tamu, berdiri di samping Moegi.

"Ini hari pernikahan Naruto Nii-Chan, kita harus berjuang keras!" Pekik Konohamaru, sangat bersemangat.

"Ya!"

---------------

Sret...

Tep.

"Ebisu-Sensei, berapa banyak yang kau berikan?" Tanya Konohamaru setelah menerima sebuah amplop putih dari Ebisu.

"Yah, orang dewasa sepertiku sih, biasanya memberi tiga.." Ebisu bersahut dengan bangga, memainkan kacamatanya dengan penuh kebanggaan.

"Huh?! tidak masalah memberi sekecil itu?" Pekik Konohamaru terkejut, seketika itu menunduk lesu.

"Aku bahkan memberi lima.." Konohamaru mengacungkan kelima jarinya dengan lesu.

"Apa?!" Pekik Ebisu terkejut, tidak percaya nilai uang yang diberikan olehnya akan kalah oleh muridnya sendiri.

"Kau bilang lima?!" Tanya Ebisu dengan nada sedikit tinggi, masih dengan ekspresi terkejut.

"Aku kehilangan mukaku sebagai seorang guru.." Gumam Ebisu dengan air mata yang meleleh, merasa sangat malu, dan dengan oelan mulai membuka isi dompetnya.

"Oh, Hadiahnya ditaro di sini ya?" Sahut teuchi yang baru saja tiba dengan Ayame di sampingnya.

"Baiklah kami akan memberi..." Teuchi segera merogoh saku belakangnya, mengeluarkan sebuah kartu kecil dengan hiasan pita merah.

Gratis tambah toping sepuasnya hanya untuk Naruto!

Begitulah isi dari kartu itu, membuat Ayame yang melihatnya seketika itu terkejut.

"Bukan yang itu Tou-San!" Bisik Ayame dengan cepat.

"Eh, oh iya, yang ini yaa." Teuchi ikut terkejut, kembali merogoh saku belakang yang satunya untuk mengeluarkan hadiah yang benar.

"Ya ampun." Ayame menepuk pelan dahinya, sementara Teuchi hanya bisa tersenyum lebar sambil menyodorkan sebuah amplop putih berhias pita merah.

"Dengarkan aku Lee, saat kita ingin mengahadiri sebuah acara pernikahan, kita harus mengasah pikiran dan jiwa Kita!" Teriak Guy dengan semangat, berjalan handstand bersama Lee di sampingnya.

"Itulah Tujuan kita!"

"Maksudmu, jangan lupakan latihan walaupun saat di pesta, kan?" Tanya Lee, ikut bersemangat, mengikuti langkah Guy berjalan handstand.

"Tentu saja!" Pekik Guy, mengehntikan langkahnya untuk menatap Lee yang berada di sampingnya.

"Bisakah kalian berhenti, semua orang menganggap kalian aneh!" Gerutu Tenten, tampak menahan malu akibat kelakuan kedua trekan timnya itu.

"Kita akan memulai dumbell jugling!" Guy semakin mendekat ke arah Lee, menghiraukan Tenten yang sudah mulai melelehkan air mata menaan malu.

"Ayo!"

"Hai, Guy-Sensei!" Sahut Lee semangat.

Kedua Sosok itu seketika melompat ke udara, memutar-mutar di udara, dan seketika itu pula kembali mendarat dengan sikap handstand.

Dan entah dari mana, sebuah dumbell sudah berada di atas kaki mereka, mengakatnya terus menerus, memulai pertunjukkan di sana.

"Hari yang menyenangkan!"

"Benar-benar, Hari yang sangat menyenangkan!"

"Hai, latihan ini benar-benar menyenangkan!"

"Hei! otak kalian sudah rusak ya?!" Hardik Tenten, sudah sangat muak dengan kelakuan guru dan rekannya itu.

Sementara tamu undangan yang ada di sekitar mereka hanya bisa bertepuk tangan sambil tersenyum, cukup terhibur dengan kelakuan absurd dua sejoli itu.

------------

"Jadi apa kalian bertiga sudah menyiapkan hadiahnya?"

"Oh tenang saja Kurenai-Sensei! Dengan madu ini, aku dan Shino akan membuat hadiah yang paling berkesan!" Sahut Kiba dengan bangga, sambil mengangkat sebuah kotak haidah cukup besar di depan dada.

"Lalu Hinata, hadiah apa yang kau siapkan?" Tanya Kurenai, mengabaikan Kiba yang terlihat bersemangat, terfokus kepada Hinata yang berdiri di belakang Kiba, tampak tak membawa apapun.

"Itu... bagaimana ya.." Hinata meragu, tersenyum canggung sambil menggaruk pelipisnya.

"Nona Hinata, kado ini mau ditaruh dimana?" Sahut Toneri tiba-tiba, membawa sebuah Kotak panjang dan lebar menggunakan kedua tangannya, tampak kesusahan sekali.

"Kadonya sebesar itu?!" Pekik Kiba, melongo melihat ukuran kotak kado yang akan diberikan Hinata.

