webnovel

Berjanjilah

Gwen Lady McQuarrie, wanita pertama yang menjadi sahabatnya saat ia pertama kali menginjakan kaki di negara yang sudah delapan belas tahun ini ia tinggali ini.

Dan sudah hampir satu tahun Gwen mengidap leukimia, penyakitnya diberitahukan ketika kedua orangtuanya baru saja meninggal dunia akibat sebuah kecelakaan lalu lintas setahun yang lalu.

Sebuah penyakit kanker darah yang sebenarnya dapat disembuhkan jika saja Gwen bukanlah seorang anak yatim piyatu mungkin keadaan akan lebih baik, tapi meskipun begitu ia bukanlah gadis yatim piyatu yang miskin karena kedua orangtuanya adalah orang kaya dan kakeknya salah satu orang paling berpengaruh di Amerika.

Tapi sayangnya sampai detik ini belum ada tulang sumsum yang cocok untuk Gwen sehingga ia hanya dapat menjalani pengobatan secara teratur dirumah sakit dan belakang ini kondisinya melemah sehingga ia harus dirawat di rumah sakit.

Kondisi Gwen membuat William merasa bersedih setiap kali bertemu dengan Gwen karena keceriaan yang dimilikinya perlahan sirna dan berganti dengan kesedihan.

"Apa yang kamu pikirkan?" Tanya William, ia menyentuh lembut punggung tangan Gwen dengan hangat sambil menatapnya. Sudah hampir setengah jam ia berada diruangan VVIP dimana Gwen dirawat tanpa ada satupun suara ataupun kalimat yang terucap dari mulut Gwen, ia diam seribu bahasa dan hanya menatap kosong kearah jendela.

"Tidak ada." Jawab Gwen menunduk sedih, tapi kemudian perlahan bola matanya bergerak naik menatap William.

"Will, bagaimana jika hidupku tidak akan lama lagi?" Tanyanya, sorot matanya hanya memancarkan kekosongan yang dipenuhi oleh kesedihan ketika menatap William, pria yang sudah lama ia cintai itu.

"Jangan bicara seperti itu, kamu pasti sembuh." Ucap William menyemangati, ia menyentuh lembut pipi Gwen dan mengusapnya pelan.

"Setiap detiknya aku selalu merasa takut, aku takut jika aku akan menghembuskan nafas tanpa melihatmu." Ucapnya risau, ia bahkan mulai meneteskan air matanya kini. Ketakutan akan penyakitnya yang tidak hanya menyiksanya secara fisik tapi juga secara batin, setiap kali ia merasa seperti sekarat, bayangan akan William membuatnya semakin terpuruk. Gwen ingin berumur panjang tapi ia tidak dapat membodohi dirinya sendiri jika tubuhnya sangat kesakitan setiap detiknya.

William mendesah pelan, nafasnya terasa tercekat setiap melihat kondisi kesehatan Gwen menurun karena Gwen selalu saja membicarakan mengenai kematian, dan William hanya dapat menahan sesak di dadanya dan menunjukkan senyumanya untuk menguatkan Gwen "Jangan berkata seperti itu, kamu harus tetap hidup dan menua bersamaku. Kamu sudah berjanji bukan?"

Sambil menahan air matanya, William kemudian membawa Gwen kedalam pelukannya, tapi bukannya tenang Gwen malah semakin menangis terisak.

"Tapi tubuhku semakin sakit. Rasanya sakit sekali seolah aku bisa mati kapan saja..."

"Kamu pasti sembuh, jangan pernah berani meninggalkanku. Ingat kamu harus membayar setiap hal yang kamu lakukan untuk memanipulasi ku selama ini. Kamu harus membayarnya dan hidup bersamaku hingga tua nanti." Potong William dengan tegas, hatinya terasa sakit setiap kali Gwen merasa terpuruk seperti ini. Kematian adalah perpisahan yang paling menyakitkan dan William tidak ingin merasakannya, terlebih itu adalah Gwen.

Gwen yang dulu adalah wanita ceria yang selalu melakukan banyak cara agar perhatiannya hanya terfokus padanya.

Walupun awalnya William merasa muak dengan sikap Gwen kepadanya yang terkadang begitu mirip dengan Jackson yang senang memanipulasinya tapi begitu Gwen kehilangan kedua orangtuanya, Gwen kembali mengingatkannya kepada dirinya dulu yang tiba-tiba saja kehilangan kedua orangtuanya yang membuatnya dan adiknya berakhir di sebuah panti asuhan dan kini mereka bahkan berpisah.

Gwen sendirian, ia kehilang lalu kenyataan tentang kesehatannya membuatnya semakin terpuruk dan disaat itulah William semakin dekat dengannya, menjadi satu-satunya orang yang selalu berada disisinya dan perlahan hubungan persahabatan itu berubah menjadi hubungan asmara yang sudah terajut tanpa sepengetahuan Mark.

Sebuah dilema yang menjebak William hanya saja kondisi Gwen yang semakin lemah membuatnya harus mengesampingkan perasaan Mark yang sudah pasti akan terluka jika ia mengetahui hubungan istimewa diantara dia dan Gwen.

