webnovel

Bab 9. Terima Kasih, Katanya

Cherry meregangkan ototnya yang terasa kaku. Menutup aplikasi bacanya, kemudian dia melepaskan kacamata baca dan kemudian dia berjalan ke kasur nya untuk segera berbaring di sana. Lagipula waktu sudah malam dan dia harus segera beristirahat.

Baru saja dia menyamankan posisinya, Ponsel pintarnya mengeluarkan bunyi tanda ada yang mengirimnya pesan. Dan ya, grup WA-nya yang hanya berisi 3 orang itu tengah rusuh ternyata.

Ara : Cher, gue pengen tahu dong gimana kronologi kejadian lo sama Berry tadi siang.

Zea : Gue juga penasaran lho!

Ara : Usahakan ceritanya sedetail kita ngerjain Matematika Bisnis ya, Cher!

Cherry menghela nafas panjang. Dia mengira jika teman-temannya akan melupakan kejadian yang mereka lihat tadi, tapi ternyata tidak. Dia membaca dan memikirkan apa balasan yang akan dikirimkan kepada mereka.

Cherry : Kejadian itu bukan untuk konsumsi publik

Sebenarnya dia tak main-main dengan mengatakan itu, tapi tentu saja mereka tak akan membiarkannya hidup tenang kalau sampai dia tak menceritakan kejadian langka yang bahkan kejadiannya belum ada 24 jam.

Zea : Cem artis aja lo.

Ara : Iya lo. Tinggal cerita aja susah amat.

Zea : Amat aja nggak merasa susah.

Ara : πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€

Terkadang, Cherry merasa jika teman-temannya ini adalah manusia yang terlalu aneh. Tapi yang lebih aneh adalah dirinya yang mau berkawan dengan mereka.

Cherry : Ini waktu gue buat tidur dan kalian mengganggu kegiatan gue

Ara : BODO AMAT!

Ata ngegas terlihat tulisan di chat itu menggunakan huruf kapital semua. Maka tak ada pilihan lain. Cherry membalas, dan menjelaskan menceritakan semuanya.

Cherry : Oke!

Setelah mengatakan itu, dia memencet tombol video untuk melakukan panggilan video untuk teman-temannya. Dia tak akan sudi mengetik pesan panjang dan membuat jempolnya tak lagi langsing. Komentar-komentar yang diberikan oleh teman-temannya bahkan membuat dirinya geli sendiri. Tapi itu bukan masalah, toh mereka adalah teman seperjuangannya selama ini. Mereka selalu bercerita suka dan duka yang mereka lalui dalam hidup mereka.

---

Cherry terlihat sibuk sekarang, banyak tugas dari dosen yang harus dia selesaikan untuk dikumpulkan minggu depan. Bahkan dia harus bolak-balik perpustakaan untuk mencari beberapa referensi buku.

Selain tugas-tugas yang berunsur hitungan, dia harus mengerjakan beberapa makalah juga untuk presentasinya. Dia tak bersama kedua temannya, Ara sedang ada urusan keluarga, sedangkan Zea sedang mengantarkan ibunya arisan. Seperti itulah yang mereka katakan.

Dan tentang kejadian tempo hari di kediaman Berry, pertemuan antara mereka belum terjadi lagi. Ada kalanya dia memikirkan keadaan Berry di awal-awal kemarin, tapi tidak dengan sekarang. Waktu sudah berlalu selama satu minggu, dan itu artinya, lelaki itu sudah sembuh.

Cherry masih memilih beberapa buku di rak-rak dan mengambilnya jika memang dirasa berkaitan dengan tugasnya. Dia memang teliti sekali.

Dia membawa buku-buku yang kebanyakan adalah buku tebal khas anak ekonomi sekali. Berat tentu saja, jika harus membawa buku-buku tersebut. Tapi mau bagaimana lagi, dia benar-benar membutuhkannya. Setelah dirasa cukup, dia berjalan kearah kursi yang tadi menjadi tempatnya, laptopnya juga masih menyala di sana.

Karena lemari buku yang cukup tinggi dia tak melihat ada orang yang berjalan ke arahnya, dan tak sengaja ada seseorang yang telah menabraknya. Buku yang dibawanya jatuh dan berserakan. Dahinya juga terbentur dada lelaki itu. Suara desisan Cherry terdengar karena memang sakit di dahinya mulai terasa.

"Sorry." orang itu meminta maaf dan mengambilkan buku yang jatuh ke lantai. Kemudian memberikannya kepada Cherry. Tapi sepertinya orang itu lebih dulu menyadari siapa yang ditabraknya.