Kurenai hanya bisa terdiam, ikut melongo melihat kado yang diberikan Hinata.

"Ya itu.. perlengkapan bayi yang akan kuberikan.." Ujar Hinata malu-malu.

"Sebanyak itukah?!" Pekik Kurenai, masih terkejut.

Sementara Kiba hanya bisa mengerjapkan kedua matanya, hendak berbicara, sebelum akhirnya Toneri menyela setelah menyenderkan kado besar itu di salah satu pohon Sakura.

"Kenapa? jangan bilang hadiah dari Nona Hinata itu kekanak-kanakan!" Toneri memicing tajam ke arah Kiba.

"Hei bukan itu yang akan aku bicarakan!" Sahut Kiba tidak terima.

"Toneri-Kun.." Lirih Hinata, mencengkram lengan jubah Toneri, nampak tersipu malu.

Tep.

Tep.

"Mirai, apa yang kau lakukan?" Tanya Shino, seketika itu melengang pergi menjauhi rekan timnya, menghampiri Mirai yang tengah bersemangat menduduki Akamaru yang terlihat lesu.

"Sedang main kuda-kudaan!" Sahut riang Mirai.

"Akamaru itu anjing, kau tidak bisa menaikinya lalu menamakannya main kuda-kudaan." Jelas Shino pelan ,mencodongkan badan ke arah Mirai yang masih bersemangat.

"Kalau begitu aku lagi main anjing-anjingan!" Sahut Mirai masih riang.

"Memang benar, tapi Akamaru telihat sangat lelah." Jelas Shino dengan nada tenang.

"Apa kau mau turun sebentar?" Bujuk Shino.

"Soalnya-"

"Tidak, tidak mau, aku masih oengen naik!" Sela Mirai, tidak ingin permainannya berhenti.

"Hah, mau bagaimana lagi..." Shino menghela nafas pelan, mulai berdiri tegak sambil mengangkat tubuh Mirai, membuat Mirai sedikit meronta.

"Bagaimana kalau main Shino-shinoan?" Tanya Shino setelah menempatkan tubuh Mirai di atas kedua bahunya.

"Haa!" Pekik Mirai riang, mulai tersenyum kembali.

"Hmm, sejak kapan Shino-Kun akrab dengan anak kecil?" Tanya Hinata, memecah keheningan setelah semua fokus tertuju ke arah Shino seorang.

"Yang tinggi! lebih tinggi!"

"Ya sepertinya dia ingin menjadi seorang guru." Sahut Kiba santai.

------------

"

Hei, kenapa kau tersenyum seperti itu?!" Sikut pelan Temari kepada Shikamaru.

"Hah?" Shikamaru menoleh, sedikit terkejut.

"Siapa bilang aku sedang tersenyum?" Shikamaru terkekeh pelan.

"Selalu saja mengelak, terserahlah.... lagipula untuk apa seorang pria menghadiri pesta pernikahan?" Temari menghela nafasnya, tak ada kemauan untuk berdebat sekarang.

"Hah, kenapa kau tanyakan hal itu?" Shikamaru mengerenyit bingung.

"Ya seorang pria pergi ke pesta pernikahan sudah pasti ingin menemui teman dari pengantin wanita, iya kan?" jelas Temari sambil memiringkan wajahnya.

"Tidak selalu begitu, merepotkan sekali... ayo kita kesana saja!" Sanggah Shikamaru cepat, seketika menarik lengan Temari, membawa wanita itu ke suatu tempat.

Temari terkejut, wajahnya mulai memerah, merasakan tarikan tangan yang membawanya ke salah satu suduh taman.

"Hmm?"

"Wah, Kue itu terlihat enak!" Pekik Chouji, dengan mata yang berbinar-binar, tertuju kepada sebuah kue besar di atas meja, sungguh menggugah seleranya.

Duk.

"Hei, perhatikan langkahmu!"

"Hah?"

"Maaf Nona, bukankah harusnya aku yang-"

Fokus kembali teralihkan, kali ini pesona kue pernikahan nampak terkalahkan oleh sebuah pesona dari seorang wanita dengan rambut merah berkulit hitam, membuat Chouji mengerjapkan matanya sesekali.

Melihat ekspresi Chouji yang tampak aneh, membuat si sosok wanita mendelik tajam, mulai merasa risih.

"Tadi kau ngomong apa?" Tanya si wanita dengan nada dingin nan tajam.

Chouji menggeleng cepat, berusaha sadar kembali, mulai memasang senyum lebar sambil menggaruk belakang kepala.

"Maaf nona, apa kau mau ikut makan kue itu bersamaku?" Tanya Chouji, menunjuk ke arah kue pernikahan di tengah taman.

"Eh?!"

"Sejak kapan mereka berpacaran?"

"Hmm, siapa yang kau bicarakan?"

"Shikamaru dan Temari.." Jawab Ino, menoleh ke arah Sai yang berada di sampingnya.

"Memangnya dari dulu mereka seperti itu, ya?" Gumam Ino lagi, mengalihkan atensinya ke arah Shikamaru dan Temari yang tengah bergandengan tangan di salah satu sudut taman.