"Aku membawa sebuah hadiah." William menyeka air matanya dengan cepat sebelum melepaskan pelukannya dan memperlihatkan gelang buatan Mark kepada Gwen.

"Dari Mark?" Tanya Gwen, perlahan ia menyeka air matanya dan tersenyum malas. Ia sudah tahu jika gelang yang diberikan William adalah gelang buatan Mark karena Mark sering sekali membuat aksesoris dari manik-manik kristal sejak kecil, ya walaupun sudah dewasa ia tetap seperti anak kecil, itulah yang membuat Gwen tidak menyukai Mark.

William menyadari jika Gwen terlihat kecewa dan ia juga tidak pernah memakai barang pemberian Mark dan selalu meletakannya begitu saja di tumpukan aksesoris miliknya, sementara Mark terlihat sangat antusias tadi pagi ketika memberikan gelang itu kepadanya.

Mark akan kecewa jika ia berkunjung menemui Gwen dan Gwen tidak mengenakan gelang pemberiannya, mungkin Mark akan menangis sedih.

Setelah berpikir sejenak akhirnya William menjawab dengan sebuah senyuman "Apa aku terlihat seperti Mark?"

"Jadi kamu membelinya?"

William mengangguk lalu meraih gelang berwarna merah itu dan memakannya di pergelangan tangan Gwen. 

"Gelangnya semakin bersinar setelah menempel dengan kulit cerahmu." Pujinya, tidak lupa ia mengecup punggung tangan Gwen lembut.

Kerlingan mata sendu Gwen berubah menjadi berbinar ketika menatap wajah William yang menunduk mengecup punggung tangannya, memberikan jutaan kehangatan yang membuat tubuhnya yang kesakitan perlahan merasa jauh lebih baik, tanpa terasa Gwen tersenyum dan mengucapkan sebuah kalimat permintaan kepada William. "Berjanjilah Will, berjanjilah jika aku sembuh maka kita akan menikah." 

William mengangkat kepalanya dan tersenyum, ia tidak dapat menjawab janji Gwen karena ia sendiri merasa takut terikat akan sebuah janji, karena setiap kali ia terika sebuah janji dan jutaan alasan akan menghalanginya menepati janji yang diucapkannya.

"Kamu tidak mau menikahiku?" Tanya Gwen, binar matanya perlahan meredup dan lengkungan senyumannya menurun.

"Tentu saja aku mau sayang." Jawab William, ia menyunggingkan sebuah senyuman sebelum kembali memeluk Gwen hangat.

"Aku hanya akan menikahimu."

Senyuman Gwen kembali mengembang, kali ini ia membalas pelukan William erat "Kata-kata mu, akan aku anggap sebagai janjimu padaku, Will."

William tidak menyahut, ia hanya menanggapi ucapan Gwen dengan mengecu puncak kepalanya, terselip kegelisahan didalam hati William, walaupun begitu ia mencoba mengabaikannya.

***

Hari sudah larut, William sengaja menunggu hingga Gwen terlelap barulah ia pulang.

William baru akan menyentuh gagang pintu kamarnya ketika Jackson memanggilnya dan memintanya untuk masuk kedalam ruang kerjanya dan tanpa protes William melangkah memasuki ruang kerja Jackson.

Pintu telah tertutup rapat, William melangkah melewati rak-rak buku yang menjulang tinggi hampir menyentuh langit-langit ruangan.

Ruang kerja Jackson memang juga terlihat seperti sebuah perpustakaan yang tidak hanya berisi buku-buku ensiklopedia dan buku strategi berbisnis juga terdapat beberapa file-file dari data perusahan raksasa miliknya.

Sebuah ruangan dengan unsur hangat yang kental sayangnya sang pemilik ruangan memiliki hati sedingin es di kutub Utara.

"Kamu sudah menerima fileku dariku?" Tanya Jackson tanpa basa-basi.

"Sudah." Jawab William singkat.

"Aku sedikit terkejut melihat kandidat calon gubernur, salah atau dari mereka adalah seorang wanita muda." Lanjutnya, ada tiga data yang dikirim oleh Jackson kepadanya tadi, seorang pria tua berumur lima puluh tiga tahun, seorang wanita yang berumur enam puluh tahun dan satu lagi yang membuatnya sedikit terkejut, seorang wanita yang berumur dua puluh empat tahun yang terlihat sangat cantik. Tanpa terasa William menyunggingkan senyumannya ketika mengingat bagaimana pose wanita muda itu difoto yang dilampirkan dalam berkas biodata yang dikirimkan Jackson padanya, wanita itu jelas lebih terlihat seperti seorang aktris dari pada seorang politikus atau mungkin gadis itu juga terpaksa masuk dunia politik seperti dirinya

"Roseline Kheruson." Jackson menegaskan.

"Benar, dia lebih pantas menjadi seorang selebriti dari pada politikus." Sahut William.

"Dia memang seorang superstar, dia dijuluki sebagai cinta pertama nasional." Jelas Jackson. Jackson kemudian melangkah mendekati William dan menyentuh bahunya lalu berkata dengan pasti. "Dia adalah wanita yang akan kamu nikahi." 

.....

Next chapter