webnovel

Mimpi Buruk, Bagian #2

Vabica, Riev, Kiev, Marlat dan Tiash tengah berkumpul di lobbi utama Right Head menunggu Ain. Saat Ain keluar dari Elevator, kelima temannya itu langsung menghampiri.

"Bagaimana, kak? Apa yang kak Heim katakan?" tanya Vabica yang berharap menemukan petunjuk untuk menyelamatkan Agna.

Ain terdiam sejenak. Ia teringat akan peraturan Cerberus tentang 'Code'.

Misi yang ia jalankan kali ini, merupakan misi A-Code. Artinya, hanya anggota pasukan yang ada di Rank-A yang boleh mengetahui tentang misi tersebut. Selain itu, Ain juga merasa harus merahasiakan misinya untuk menjaga informasi, takutnya ada pengkhianat lain yang mendengar.

"Kak?" Vabica menegur Ain yang hanya terdiam ketika ditanya. Ain menoleh ke arahnya sebentar, lalu memalingkan pandangannya ke arah Riev dan Kiev.

"Riev, Kiev, bisa ikut denganku?" pinta Ain, tanpa menjawab pertanyaan Vabica.

Kedua saudara kembar itu pun mengangguk tanpa bertanya.

Tentu saja, terlihat raut wajah kecewa dari Vabica. Marlat dan Tiash juga memasang raut wajah serupa dengan Vabica. Tapi mereka yakin, ada sesuatu yang membuat Ain sampai tidak menghiraukan mereka.

"Hm, aku mengerti. Baiklah, apapun yang akan kakak hadapi, kami akan selalu mendukungmu, kak!" ujar Vabica tanpa memaksa Ain untuk menjawab pertanyaannya tadi.

Ain mengangguk, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Marlat dan Tiash. Ia berkata pada mereka, "Aku akan pergi untuk sementara waktu. Marlat, tolong lindungi Tiash selama aku pergi."

Marlat mengangguk tanpa mengajukan pertanyaan. Sedangkan Tiash sempat menanyakan ke mana Ain akan pergi. Namun tentu saja Ain tidak menjawab pertanyaan itu.

Kemudian Ain kembali menuju lantai B3 untuk berbicara dengan Riev dan Kiev.

[•X-Code•]

"Ada apa, Ain?" tanya Riev begitu mereka sudah berada di ruangan yang sempat Ain dan Heim tempati sebelumnya.

"Aku ingin meminta kalian untuk menemaniku dalam sebuah misi. Kalau berhasil, kalian berdua akan naik ke Rank-A."

"Cih!" celetuk Riev sembari membuang muka.

Ain sangat memahami perasaan Riev yang tidak menyukai sistem Rank. Sejujurnya, ia juga tidak peduli dengan Rank. Tapi sistem di Cerberus memaksa mereka untuk berada dalam sebuah peringkat.

"Aku butuh persetujuan dari kalian berdua sebelum mulai menjelaskan misi kali ini. Bagaimana?" tanya Ain yang sengaja tidak memedulikan tanggapan Riev.

"Aku akan membantumu, Ain," jawab Kiev dengan mantap, sambil menoleh ke arah Riev yang terlihat risih.

Kiev menepuk pundak kembarannya itu, "Riev, aku tahu kau sangat membenci yang namanya peringkat. Tapi untuk kali ini, bisa kau singkirkan dulu egomu?"

"Ah! Oke-oke! Aku ikut! Ingat, bukan demi Rank! Tapi untuk membantumu, Ain!" jawab Riev sembari menggaruk-garuk kepalanya.

Ain menghela napas dengan perasaan lega setelah mendapat persetujuan dari kedua temannya itu. Tanpa membuang waktu, Ain menjelaskan semua pada keduanya. Termasuk petunjuk yang diberikan oleh Heim.

"Jadi, kau sudah mendapat sesuatu dari petunjuk-petunjuk itu?" tanya Riev usai mendengar penjelasan dari Ain.

Ain mengangguk, lalu menyilangkan jemarinya. Ia menatap Riev dan Kiev secara bergantian.

"Jujur, aku masih belum mengetahui mengapa para petinggi sangat menginginkan Agna untuk kembali ke pihak Cerberus. Melihat dari karakteristik Cerberus, kehilangan seorang anggota pasukan tidak akan sampai membuat para petinggi turun tangan. Kecuali... Kalau anggota itu benar-benar penting bagi Cerberus."

Ain sengaja menyebutkan kata 'Petinggi' untuk mengganti kata 'Omega' pada mereka. Kedua temannya itu belum berada di Rank-A, sedangkan informasi soal 'Omega' hanya boleh diketahui oleh anggota dengan Rank-A ke atas.