"Hmm." Sai mengangguk setuju.

"Semua orang juga akan berpikiran kita sedang pacaran." Tambah Sai, tersenyum ke arah Ino sambil menggenggam erat tangan Ino.

"Eh?"

----------------

Suasana begitu meriah, semua orang nampak menikmati pesta yang beitu romantis dan elegan.

Terlampau indah untuk dijelaskan oleh kata-kata, dengan pohon-pohon Sakura yang bermekaran nampak semakin membuat suasana begitu menyejukkan hati.

Dibalik orang-orang yang memilih untuk saling mengobrol dengan temannya, atau bahkan sekedar membuat suasana romantis dengan pasangan mereka, di sini lah Iruka, memilih menyindiri sambil menatap suasana pesta pernikahan.

Sebuah Senyum kecil terukir di sana.

"Ada apa Iruka-Sensei?"

"Hmm?"

Iruka menoleh, mendapati sosok Kakashi yang tengah mendekat ke arahnya, sama seperti Iruka, Kakashi memilih menikmati pesta dengan menyendiri.

"Apa ada yang kau khawatirkan?" Tanya Kakashi lagi setelah akhirnya berdiri di samping Iruka.

"Yah..."

"Tidak apa-apa."

"Berkat kau, Iruka-Sensei, jumlah shinobi yang berjaga bisa tercukupi." Tambah Kakashi, tersenyum ke arah Iruka.

"Tidak-tidak, ini semua berkat dirimu, Kakashi-San." Iruka tersenyum kikuk, lagi-lagi Kakashi memuji dirinya.

"Tidak, aku tidak melakukan apapun." Sanggah Kakashi.

"Aku hanya membantu sedikit." Kakashi menunduk pelan.

"Ini semua berkat ikatan yang dijalin oleh Naruto, karena Naruto di sini, semua orang juga ada di sini."

"Aku yakin dia pasti membuat Sakura bahagia." Akhir Kakashi dengan nada lembut.

"Apa kau masih khawatir?" Tanya Kakashi kembali, menoleh ke arah Iruka yang tampak tersenyum kecil ke arah tempat semua orang berkumpul.

"Yah.... aku lupa menyiapkan pesan terakhirku...." Jawab Iruka kikuk, mulai menggaruk belakang kepala.

Kakashi yang mendengarnya sedikit terkejut, namun akhirnya muali melepaskan tawa, mengikuti Iruka yang mulai tertawa kecil.

"Nah, Iruka-Sensei..."

"Hmm?"

Pak.

"Bukankah seharusnya kau pergi sekarang? upacaranya dimulai sebentar lagi kan?" Sahut Kakashi dengan nada jenaka, menepuk keras pundak Iruka, membuat Iruka meringis.

Iruka terdiam, mengerjapkan matanya sesekali, sementara Kakashi memilih tetap mengukir senyum.

"Eh? kau benar!"

-----------------

Langit begitu cerah hari ini, bunga-bunga Sakura berterbangan di atas langit, membuat sebuah tatapan teduh dari kedua mata emerald, dari balik kaca besar nan lebar di sisi gedung, kedua mata itu menikmati pemandangan di hadapannya, monumen para wajah hokage terdahulu.

Sorot mata teduh itu kali ini mulai bergantian memandangi setiap pahatan wajah yang terukir di sana, hingga akhirnya berhenti tepat di salah satu wajah yang berada di tengah-tengah.

Tersenyum kecil melihatnya, memandangi pahatan wajahnya yang terlihat begitu gagah, membuat seketika itu sebuah memori terlintas di benaknya.

"Ha-Ha... tolong jaga anakku ya."

Sakura mengukir senyum lembut, menundukkan kepala pelan lalu menoleh ke arah sampingnya, memandangi sosok pria berkimono hitam yang berdiri tegap di sampingnya.

'Entah apa yang harus aku katakan sekarang, aku... aku akan menikah hari ini.'

'Dengan seseorang yang selalu mencintaiku sejak awal, sejak awal hingga hari ini..... aku senang, sungguh.'

'Aku senang bisa membalas cintanya... aku bahagia bisa mencintainya.... aku adalah orang yang paling beruntung di muka bumi ini...'

'Aku gugup...aku senang... aku sangat bersyukur..'

'Keinginanku akan tercapai sebentar lagi.... terus berada di sisinya... menghabiskan sisa hidupku bersamanya...aku sangat bahagia..'

'Terima kasih Naruto... aku tak pernah menyesal mencintaimu sejak awal... akan selalu begini seterusnya.'

'Kau dan aku akan selalu bersama...selamanya.'

'Dan ya.... Aku akan menjaga anakmu.... itu janjiku seumur hidup...'

Di sanalah Naruto berdiri, di samping Sakura, tak menyadari tatapan lembut dari sang pengantin wanita, karena saat ini fokusnya hanya tertuju ke arah pahatan wajah ayahnya yang tercetak begitu jelas di sana, membuatnya hanya bisa tersenyum.

'Ayah, apa kau sampaikan semua pesanku pada ibu?'

