Hubungan pak Gibran dan Khanza sudah terjalin hampir 6 bulan lamanya. Ada sebuah perayaan di sekolah malam ini, yang selalu diadakan setiap tahunnya. Walau terbilang sekolah tempat Khanza menempuh pendidikan berada di kalangan biasa saja. Namun berkat kehadiran pak Gibran yang di sekolah, mampu menghadirkan beberapa tamu undangan kalangan atas dari coleganya. Sehingga acara tahun ini sedikit berbeda,
Seluruh siswa di berikan kesempatan untuk hadir dengan pakaian bebas dengan syarat tetap sopan yang menunjukkan status murid di sekolah itu. Khanza begitu cantik malam ini, dia sengaja mengenakan sebuah dres mini berwarna hitam yang menutupi hingga sampai di lututnya saja.
Warna hitam terlihat sangat kontras sehingga kulitnya yang putih begitu tampak terang terlihat. Rambutnya panjangnya dia tata begitu cantik layaknya tokoh Elsa dalam cerita Frozen di negeri dongeng.
Malam ini Dia sangat cantik dan elegan, sangat berbeda dari biasanya. Dia anggun dan manis sekali. Membuat seluruh murid dan para guru juga memujinya, karena dia tampak sungguh berbeda.
"Wah, lihat. Bukan kah dia Khanza? Dia cantik sekali." Ujar salah satu murid laki-laki memujinya.
"Hei, benar sekali. Dia Khanza, wah... Apakah dia berubah menjadi cinderella saat ini?"
"Tidak, dia seperti tokoh Elsa bukan?"
Hampir semua murid laki-laki maupun perempuan memuji kecantikan Khanza. Membuat Khanza sedikit salah tingkah dan tersipu malu. Memang lah perubahan tubuh Khanza saat ini kian semakin berubah, karena sudah berani menjalin hubungan diluar batas usianya. Membuat setiap pertumbuhan di sekujur tubuhnya terlihat makin seksi, dan terlebihnya lagi dia sudah ternodai oleh dua lelaki.
"Khanza!" Terdengar teriakan dari suara yang sudah sangat di kenal oleh Khanza, dia Chika, sahabatnya.
"Hai, Chika. Hum... Kau cantik sekali." Ujar Khanza menggoda sahabatnya itu.
"Ih, mulai deh. Aku justru sedikit iri padamu, semua memujimu. Tuh, lihat. Beberapa mata selalu fokus tertuju padamu." Bisik Chika menyenggol lengan Khanza.
"Hihihi, aku sengaja berpenampilan seperti ini. Aku ingin menarik perhatian kekasihku, mas Gibran." Jawab Khanza dengan senyuman genit seraya berbisik pada Chika.
"Pfffttt... Kau memanggilnya mas? Hahaha."
Khanza melototi Chika yang sedang mentertawakannya.
"Ups, sory. Aku hanya sedikit geli mendengarmu memanggil guru kita dengan panggilan M-a-s. Sangat tua, hahaha."
"Chiikaaa... Iih, kau."
"Eh, Za. Lihat, siapa tuh yang datang bersama pak Gibran? Lihat, dia begitu akrab dengannya. Penampilannya itu, waaah..." Chika tak berhenti berkedip menunjuk ke arah belakang Khanza. Tepat arah pintu masuk ruangan aula sekolah ini.
"E,eh..." Khanza pun terkejut menoleh ke arah pak Gibran berjalan memasuki ruangan dengan beberapa tamu undangan penting dan di dampingi oleh seorang wanita muda yang begitu tak kalah jauh cantiknya. Bola mata berwarna hijau kecokelatan, rambut berwarna cokelat tua sedikit bergelombang. Gaun biru yang saat ini dia kenakan begitu pas mengikuti lekuk tubuhnya sehingga dia terlihat semakin menawan.
Tanpa sedikitpun pak Gibran melihat ke arah Khanza, dia terus sibuk memperkenalkan wanita di sisinya pada seluruh guru di sekolah ini.
"Za, kenapa diam aja lu? Ya ampun, apa dia istri pak Gibran? Tuhan, cantik sekali... Masih sangat muda gak sih? Tapi dimana anak-anak mereka? Apa sengaja tidak di bawa?" Ujar Chika yang kesekian kalinya.
"Sepertinya bukan, aku pernah melihat foto istrinya yang tanpa sengaja saat itu aku melihatnya di layar ponselnya." Jawab Khanza dengan nada serius.
"Ehm... Begitu, lalu siapa wanita itu?" Tanya Chika kembali.
"Aaah, Chika. Berhenti terus menanyakan nya padaku. Kau membuatku semakin merasa cemburu saja." Khanza sedikit meninggikan suaranya.
"Ya ampun, Za. Ada apa dengan mu? Hahaha. Kau sungguh cemburu? Ayolah, sahabatku. Jangan melampaui batasmu. Lagipula, bukan kah sejak awal kau pun tahu jika pak Gibran sudah memiliki istri dan anak bukan?"
Khanza terdiam menatap wajah sahabatnya itu.
"Aku tahu, Chika. Tidak seharusnya aku cemburu berlebihan melihatnya datang atau berdekatan dengan wanita lain." Jawab Khanza dengan suara parau.
"E,eh.. Khanza, sory. Maksud ku bukan seperti itu, maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyinggungmu." Chika meraih tangan Khanza kemudian di genggamnya dengan erat.
"Hemm... Tak apa, aku tahu kau tak bermaksud menyinggungku. Ah, sudah lah. Ayo kita duduk disana." Ajak Khanza kemudian sembari menarik tangan Chika untuk menuju sebuah kursi kosong di pojok paling belakang. Sengaja dia memilih sebuah kursi di paling akhir untuk bisa lebih leluasa menarik perhatian pak Gibran nantinya.
🍒Sampai disini dulu kakak-kakak, sampai jumpa di episode selanjutnya. Mohon dukungannya selalu, tapi tolong jangan menghujatku akan cerita ini nantinya, aku akan sangat bersedih nantinya.🍒