Hari ini, kios pakaian milik Pak Wijaya ayahnya Widia dan Rendy tidak begitu ramai seperti biasanya. Mungkin karena sudah jauh dari musim liburan, sehingga tidak banyak lagi orang yang mencari pakaian baru. Atau mungkin karena tanggal gajian yang sudah lama terlewati. Tidak ada yang tahu.
Karena itu, Ayah Widia pun tampak santai. Ketika hari menjelang siang, ia tampak melihat situasi di sekeliling kiosnya. Ketika dirasa sepi, ia pun mengambil smartphone dari kantong celananya dan memutar sebuah video. Ia memutarnya tanpa suara, karena video tersebut ternyata menampilkan adegan seks antara sepasang pria dan wanita yang begitu panas.
Sekitar sepuluh menit terlewati, Ayah Widia merasa badannya kian menghangat. Lelaki berusia 50 tahun itu pun mulai mengelus-elus kemaluannya sendiri.
"Woyy, Bang Wijaya … Nonton apaan tuh." Bisik seseorang di telingan Pak Wijaya.
Ayah Widia pun kaget karena suara bisikan memalukan yang tiba-tiba hinggap di telinganya. Dia sontak langsung menutup video yang tengah ditontonnya dan mencari asal suara tersebut. Ternyata itu adalah suara Rojak, salah seorang pegawai di kiosnya yang sudah cukup lama ikut dengannya.
"Ah ternyata lo, Jak. Gangguin aja. Lagian gua cuma iseng nonton YouTube," sanggah Pak Wijaya sambil memasukkan kembali smartphone ke kantong celananya.
"Gak usah malu gitu napa Bang. Saya kan tahu Abang juga udah lama gak ditemenin cewek, wajar lah kalau nonton gituan," ledek Rojak.
"Ngomong apa sih lo, Jak?"
"Apa perlu gua kasih tahu Widia kalau Bapaknya suka nonton bokep?" ujar Rojak sambil mengedipkan mata ke arah Widia yang sedang melayani pengunjung di bagian depan toko.
"Jangan gitu dong, Jak," gerutu Pak Wijaya.
"Makanya, santai aja kali Bang sama saya," ujar Rojak sambil tersenyum meledek.
Pak Wijaya pun berusaha untuk menghindar dari Rojak dengan pergi ke bagian depan kios. Namun ia dihalangi oleh Rojak.
"Ngomong-ngomong, kalau Pak Wijaya butuh bantuan soal 'itu', bilang aja sama saya. Saya punya stok yang bisa bantu masalah Bapak," ujar Rojak dengan suara pelan seperti berbisik.
Pak Wijaya terdiam sejenak. Namun kemudian ia langsung melewati Rojak tanpa berkata sepatah kata pun.
"Kabarin ya Bang kalau butuh," teriak Rojak.
Di depan kios, Pak Wijaya pun bertemu dengan Widia, anak sulungnya yang cantik jelita. Ia tampak baru selesai melayani seorang pelanggan.
"Wid, ayah pulang dulu ya."
"Loh, kenapa Yah? tumben," tanya Widia heran.
"Gak kenapa-kenapa, cuma pengen istirahat aja. Lagian kios juga lagi sepi kan," ujar Pak Wijaya sekenanya.
"Owh, ya udah. Hati-hati di jalan ya, Yah."
Pak Wijaya pun langsung menuju parkiran dan memacu mobil Innova miliknya menuju rumah. Biasanya, jarak dari kios ke rumah hanya memakan waktu sekitar 45 menit.
Sepanjang perjalanan, Pak Wijaya terus terngiang dengan kata-kata Rojak. Ia tidak bisa berbohong bahwa dirinya memang butuh sentuhan wanita. Kehilangan istri membuatnya haus akan kebutuhan tersebut.