'Semoga semua tersampaikan ya....'

'Saat ini aku ingin sekali berbicara dengan ayah dan ibu, aku ingin sekali....'

'Ada satu hal yang belum sempat aku sampaikan ibu...'

'Ibu... aku menemukannya, aku menemukan gadis yang kalian harapkan, dan sekarang dia sudah berdiri di sampingku.'

'Ya...aku akan menikahinya hari ini, jadi...mungkin aku berhasil lagi ya ibu... permintaanmu ada lagi yang berhasil kutepati...'

'Jadi sekarang.... ibu dan ayah tidak perlu lagi khawatir, kupastikan aku akan membahagiakan gadis ini...'

'Yaa.. aku berharap ibu dan ayah bisa ada di sini....tapi tak apa..... aku tahu kalian selalu memperhatikanku dari atas sana..'

'Jadi doakan aku ya... aku akan berusaha semaksimal mungkin... ayah.... ibu...'

"Waahhh, gadis kecil kita sungguh cantik bukan? iyakan Kizashi?" Mebuki berteriak kegirangan.

Naruto dan Sakura yang tengah terdiam, perlahan menoleh, mendapati tiga sosok sudah berdiri tak jauh di belakang mereka.

Mebuki di sana, tersenyum manis, Kizashi di sana, memasang senyum kecil sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada.

Dan yang terakhir, Iruka di sana, memandang lembut mereka berdua, dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Ne-ne, kau juga setuju kan Iruka-Sensei?" Mebuki bertanya riang.

"Ah, semua tampak sempurna." Jawab Iruka pelan, mulai mengusap kedua matanya, menghentikan aliran air mata yang akan keluar.

"Upacaranya akan segera dimulai." Sahut Kizashi, masih tersenyum lembut.

Naruto dan Sakura terdiam beberapa saat, mengerjapkan mata sesekali, sebelum akhirnya tersenyum kecil.

"Kau sudah siap?" Naruto meandnag lembut Sakura, bertanya untuk memastikan.

Sakura terdiam, menatap lekat-lekat Naruto yang berdiri di sampingnya, mata yang mulai berkaca-kaca tak menghentikannya untuk tersenyum lembut.

"Ya."

"Baiklah ayo." Naruto menggegam erat tangan Sakura, menariknya pelan menuju sebuah pintu besar yang mulai terbuka.

Perlahan kedua pasangan mulai berjalan ke arah pintu, tanpa keraguan, hanya sebuah rasa cinta yang begitu dalam, melangkah mantap memasuki sebuah lorong besar di hadapan mereka.

Bersiap mengukir sebuah janji seumur hidup....

Janji pernikahan...

---------------------

"Wahh.. Selamat ya kalian berdua!"

Tepuk tangan meriah menyambut mereka berdua.

Kedua pasangan yang baru saja mengikat janji suci, di sambut meriah oleh para tamu undangan, semua tampak bahagia, bahagia menyambut pasangan yang baru saja keluar dari balik pintu besar.

"Selamat yaa!"

"Selamat menempuh hidup baru!"

"Semoga kebahagiaan selalu menyertai kalian!"

"Sakuraaaa..."

"Eh?"

Ino dengan cepat menghampiri Sakura yang tengah bergandengan tangan, memeluknya secara posesif dengan air mata yang sudah meleleh di kedua pipinya.

Sementara dari balik kerumunan, Sai terlihat menunduk lesu, tak dapat menghalangi pergerakan Ino tadi.

"Huwaa, akhirnya kau menikah juga! aku turut senang!" Pekik Ino sambil menyeka kedua matanya, mencoba menghapus jejak air mata yang terus meleleh.

"Ha-ha Ino, terima kasih ya." jawab Sakura lembut, tersenyum di akhir.

"Hoi Naruto!" Ino mendelik tajam ke arah Naruto, membuat Naruto sedikit terkejut.

"Jangan sampai kau menyakiti Sakura ya! awas saja! jika hal itu terjadi aku yang pertama akan membunuhmu!" sorot mata Ino semakin tajam, membuat Naruto hanya bisa meringis ngeri.

"Maa-maa Ino, mari... sepertinya tadi kamu bilang ada sesuatu yang menarik ya?" Sai tersenyum manis, dengan segera menarik Ino menjauhi Naruto dan Sakura yang berada di tengah kerumunan.

Kpak.. Kpak..

"Hmm?"

Tep..

Sebuah burung pembawa pesan tiba di sana, hinggap di salah satu tangan Naruto.

Kedua mata Safir akhirnya sadar, sebuah surat kecil terlihat diikat di salah satu kaki burung.

Naruto perlahan melepaskan genggaman tangannya, mulai meraih secarik kertas yang tersemat di kaki burung.

Sakura yang di sampingnya mulai menoleh, ikut penasaran.

Srek..

Kpak... Kpak...

Selamat....

Naruto tersenyum lembut, Sakura mengikuti, mereka tahu siapa yang mengirim pesan itu.

