webnovel

Jaminan kasih sayang

Setelah hari mulai sore, Khanza terkejut akan sesuatu yang pak Gibran berikan.

"Apa ini mas?"

"Mas harap kamu tidak tersinggung, mulai sekarang jika kamu butuh apapun bilang pada mas ya. Dua juta cukup untuk seminnggu?" Ujar nya dengan mengusap kepala Khanza yang masih terduduk di bibir ranjang.

Dengan kasar Khanza menepis tangan Pak Gibran, membuatnya sedikit terhentak.

"Jadi mas menganggapku melakukan ini semua karena materi? Kau menganggapku telah menjual diri ini pada mu, Mas. Kau jelas menyinggung ku,"

"Sayang, demi Tuhan aku tidak bermaksud demikian. Aku hanya tidak tahu hadiah apa yang akan aku berikan untuk mu saat ini, kau begitu special untuk ku Khanza. Aku ingin kau selalu bahagia di dekatku, semua keinginan mu terpenuhi."

"Tapi bukan dengan cara seperti ini, Mas. Kau merendahkan ku," Jawab Khanza memalingkan wajah nya, air matanya mulai membasahi pipinya.

Melihatnya demikian pak Gibran bersimpuh kemudian berpangku tangan di pangkuan Khanza.

"Khanza, maafkan aku. Aku hanya ingin memenuhi semua kebutuhan dan keinginanmu sampai kapan pun itu, karena kau saat ini adalah..."

"Adalah apa, Mas?" Tanya Khanza dengan suara yang serak.

"Aku tidak tahu harus menganggapmu apa saat ini, Khanza. Aku merasa berdosa, namun saat ini aku merasa kau special bagi ku. Hem, percayalah. Ini bukan sebagai bentuk bayaran, melainkan adalah jaminan tanda kasih ku pada mu Khanza. Terima lah," Jawab pak Gibran menjelaskan.

Khanza menitikkan air matanya diam-diam. Kemudian pak Gibran memeluknya dalam dekapannya, mengecup mesra kening Khanza.

"Maafkan aku, aku hanya ingin kau hidup dengan nyaman. Apapun yang kau inginkan aku akan memenuhinya mulai detik ini."

"Apakah itu termasuk menginginkan mu, Mas?"

Pak Gibran menatapnya sejenak, kemudian mengecup kening Khanza dan memeluknya kembali lebih erat. Khanza membalas pelukan itu dengan menyembunyikan wajahnya tepat di dada bidang pak Gibran.

"Ayo, kita pulang. Aku antar kau ke minimarket tadi, hari sudah mulai sore."

"Tapi aku masih rindu, Mas."

Pak Gibran tersenyum dengan lembut pada Khanza. Dalam hatinya merasa ada getaran yang berbeda dari setiap ucapan yang Khanza lontarkan.

"Besok kan masih bisa bertemu di sekolah."

"Tapi kan beda, Mas."

"Lalu bagaimana yang kau ingin kan lagi? Itu di sekolah, Khanza. Kita harus menjaga jarak kita bukan?"

"Aku mau mulai detik ini, saat bertemu berdua dengan ku kau harus mencium bibir ku mas."

"Tapi Khanza,"

"Kenapa? Kau menolak ku? Kau tidak mau melakukannya?"

"Aku, aku hanya... Aku hanya ingin menahan diri ini, Khanza."

"Berarti mas tidak bersungguh-sungguh menerimaku sebagai pacar mas."

"Aku hanya takut mengundang birahiku dan memintamu melakukannya lagi seperti tadi."

"Tidak apa-apa mas, aku suka. Sepertinya aku akan dibuat candu oleh mu," Jawab Khanza dengan senyuman dan tatapan nakal.

Pak Gibran tidak menduga Khanza akan semakin berani berkata demikian, sehingga pak Gibran kembali mendekati Khanza yang masih berdiri di sisi ranjang. Lalu menciumi bibir Khanza lebih lama dari sebelumnya, Khanza menikmatinya hingga nafas mereka saling memburu kembali.

"Ayo, kita pulang. Nanti kedua orang tua mu marah jika kau malam sampai dirumah."