Namun ia tidak berani untuk jujur kepada anak-anaknya tentang hal ini. Ia khawatir kedua anaknya akan protes bila ia berniat menikah lagi. Apakah menyewa wanita panggilan merupakan satu-satunya jalan keluar?
Di tengah jalan, Pak Wijaya melihat sesosok perempuan yang sepertinya ia kenal. Perempuan tersebut tengah berdiri di pinggir jalan, seperti sedang menunggu kendaraan. Pak Wijaya pun memperlambat laju mobilnya.
Semakin dekat, ia pun semakin yakin siapa perempuan yang sepertinya berusia sekitar 24 tahun tersebut. Perempuan tersebut terlihat sangat cantik dengan atasan bermotif bunga-bunga dan rok hitam panjang. Pak Wijaya pun menghentikan mobil tepat di depannya.
"Halo, mau ke mana Angel?" tanya Pak Wijaya setelah membuka kaca jendela mobilnya. Perempuan tersebut ternyata Angel, teman baik anaknya.
"Oh, halo Om Wijaya. Ini baru mau pulang ke rumah dari ngajar bimbel. Dari tadi nungguin angkot gak ada yang lewat," jawab Angel yang langsung mengenali pengemudi mobil yang berhenti di hadapannya tersebut.
"Mau bareng Om aja?" tanya Pak Wijaya. Lokasi rumah Angel dan Widia memang searah, hanya berbeda komplek saja.
Terlihat Angel berpikir sejenak sambil melihat ke arah jalanan, namun tidak kunjung ada angkot yang ia tunggu. Akhirnya Angel pun mengambil keputusan.
"Boleh deh, Om."
Angel pun langsung membuka pintu depan mobil Innova yang dikemudikan Pak Wijaya, dan duduk di samping kursi pengemudi. Ini bukan pertama kalinya ia naik ke mobil tersebut. Sebelumnya, Widia pernah menjemputnya untuk pergi ke berbagai tempat dengan mobil yang sama.
"Jadi sekarang sibuk ngajar bimbel ya, Angel?" Tanya Pak Wijaya sambil mulai menjalankan mobilnya.
"Iya Om. Di sekitar tempat tadi bimbelnya. Dari dulu memang aku suka ngajar dan ketemu sama anak-anak gitu," ujar Angel sambil sesekali melihat jalan di depannya dan sesekali memandang Pak Wijaya. Beberapa kali mata mereka pun saling bertemu.
"Kamu memang mirip dengan ibumu," ujar Pak Wijaya sambil tersenyum.
"Hee, bisa aja Om," jawab Angel yang hanya tertawa mendengarnya.
Karena tidak tahu harus bagaimana, Angel pun menghabiskan waktu sepanjang perjalanan dengan memeriksa WhatsApp atau Instagram di smartphone miliknya.
Sedangkan Pak Wijaya justru tidak bisa melepaskan matanya dari perempuan muda yang ada di sebelahnya tersebut. Beberapa kali bertemu dengan Angel ketika perempuan tersebut mampir ke rumah untuk mengunjungi Widia, terus menerus membuat Pak Wijaya terpana akan kecantikannya.
Bila tidak ingat bahwa Angel adalah sahabat baik anaknya, dan usia mereka yang terpaut sangat jauh, mungkin Pak Wijaya sudah akan mendekatinya.
Tubuh Angel memang tidak semontok anaknya sendiri. Payudara Angel tidak terlalu besar, meski tetap terlihat menonjol. Namun perempuan muda tersebut mempunyai kulit yang begitu putih dan halus, ditambah wajahnya yang cantik dengan hidung mancung dan bibir yang merah merekah.
Pak Wijaya benar-benar tidak tahan dengan kondisi tersebut, dan membayangkan betapa manisnya bibir perempuan muda yang ada di sebelahnya itu bila bertemu dengan bibirnya.