Keduanya mengarahkan pandangan ke langit, memperhatikan burung yang sudah berlalu pergi sekarang, meninggalkan pemandangan langit yang begitu cerah.

'Ah.. sankyuu teme.'

'Arigatou, Sasuke-kun.'

--------------

Ting.. ting..

"Ehem."

Suara gelas kaca yang berbunyi membuat suasana hening seketika, semua orang mulai menoleh, mendapati sosok Naruto yang berdiri di ujung meja sambil mengangkat sebuah gelas wine di salah satu tangannya.

"Sebelumnya, maaf menganggu kalian, aku di sini sebagai pengantin pria ingin berterima kasih kepada tamu yang sudah hadir."

"Terima kasih telah menghadiri acara di hari yang sempurna ini, sekali lagi terima kasih, tanpa kehadiran kalian mungkin pesta ini akan terasa sepi, jadi aku di sini akan meminta semua untuk bersulang!"

Semua orang mulai tersenyum, mengangkat gelas mereka, mengikuti ajakkan Naruto.

"Bersulang untuk semua kebahagiaan yang akan menyertai!" Sahut Kiba.

"Bersulang!"

"Untuk semua cita-cita yang akan terwujud sebentar lagi!" Sahut Shikamaru.

"Bersulang!"

"Untuk masa muda!" Pekik Lee.

"Bersulang!"

"Untuk kue pernikahan!" Sahut Chouji.

"Bersulang!"

"Dan untuk malam pertama!"

"Untuk malam pertama!"

Semua orang seketika tertawa, membuat Sakura seketika itu mendelik tajam ke arah Naruto dengan wajah yang sudah memerah tentunya.

"Oh, seharusnya aku tidak mengatakan hal itu ya?"

Naruto segera menutup mulutnya, baru saja salah bicara, meringis melihat tatapan membunuh dari Sakura, sementara teman-temannya tampak tak menghiraukan, memilih untuk menikmati pesta yang sudah di mulai.

'Sial, mulut sialan!'

"Ehem."

"Baiklah, saatnya memutar video!"

Sakura dan Naruto seketika itu mulai bingung, menoleh ke arah sosok yang baru saja berbicara, mendapati Konohamaru yang baru saja berdiri, menghampiri sebuah proyektor lengkap dengan layar lebar yang siap dinyalakan.

"Video apa?" Pekik Naruto dan Sakura bersamaan, semakin bingung.

"Hehe, liat ini Nii-Chan!" Konohamaru menggosok pangkal hidungnya,mulai menyalakan proyektor, seketika itu sebuah tampilan video muncul di dalam layar.

"Naruto! Sakura! Kekkon Omedetou!"

-------------------

"Ada apa Guy, sudah bosan berlatih?"

Guy terduduk di kursi roda, menggerlingkan matanya ke arah Kakashi yang baru saja menyapanya.

"Ah, tidak, temanku latihan sedang sibuk sendiri." Ujar Guy, menunjuk ke arah Lee yang tengah berlomba memakan kue dengan Chouji.

"Ah, Begitu ya."

"Nee Kakashi.."

"Hmm?"

"Kau tidak sedih, muridmu sudah menikah loh."

Kakashi terdiam beberapa saat, hingga akhirnya terkekeh pelan, menggeleng singkat.

"Tidak, aku bahagia, mungkin aku akan seperti ini saja."

"Begitu ya.."

"Lalu bagaimana dengan dirimu, jika Lee menikah, apa kau akan bersedih?" Tanya Kakashi, agak pensaran rasanya.

"Tentu tidak, aku juga pasti akan bahagia melihatnya." Jawab Guy pelan, terkekeh pelan.

"Tapi mungkin aku akan kehilangan teman latihan.." Tambah Guy, menunduk pelan.

Tep.

"Tidak apa-apa, aku masih di sini, kita rival bukan?" Kakashi tersenyum ke arah Guy, menepuk pundak Guy pelan, membuat mata Guy berkaca-kaca.

"Kakashiii!" Pekik Guy, air mata sudah meleleh membasahi kedua pipinya.

"Lagipula, mungkin tujuh tahun dari sini, aku bisa hidup bebas....  kita bisa melanjutkan kompetisi kita bukan?" Kakashi masih tersenyum ke arah Guy.

"Kakashi! kau memang benar-benar rival sejatiku!" Pekik Guy, dengan cepat memeluk Kakashi, membuat Kakashi meringis.

"Hei lepaskan, pinggangku sakit!"

"Bagaimana kalau kita mulai kompetisi hari ini?!" Pekik Guy dengan mata yang berbinar-binar.

"Suit?"

"Tidak, sesuatu yang lebih menegangkan!" Guy mengacungkan kepalan tangan di udara.

"Aneh..."

"Sangat aneh..."

Naruto meringis melihat kelakuan kedua senseinya itu, walaupun mereka berada jauh dari hadapannya, Naruto masih samar-samar mendengar percakapan mereka berdua.

Tep.

"Hmm?"

Naruto menoleh ke belakang, mendapati sosok Iruka yang baru saja menepuk pundaknya dari belakang.

"Iruka-Sensei!"