Mendengar hal itu pak Gibran kembali melumat bibir Khanza dan perlahan melucuti kembali pakaian Khanza yang sudah terpasang sejak tadi. Khanza tersenyum puas, dia merasa jika pak Gibran pun enggan melepaskan diri dari jeratan cintanya.

"Kau munafik, Mas. Aku tahu kau pun ingin mengulangnya lagi dan lagi, tapi kau menahan nya sejak tadi."

"Kau memang gadis kecil yang gila Khanza."

Mereka mengulangnya kembali, kali ini Khanza lebih berani mengambil alih melakukannya membuat pak Gibran semakin menggila.

"Kau gila, Khanza. Kau Gila !!!"

Hanya kata itu saja yang keluar dari mulut pak Gibran akan perlakuan Khanza yang menggila di atasnya.

🌻🌻🌻

Tiba di halaman depan minimarket, Khanza tersenyum lega. Sepeda kesayangannya masih terparkir tapi di tempatnya.

"Mas, hati-hati menyetir di jalan pulang. Jangan mikirin aku terus, hehe."

"Cih, dasar kau ini. Gadis kecil nakal,"

"Hihihi, aku bahagia hari ini mas. Bahagia sekali,"

"Ya sudah, hati-hati lah bersepeda. Jangan fokus mikirin aku juga hehe,"

"Tentu, aku akan memikirkan mu mas. Selalu, setiap detik. Ya sudah, aku turun. Dan, terimakasih mas. Aku akan menggunakan uang ini dengan baik. Bye,"

Khanza turun dari mobil pak Gibran tanpa menolehnya lagi ke belakang. Pak Gibran segera melajukan mobilnya dengan cepat. Sebelum pulang kerumah, Khanza memasuki minimarket untuk membeli beberapa cemilan dan kebutuhannya.

Sampai dirumah, dilihatnya ibu Khanza sedang duduk menunggu nya di teras depan rumah. Tidak seperti biasanya, dengan tatapan yang berbeda pada puterinya tersebut.

"Khanza, darimana saja kau ini? Kau bahkan mematikan ponsel mu,"

"Aduh, mulai deh ngomel. Iya iya, maaf bu. Tadi aku sedang ada urusan penting di luar," Jawab Khanza sembari memberikan dua kantong belanja yang berisi cemilan dsn keperluan di dapur.

"Apa ini, Khanza? Dimana kau mendapatkan ini semua? Uang jajan mu tidak sebanyak ini jika di belikan ini semua."

"Ada orang baik yang memberiku sedikit rejeki bu, simpan lah. Dan ini bagian ku, hehe." Jawab nya sembari menunjukkan satu kantong belanja lagi.

Lalu dia melangkah melewati ibu nya memasuki kamarnya, dan menguncinya rapat-rapat. Ia hendak pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, namun sejenak dia berdiri menatap sekujur tubuhnya yang di penuhi oleh jejak kecupan pak Gibran.

"Aaah, aku jadi gemas melihat ini semua. Ternyata di balik sikapnya yang selalu wibawa di kelas, mas Gibran memiliki sikap buas juga. Dan ini pelajaran buat ku, memang benar kata pepatah itu ya... Kucing di suguhin ikan segar. Ya habis lah aku, hihi."

Hingga akhirnya malam mulai larut dia terlelap lebih cepat karena aktifitasnya yang menggila dengan pak Gibran tadi sangat membuatnya kelelahan. Sebelumnya dia hanya mengisi perutnya dengan berbagai cemilan yang di belinya tadi.

Dan di sisi lain, pak Gibran berhenti sejenak di dalam mobilnya yang sudah terparkir di garasi. Dia pandangi kursi mobil di sebelahnya, tempat duduk Khanza tadi. Dia seolah terbayang akan senyuman dan kekonyolan Khanza tadi,

"Hah, Khanza... Kau sungguh membuatku gila, bagaimana ini Tuhan? Selama ini berkali-kali aku terjebak pada keadaan dan posisi seperti ini. Aku selalu bisa menghindarinya, tapi kali ini kenapa? Ada apa dengan ku? Kenapa begitu sulit. Dia gadis kecil yang membuatku selalu terbawa hawa nafsu yang memuncak. Aku selalu luluh dengan sendirinya, dia berbeda di mata ku. Maafkan aku Tuhan, aku sungguh sangat buruk !!!"

Next chapter