Namara menunduk. "Seperti yang Tuan katakan. Jika aku bisa menghilangkan bekas lukaku maka aku akan kembali mencobanya," balasnya dengan suara yang cukup tegas.
Sudut alis Eros langsung terangkat. "Apa itu berarti bekas lukamu sudah hilang?"
"Ya." Namara mengangguk.
Eros menjadi penasaran sekaligus curiga. Namara adalah wanita yang lemah, siapa yang mungkin membantunya? Siapa yang sudah menghilangkan bekas luka itu hanya dalam hitungan hari?
Tangan Eros terangkat dan bulu hitam yang dipegang tiba-tiba meluncur secepat kilat mendekati Namara. Benda tipis itu bergerak mengitari tubuh Namara sebelum akhirnya mulai menggores pakaiannya bak belati terbang yang sangat tajam.
Tubuh Namara menjadi tegang. Dia tidak berani bergerak sedikit pun, takut seandainya sedikit gerak saja akan membuat bulu hitam itu menggorok tubuhnya.
Pakaian Namara robek dan tubuhnya mulai ditelanjangi. Sekarang akhirnya dia mengerti. Ternyata alasan wanita-wanita itu keluar dengan pakaian robek adalah karena bulu hitam sialan itu. Meskipun kelihatannya itu hanya bulu biasa, tetapi ketajamannya sama sekali tidak kalah dari sebuah belati.
"Berputar!" perintah Eros.
Namara menarik napas dalam-dalam. Bulu hitam itu sudah menjauh dan perasaannya sudah lebih lega. Tubuhnya yang hampir telanjang bulat mulai berputar membelakangi Eros. Untungnya di sana tidak ada orang lain.
"Hmm …." Eros mengerutkan kening. Dia akhirnya bangkit dari tempat tidur dan mulai melangkah mendekati Namara. Diamatinya dengan baik punggung mulus Namara yang tanpa cela.
"Siapa yang menghilangkannya?" tanya Eros penuh selidik.
Namara merasa seperti orang bodoh. Seharusnya dia memikirkan ini. Siapa pun pasti akan curiga jika ada hal yang tidak berjalan dengan semestinya.
Dia segera memikirkan alasan yang tepat. "Seorang pria tua memberiku salep penghilang bekas luka ketika aku sedang mencari di toko obat,"kilahnya.
Eros mengejek. "Alasanmu terlalu biasa." Dia kembali melangkah ke ranjang. "Namun, aku sudah memutuskan."
Namara kembali berputar. Dia menatap penasaran pada sosok Eros. Apa yang sudah pria itu putuskan? Apakah akan menerimanya atau menolaknya seperti terakhir kali?
"Kau akan ikut denganku," lanjut Eros. Dia menatap Namara dengan sorot mata yang dalam.
Kata-kata Eros langsung membuat Namara bersorak di dalam hati. Akhirnya …. Setelah melalui kesulitan di rumah bordil ini akhirnya dia berhasil juga. Sebentar lagi dia pasti akan segera dibawa ke klan Sayap Hitam.
Meskipun Namara berada dalam kebahagiaan, dia tidak menunjukkan perasaannya secara berlebihan. Dia hanya menunduk dan berkata, "Terima kasih."
Eros berdecih dan melamparkan selimut pada Namara. "Jangan pernah sembarangan menunjukkan tubuhmu di depanku," ucap Eros dengan dingin.
Namara segera memungut selimut itu dan menggunakannya untuk menutup tubuh polosnya. Kenapa Eros berbicara seolah-olah dia sedang sembarangan menunjukkan tubuhnya? Bukankah pria itu sendiri yang sudah merusak pakaiannya?
"Baik," balas Namara.
"Kau boleh merasa senang sekarang. Namun, aku harus memberi tahumu satu hal," kata Eros sambil menatapnya dengan serius.
Apa yang akan pria itu katakan?
"Jangan mengharap apa pun dariku. Aku tidak akan memberikan hal lebih pada siapa pun."
Namara ingin tertawa mengejek sekarang. Memangnya siapa yang akan mengharapkan sesuatu dari Eros. Tidak akan. Yang dia butuhkan hanyalah masuk ke klan Sayap Hitam dan melakukan misinya.
Pria itu terlalu menganggapnya remeh.
"Aku mengerti," balas Namara. Dia menunduk menahan senyum kemenangannya.
"Kemasi barang-barangmu sekarang. Aku akan kembali ke istanaku."
"Baik."
Namara merapatkan selimutnya dan segera melangkah keluar. Beberapa wanita langsung menoleh setelah melihat kemunculannya. Melihat selimut yang menutupi tubuh Namara membuat mereka mulai menyimpulkan.