"Bagaimana perasaanmu, Naruto?" Tanya Iruka lembut, memasang sebuah senyuman.

Naruto mengerjapkan mata sesekali, sebelum akhirnya tersenyum kikuk sambil menggaruk belakang kepala.

"Yah, di awal aku sedikit gugup sih.."

"Haha, begitukah? tampaknya sekarang hidupmu akan semakin berwarna ya?" Iruka tertawa kecil, sebelum akhirnya kembali tersenyum.

"Iya begitulah, aku sangat bahagia hari ini, terima kasih Iruka-Sensei." Naruto berucap pelan, menundukkan kepala sedikit.

"Untuk apa?" Iruka mengerenyit bingung.

"Terima kasih telah menghadiri pernikahan ini sebagai ayahku." Naeuto tersenyum lembut, memandang lekat-lekat sosok Iruka yang berdiri di hadapannya.

Iruka terdiam, matanya mulai berkaca-kaca, dengan cepat menggenggam kedua bahu Naruto dengan erat.

"Sudah kubilang bukan, serahkan semuanya padaku, aku lah yang merasa terhomat di sini." Tegas Iruka, memandang lembut Naruto.

"Aku hanya ingin berpesan... teruslah bahagia Naruto, terus lah menjadi dirimu sendiri, menjadi Naruto yang kami kenal." Tambah Iruka.

Naruto terkekeh pelan, kembali memandang ke arah Iruka.

"Ya! serahkan saja padaku!"

"Lagipula, dengan Sakura-Chan yang berada di sisiku, sudah kupastikan aku tidak akan berubah!" Tegas Naruto, mulai tertawa, diikuti Iruka yang mulai tertawa juga.

"Oh iya, ngomong-ngomong soal Sakura, dimana dia sekarang?" Iruka memperhatikan sekelilingnya, tak mendapati kebaradaan sang pengantin wanita di samping pengantin pria.

"Ah.. itu dia disana." Naruto tergugup, menunjuk ragu ke arah teras gedung, ke tempat Sakura berdiri sekarang.

"Eh, ada apa? kenapa dia di sana sendirian?" Tanya Iruka.

"Euh, mungkin.. karena.."

"Hei, kau menyakitinya ya? aduh bagaimana ini? aku harus minta maf lagi kan." Iruka menepuk keras dahinya, membuat Naruto hanya bisa tertawa kikuk.

"Minta maaf padanya sekarang." Iruka memandang horor ke arah Naruto, membuat Naruto terkesiap, dengan cepat berlari ke arah Sakura, takut dengan aura yang di pancarkan oleh Iruka.

"Dasar anak itu."

------------

"Sakura-Chan?"

"Hmm!"

Sakura mendelik tajam, membuat Naruto meringis, mulai ketakutan sekarang, rasanya dia sudah salah memilih menghampiri Sakura sekarang.

"Euh, begini, soal tadi, aku minta maaf ya?" Bujuk Naruto, dengan pelan menghampiri Sakura.

"Hmm, kenapa minta maaf?" Sakura mengerenyit bingung.

"Eh, bukankah tadi kau marah?" Tanya balik Naruto.

"Tidak, aku hanya sedang senang saja." Sakura menghela nafas pelan, kembali mengalihkan pandangan ke arah depan.

"Senangmu menyeramkan."

"Tadi kau bilang apa?" alis Sakura mulai berkedut.

"Tidak-tidak bukan apa-apa!" Sela Naruto cepat.

"Ne Naruto.."

"Hmm?"

"Apa kau bahagia sekarang?" Tanya Sakura pelan, mulai memandangi wajah Naruto lekat-lekat.

"Maksudku, apa kau senang menikah denganku?" Tanya Sakura malu-malu, sedikit memalingkan muka yang mulai kemerahan.

Naruto terkekeh pelan, menghela nafas singkat.

"Tentu saja, menikah dengan gadis yang kau cintai, bukankah seharusnya dia merasa bahagia sekarang?" Naruto tersenyum lembut ke arah Sakura, memandnag lekat-lekat wajah Sakura yang kemerahan.

"Lagipula kau adalah gadis yang aku inginkan di sini, aku merasa sangat senang, akhirnya aku mendapatkan dirimu Sakura-Chan.."

Sakura terdiam beberapa saat, matanya mulai berkaca-kaca.

"Lalu apa kau yakin bisa menghadapiku?"

"Menghadapi moodku yang mudah berubah?"

"Ya, tentu saja."

"Terus bersamaku sepanjang sisa hidupmu?"

"Ya, tidak akan pernah bosan."

"Menghadapi diriku yang sedang kesal?"

"Aku akan mencoba."

"Bersabar jika aku meminta aneh-aneh padamu?"

"Ya, akan aku lakukan apapun demi dirimu."

"Tidak ada keraguan?"

"Tidak ada sama sekali."

"Terima kasih Naruto...aku senang mendengarnya... aku menantikan hari-hari berikutnya, hari dimana kita menjalani hari bersama...selamanya.." Sakura tersenyum manis, mulai membalikkan badan.