"Nggak papa." Suara Cherry akhirnya keluar dan dia tahu itu bukanlah salah orang tersebut. Cherry menerima buku tersebut dan mendongak.

"Eh..." Terlihat sekali gadis itu kaget karena keberadaan Berry yang ada di depannya. Bukankah ini sangat kebetulan dan tidak disangka?

"Maaf sekali lagi." Berry kembali meminta maaf.

"Nggak papa," Ada senyum yang tersemat di bibir Cherry meskipun itu kecil. Karena dia tahu, senyum itu tak akan mendapatkan balasan dari lelaki itu, "Thanks!" Cherry melihat buku yang diambilkan Berry untuknya.

Semua buku-buku tebal yang dibawa Cherry sudah ada di tangannya kembali. Berry tidak mengatakan apapun, melihat Cherry yang sepertinya memang kewalahan ketika membawa buku-buku tebal tersebut, maka dengan inisiatif yang dimiliki, dia mengambilnya.

"Dimana mejamu?" tanyanya dengan wajah yang datar. Cherry diam sejenak karena memang dia agak terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Berry.

"Di sana." Mengedikkan kepalanya ke arah meja yang ditempatinya, Berry langsung membawa buku-buku itu kesana. Meletakkan di samping laptop Cherry.

"Terima kasih." Cherry sudah ada di sana dan ikut meletakkan buku-buku tersebut di atas buku yang baru saja diletakkan Berry. Lelaki itu mengangguk kan kepalanya, dan alih-alih pergi dari sana, dia tetap berdiri di samping meja Cherry.

"Ada lagi?" Cherry bertanya karena tak memahami apa yang akan dilakukan oleh lelaki itu.

Berry menggelengkan kepalanya. "Tidak ada." Jawabnya, "Aku pergi dulu." Lanjutnya untuk pamit. Kemudian berlalu dari sana. Dia benar-benar tak paham dengan apa yang terjadi dengan dirinya. Cherry adalah orang asing di dalam kehidupannya. Bahkan seharusnya gadis itu tak bisa mempengaruhi perasaannya. Tapi entah kenapa ini terjadi.

"Dari mana lo, Bro?" Berry sebenarnya memang sedang mengerjakan tugas bersama dengan teman-temannya. Karena perpustakaan di sana cukup luas, dai duduk di sudut yang lainnya, karena itu teman-temannya tak melihat kejadian yang baru saja terjadi.

"Dari Tempat sana." Katanya tak benar-benar spesifik tentang jawabannya. Berry adalah lelaki yang sangat misterius. Karenanya, hal semacam itu sangat dipahami oleh yang lainnya karena memang begitulah tabiat Berry. Dan mereka pun tak akan bertanya banyak hal atau akan mendapatkan tatapan tajam darinya.

Tapi kali ini Berry benar-benar tak tenang karena sesuatu. Dan itu bisa ditangkap oleh temannya, "Lo ada urusan? Lo bisa pulang dulu kalau memang iya." Begitu katanya kepada Berry.

"Nggak papa, kita selesaikan aja dulu." Dan mendengarkan jawaban Berry, teman-temannya itu hanya mengangguk dan meneruskan pekerjaannya. Tak lama setelah itu, mereka selesai. Alih-alih langsung pergi, Berry tetap di sana dan bertekad untuk melakukan apa yang seharusnya dia lakukan.

Kembali ke tempat Cherry, entah kenapa dia merasa lega karena gadis itu masih setia berada di tempatnya. Dengan pasti, dia mendekati gadis itu dan menarik kursi yang ada di depan Cherry dan duduk di sana tanpa permisi sebelumnya. Cherry mendongak dan terlihat kaget. Bahkan untuk mengatakan sesuatu saja bibirnya rasanya terkunci.

"Ada boleh minta waktumu sebentar?" kalimatnya terdengar tegas dan juga lugas.

"Ya." Angguk Cherry.

Sebelum mengatakan tujuannya di sana, lelaki itu menarik nafasnya panjang. "Terima kasih,' awalnya, "Mungkin waktu itu kalau kamu nggak ada di sana, aku udah dibawa ke rumah sakit."

Cherry sekarang paham apa maksud dari tujuan lelaki itu datang menemuinya. Gadis itu mengangguk, "Sama-sama. Toh itu hanya kebetulan." Seandainya dia bertanya 'bagaimana keadaanmu?' itu akan lebih tak masuk akal. Toh Berry sekarang juga sangat sehat duduk di depannya.

*.*

Next chapter