Pak Wijaya kembali terngiang dengan kata-kata Rojak sebelumnya. Apakah memang wajar dirinya yang sudah ditinggal istri selama dua tahun, kini seperti haus akan kenikmatan seksual, bahkan sampai berpikir yang tidak-tidak tentang perempuan muda yang merupakan teman baik anak gadisnya tersebut.
Apakah ia harus cepat-cepat melepaskan birahinya kepada seorang wanita panggilan? Atau memang dirinya saja yang tidak normal, karena masih menuruti birahi di usianya yang sudah senja?
Untuk saat ini, ia memutuskan untuk tidak mencari jawabannya, dan fokus menikmati keindahan tubuh perempuan muda, cantik di sampingnya tersebut.
"Om kenapa dari tadi ngeliatin Angel terus?" Teguran itu membuat Pak Wijaya kaget. Angel ternyata menyadari kalau ia terus mencuri-curi pandang selama perjalanan.
"Oh, nggak apa-apa kok," jawab Pak Wijaya yang bingung harus berkata apa. "Ayah kamu masih sering ke Australia, Angel?" Ia pun berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Sekarang sudah sering di Jakarta, Om. Bisnis di Australia masih jalan, tapi sudah ada mitra bisnis yang ngurus, jadi Ayah sekarang bisa lebih sering di sini," jawab Angel sambil tersenyum manis dan membetulkan posisi kacamatanya, membuat Pak Wijaya semakin deg-degan.
"Bagus kalau begitu. Eh, kita sudah sampai nih," ujar Pak Wijaya.
"Iyah, terima kasih ya Om sudah nganterin Angel. Salam untuk Widia," ujar Angel. Sesaat kemudian perempuan cantik itu langsung mendekat ke arah Pak Wijaya dan menarik tangan kanannya.
Ayah Widia itu pun kaget. Namun ia menarik napas lega begitu Angel ternyata hanya menyentuhkan tangan kanannya tersebut ke dahi. Ternyata Angel hanya menyalami Pak Wijaya sebagai tanda hormat. Namun hal itu justru membuat Pak Wijaya bisa merasakan betapa halus kulitnya, dan birahinya pun langsung naik.
"Sampai jumpa, Om," ujar Angel sambil keluar dari mobil dan masuk ke rumah.
Pak Wijaya terus memperhatikan gerak-gerik Angel dari balik jendela. Kini ia tidak perlu takut ketahuan, karena kaca mobilnya yang terlihat gelap dari luar. Ia pun bisa dengan leluasa memandangi kemolekan tubuh perempuan muda tersebut dari belakang. Tubuh langsingnya benar-benar ranum, terlebih ketika Pak Wijaya melihat goyangan pinggul Angel. Ia pun bisa merasakan kemaluannya perlahan berdiri mendorong resleting celana panjangnya.
Namun Pak Wijaya cepat tersadar, dan langsung menjalankan mobilnya kembali begitu Angel telah masuk ke dalam rumah.
Sesampainya Pak Wijaya di rumah, ternyata hanya ada Rendy, anak bungsunya yang sedang menonton televisi di ruang keluarga. Ia pun langsung menuju kamar tidurnya yang berada di dekat kamar mandi.
"Ayah kenapa senyum-senyum gitu?" tanya Rendy tiba-tiba.
Pak Wijaya kaget. Entah bagaimana, anak laki-lakinya itu punya pengamatan yang sangat jeli seperti detektif.
"Nggak ada apa-apa kok. Bisa saja kamu," ujarnya sambil bergerak lebih cepat menuju kamar.
Di dalam kamar, Pak Wijaya langsung merebahkan diri di atas ranjang. Ia masih tak bisa menghilangkan bayangan wajah cantik Angel dari pikirannya. Perlahan ia mengambil smartphone dari kantong celananya dan membuka aplikasi WhatsApp.
Pak Wijaya mengirim pesan kepada seseorang yang sangt dia kenal,
[Apa kabar, Anggoro sahabatku?]
^^^