"Aku juga senang.... aku juga menantikan hari-hari itu." Naruto membalas senyuman Sakura.

"Dan lagi.." Sela Sakura.

"Eh? ada lagi? euh bisa beri istrihat sebentar? bukankah itu sudah cukup?" Naruto terkesiap, Sakura memandangnya lebih serius sekarang.

"Belum, ada lagi yang ingin ku katakan...." Sakura berucap pelan, semburat merah kecil mulai menghiasi kedua pipinya.

Naruto terdiam, menunggu untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan Sakura sekarang.

Sakura menarik nafas pelan, berdehem singkat, dan mulai memasang sebuah senyum manis ke arah Naruto.

"Anata ga suki yo, Naruto-Kun.."

Kedua mata safir membulat, semburat merah kecil mulai muncul, memandnag kosong ke arah Sakura yang mulai tersipu malu sekarang.

"Hei Naruto! Sakura! mari kita foto!" Teriak Ino dari dalam ruangan, memecah keheningan diantara Naruto dan Sakura.

"Ayo Naruto!" Sakura dengan cepat menarik lengan Naruto, mengabaikan rasa malu dan juga Naruto yang masih terdiam.

"Ah, iya!"

'Aku juga mencintaimu, Sakura-Chan.'

°

°

°

°

°

°

°

°

🌸🌻

The End?

Epilogue

°

°

°

Tring...

"Baiklah semuanya, pelajaran telah selesai, semoga kalian menikmati liburan musim dingin kalian!"

Seorang berkemeja hijau berjalan meninggalkan kelas, membuat semua murid berdiri.

"Terima kasih Shino-Sensei!"

Tep.

"Hmm?"

"Hei Shina, apa kau langsung pulang hari ini?" Sosok anak berumur enam tahun bertanya, mengarahkan pandangan ke arah sosok anak berambut pirang yang tengah merapihkan isi tasnya.

"Iya, Kaa-San memintaku pulang cepat hari ini." jawab si sosok yang di panggil, tersenyum kecil ke arah temannya yang baru saja menepuk pundaknya pelan.

"Yah, padahal kan aku ingin membalas kekalahanku kemarin.." Si anak berkulit pucat dengan surai pirangnya menunduk lesu.

"Ha-ha maaf ya Inojin, mungkin besok saja kita mainnya." Sahut Shina pelan, tertawa kikuk, tak enak hati menolak ajakkan temannya itu.

"Merepotkan, lagipula Inojin, kau saja belum pernah menang dariku, levelmu masih kalah jauh dibandingkan aku dan Shina." Sahut seorang anak bersurai hitam, sambil mengorek kupingnya, mendekat ke arah kedua temannya itu.

"Kau jahat sekali Shikadai..." Inojin menunduk lagi, harga dirinya tergores hari ini.

"Kenyataannya begitu."

"Ha-ha." Shina tertawa canggung, agaknya terbiasa dengan kelakuan kedua temannya itu.

-----------

"Jaa na Sarada! sampai jumpa lagi besok!"

"Jaa na Chocho!"

Ckrek..

"Tadaima!"

"Okaeri! Sarada kemari! Kaa-San punya kejutan!"

Sosok anak berkacamata melangkah pelan menelusuri lorong kecil rumahnya, mendatangi arah suara berasal.

"Ada apa mama?"

"Lihat, ada boneka untukmu!" Sosok wanita berambut merah menyodorkan sebuah boneka beruang, membuat Sarada sedikit terkejut.

"Dari papa?" tanya Sarada.

Sosok wanita itu menggangguk, tersenyum manis ke arah Sarada.

"Lalu kapan papa pulang?" Sarad kembali bertanya.

Sosok ibunya seketika gelagapan, nampak khawatir menunggu sesuatu, sebelum akhirnya sebuah ketukan pintu terdengar.

Tanpa menjawab pertanyaan Sarada, wanuta itu melangkah pergi, menghampiri pintu rumah, bersiap menyambut seseorang.

Ckrek..

"Tadaima, Karin."

"Tadaima Sasuke-Kun."

"Eh? Papa?!"

Karin menjauh dari Sasuke, memberikan sebuah keleluasaan bagi suaminya untuk melihat sosok Sarada yang berdiri tak jauh dari mereka.

Sasuke mulai tersenyum kecil, sementara Sarada masih melongo sambil memegang erat boneka beruang yang baru saja diberikan padanya.

"Tadaima, Sarada."

---------------

"Tadaima Kaa-San."

"Okaeri Mitsuki-Kun!"

"Bagaimana sekolahmu hari ini?"

"Biasa saja Kaa-San, nilaiku masih belum bisa mengalahkan Shina." Mitsuki tersenyum, menghampiri ibunya yang tersenyum di atas kursi meja.

"Tenang saja, lambat laun kau bisa melampaui nilai anak sombong itu." Sahut seorang pria dari salah satu kursi, nampak tengah menyesap kopi buatan istrinya.

"Huss, Toneri-Kun! kau selalu saja terlihat iri." Sosok wanita bersurai hitam terkekeh pelan, membuat Toneri seketika itu berdecak sebal.