Namara adalah wanita pilihan Eros.
Beberapa orang menatap Namara dengan tatapan penasaran, tetapi ada banyak juga yang menatapnya dengan penuh kebencian. Meskipun begitu Namara tidak peduli sama sekali. Apa pun keadaannya, tidak ada yang bisa memungkiri bahwa dia adalah pemenangnya.
Verna bergerak mendekati Namara. Sekarang wanita itu menatapnya jauh lebih ramah daripada sebelumnya. Namara mendengkus melihat perubahan itu. Dasar Verna si wanita penjilat.
"Apa dia memilihmu?" tanya Verna.
"Ya," balas Namara. "Dan aku akan meninggalkan tempat ini. Verna, aku harap kau tidak akan mati dengan uang menjijikkanmu itu."
Verna terkejut mendengar ucapan Namara. Tatapannya mulai berubah menjadi penuh amarah. Bagaimana Namara bisa begitu berani menyebut uangnya sebagai uang menjijikkan? Ini adalah ladang bisnisnya.
Meskipun marah, dia tidak bisa bertengkar dengan wanita yang sudah dipilih Eros. Pria itu bisa menghukumnya dengan kejam jika mengetahui dia bertengkar dengan budak seksnya.
"Selamat tinggal, Verna. Kau harus ingat aku adalah wanita yang pernah dihukum dengan cambukanmu," ucap Namara sambil tersenyum. Namun, senyuman itu tidak terlihat ramah sama sekali.
"Tidak tahu diuntung!" geram Verna. Dia mengepalkan tangannya sambil menyaksikan Namara yang melangkah ke lantai atas dengan kepala terangkat.
Namara tersenyum senang. Dia masuk ke kamar dan segera mengganti pakaian. Setelah itu dia mengemasi beberapa barang miliknya. Tak lupa juga dia membawa buku kecil misteriusnya.
Ketika sedang berkemas, dia melihat botol kecil yang tersembunyi di dalam tas. Tatapan Namara menjadi dingin. Dia menggunakan pakaiannya untuk menyembunyikan botol itu dengan hati-hati. Setelah semuanya selesai dia pun segera melangkah keluar.
"Namara!"
Namara menoleh mengikuti arah si pemanggil. Dia melihat Ananme yang berjalan mendekatinya. Wanita itu sekarang sudah memiliki kamar sendiri dan kondisinya pun sudah lebih baik.
"Ya?"
"Kau benar-benar akan pergi?" tanya Ananme. Dia merasa tidak rela membiarkan Namara menggantikan posisinya di istana klan Sayap Hitam. Bukan karena apa, dia hanya tidak mau Namara merasakan hal yang sama sepertinya.
"Ya. Aku sudah memikirkan semuanya matang-matang," balas Namara. "Jangan khawatirkan aku."
Ananme mendesah kecewa. "Kalau begitu … aku hanya bisa berharap semoga kau tidak menemukan banyak kesulitan."
"Terima kasih. Jaga dirimu baik-baik, Ananme. Tolong sampaikan pada Xanda, kita pasti akan bertemu lagi di masa depan," ucap Namara dengan hangat. Setelah itu dia pun langsung melanjutkan langkahnya yang tertunda.
Ketika Namara turun, Eros dan beberapa bawahannya sudah menunggu di luar bangunan. Dia melihat Ilene yang menatapnya dengan tatapan aneh.
"Ada apa?" tanya Namara.
Ilene menggeleng. "Kurasa kau harus berhati-hati," balasnya singkat. Setelah itu Ilene berlalu pergi.
Namara hanya mengangkat bahu tidak mengerti. Ya, dia pasti akan berhati-hati. Memasuki sarang musuh tentu harus berhati-hati.
Tanpa merasa ragu Namara melangkah keluar dan menemui Eros yang sudah berwajah gelap. Pria itu menatapnya tidak senang. "Kau berani membuatku menunggu di luar seperti ini?"
Namara menelan ludahnya. Bagaimana dia bisa tahu kalau Eros menunggu di luar? Lagi pula kenapa pria itu tidak menunggu di dalam saja? Bukankah itu akan lebih nyaman?
"Maaf." Namun, pada akhirnya Namara harus mengalah. Dia tidak ingin membuat Eros marah yang mungkin bisa membatalkan semuanya.
Eros mendengkus. Dia menarik Namara mendekat dan segera merengkuh pinggangnya dengan kaku. Sepasang sayap hitam tiba-tiba muncul dipunggung Eros. Tanpa berlama-lama dia pun membawa Namara terbang meninggalkan rumah pelacuran.
Selamat tinggal rumah yang menjijikkan. Tempat baru sudah menanti Namara.