"Aku tidak iri Hinata." Sanggah Toneri cepat, Hinata tak mengindahkan, dirinya masih terkekeh pelan, sementara Mitsuki hanya bisa mengumbar senyum, terbiasa dengan kelakuan kedua orang tuanya itu.

-----------------

"Ah, bosan sekali!"

Shinachiku terbaring di atas tempat tidur, memperhatikan langit-langit, tidak tahu lagi apa yang harus di lakukan.

"Tidur sebentar mungkin tidak buruk."

Perlahan kedua mata emerald itu mulai menutup, dengan cepat memasuki alam mimpi, tertidur pulas akibat rasa capek seharian belajar di akademi.

'Tolong sampaikan pesan kami ya... Bilang kami bangga pada kalian semua..'

'Kushina, apa kau yakin mereka akan ingat?'

'Tentu saja aku yakin, benarkan Shina-kun? Hanami-Chan?'

Kedua anak kecil berbeda gender seketika itu tersenyum, mengangguk mantap.

'Akan aku sampaikan Baa-San!'

'Ah tidak! sekarang aku sudah menjadi nenek-nenek...' Pekik Kushina, mulai meneteskan air mata.

Sementara Minato hanya bisa tertawa kecil.

'Jadi kalian akan menyampaikannya kan?'

'Tentu Ojii-San!'

'Kalau begitu kami pergi dulu ya, kami sayang kalian, Dadah Shina-kun, Hanami-Chan!'

Ruangan seketika itu semakin gelap, hingga akhirnya terdengar sebuah suara keras yang menganggu.

"Onii-Chan, bangun!"

"Ah, Hanami! bikin kaget saja!" pekik Shina, seketika kaget mendapati sosok  gadis kecil dengan surai merah muda sudah duduk di atas badannya.

"Nii-Chan, bermimpi sesuatu tidak?" Tanya Hanami, bergerak mundur, mulai berdiri di hadapan Shina yang sudah terbangun.

"Eh, kau juga bermimpi ya?"

Hanami mengangguk singkat.

"Kalau begitu, berarti kita harus sampaikan! Ayo Hanami!"

-------------

"Tadaima!"

"Okaeri Anata!"

"Kau sudah pulang Sakura-Chan?"

"Hmm!" Sakura tersenyum lembut, sementara Naruto masih terkejut, tak biasanya Sakura pulang cepat.

"Ayo, makan malam sudah siap!"

"Ah, iya, anak-anak dimana?" Tanya Naruto sambil melepaskan alas kakinya.

"Mereka sedang tidur, kayaknya kelelahan." Jawab Sakura, mengalihkan pandangan ke arah anak tangga.

"Begitu ya.."

"Aku mau membangunkan mereka dulu, kau duduk dulu saja." Ujar Sakura, tersenyum manis, bersiap melangkah ke arah anak tangga.

"Mau kubantu?"

"Tidak, kau duduk saja, biar aku yang-"

Drap...

Drap...

"Eh?!"

Sakura terkesiap, kedua anaknya tiba-tiba menghampirinya dengan cepat dari arah tangga, memeluknya sangat erat.

"Hei, jangan berisik, nanti Arashi bisa bangun!" Bisik Sakura, mengelus kedua puncak kepala anaknya.

"Papa kemari!" Sahut pelan Hanami, membuat Naruto hanya bisa terkekeh pelan, mulai menghampiri ketiga sosok itu.

"Ada apa dengan kalian, bermimpi buruk kah?" Tanya Naruto, mulai mengelus puncak kepala Hanami.

"Lebih dekat..." Lirih Hanami, meminta Naruto untuk lebih dekat.

"Mama juga, kami ingin memberitahu sesuatu, benarkan Nii-Chan?"

Naruto mengerenyit bingung ke arah Sakura, membuat Sakura hanya menggeleng pelan sambil mengangkat kedua bahunya.

"Ih, cepetan, aku sudah lapar!" pekik Hanami.

Membuat Naruto dan Sakura akhirnya tertawa kecil, mulai mendekatkan telinga mereka ke arah kedua anaknya.

"Kami bangga pada kalian!"

Naruto terkejut, mengerjapkan matanya sesekali, Sakura juga ikut terkejut, mereka mulai tidak paham sekarang.

"Apakah kalian?" Naruto bertanya dengan suara yang bergetar.

"Ya kami bertemu Kakek dan Nenek!" Sahut Shina dan Hanami serentak, tersenyum lebar ke arah kedua orang tuanya.

"Eh? bagaimana bisa?" Sakura semakin bingung sekarang.

Sementara Naruto terdiam di sana, perlahan matanya mulai berkaca-kaca, dengan cepat membawa Sakura dan kedua anaknya kedalam sebuah pelukan besar.

"Hei-hei, aku masih belum mengerti!"

"Haha, papa terlihat lucu saat menangis, benarkan mama?"

"Ini tangisan pria tau!"

"Ada-ada saja.."

"Huweee!"

"Arashi bangun!"

The End.