"Untuk sekarang, kita tidak bisa langsung berhadapan dengan Grief. Walaupun kita sudah tahu di mana Grief berada, tapi kita harus mempersiapkan diri dengan matang. Karena itu... Petunjuk terakhir dari Heim, nama lengkap Grief, itu yang akan menuntun kita untuk melangkah."

Riev dan Kiev mengerutkan alis. Mereka penasaran dengan nama Grief, yang menurut Ain bisa membantu mereka untuk menjalankan misi itu.

Ain bisa melihat rasa penasaran itu dari keduanya. Berhubung mereka akan menjalankan misi bersama, Ain harus membeberkan semua yang ia pikirkan.

"Griefoltra Daedalus. Aku pernah mendengar nama 'Daedalus' sebelumnya. Aku sempat lupa, tapi sekarang aku ingat. Aku kenal seseorang yang juga memiliki nama 'Daedalus'. Untuk itu, kita harus menuju ke Refario untuk menemuinya."

"Tapi, bagaimana kita ke sana tanpa Trava? Kalau melalui jalur darat, bisa memakan waktu berhari-hari, sampai berminggu-minggu dari sini," tanya Kiev.

"Aku sendiri belum menemukan cara. Tapi, Heim meminta kita untuk menemuinya di B4."

Ain merasa Heim punya solusi untuk itu. Mengingat Heim yang bisa menuju Right Head dari Left Head dengan selamat.

[•X-Code•]

"Oh, sang pangeran kembar?" tanya Heim ketika melihat kedua pemuda yang akan mendampingi Ain menjalankan misi itu.

Riev dan Kiev mengerutkan alisnya dengan wajah risih. Mereka tidak suka saat Heim menyebut mereka 'pangeran'.

Heim menangkap rasa tidak nyaman dari raut wajah Riev dan Kiev. Ia segera meminta maaf pada kedua pemuda kembar itu, "Maaf-maaf, aku tidak bermaksud menyinggung kalian."

"Heim, kami akan menuju ke Refario," ujar Ain tanpa bertele-tele, mengingat sifat Ain yang selalu langsung ke pokok permasalahan.

"Baiklah. Ikut aku," ajak Heim pada ketiga pemuda itu.

Heim membawa mereka ke sebuah sudut di lantai B4, tempat kendaraan-kendaraan milik pasukan Cerberus diparkirkan.

Setelah memastikan tidak ada seorangpun di sana, Heim menyentuh dinding di sudut yang cukup jauh dari pintu masuk tempat parkir tersebut. Lalu terlihat segaris cahaya di dinding itu, memindai telapak tangannya.

Sebuah pintu rahasia terbuka, memperlihatkan sebuah ruangan dengan dinding melingkar. Terdapat banyak pintu berbahan logam di sana.

Di antara pintu-pintu itu, terdapat sebuah pintu yang memiliki bentuk berbeda dengan yang lainnya. Ukurannya lebih besar dari pintu lainnya. Di sana juga tertera ukiran tulisan yang asing. Tentu saja pintu itu menarik perhatian ketiga pemuda yang baru saja mengetahui kalau ternyata, Cerberus punya ruangan rahasia di lantai dasar bawah tanah.

"Ini adalah jalur bawah tanah rahasia milik Cerberus. Hanya informan dan anggota dengan Rank-S yang bisa menggunakannya," jelas Heim, sambil berjalan mendekat ke sebuah pintu.

"Jadi... Heim berada di Rank-S?! Pantas saja dia bisa menuju ke Right Head tanpa kesulitan," pikir Ain, merasa cukup puas mendapat jawaban dari hal yang sempat mengganjal di benaknya.

Sedangkan Riev dan Kiev hanya saling bertatapan mendengar kata 'Rank-S'. tapi mereka tidak mau banyak berkomentar saat itu.

Kemudian Ain dan kedua pemuda kembar itu mengikuti Heim, mendekat ke salah satu pintu di sana. Di balik pintu terlihat sebuah lantai berbentuk lingkaran, yang mengeluarkan cahaya biru mengelilingi sisi terluar begitu lantai terinjak. Di tengah lantai terdapat sebuah panel dengan layar hologram.

Heim menjelaskan pada mereka, kalau mereka tengah berada di sebuah tempat dengan cara kerja yang sama dengan teknologi elevator di sana. Lantai tempat mereka berpijak sebenarnya bukan sekedar lantai, melainkan sebuah kendaraan anti-gravitasi yang bisa membawa penggunanya ke koordinat tertentu, lewat lorong-lorong bawah tanah sebagai jalur.

Hampir semua tempat di daratan Logard bisa dikunjungi melalui jalur bawah tanah itu.

Heim memasukkan koordinat kota Refario yang berada di Republik Munkan di panel hologram. Kemudian sebuah kubah transparan muncul, menyelubungi tempat itu. Lalu lantai tempat mereka berpijak itu bergerak turun, dan melesat menelusuri lorong yang menuju ke Refario.

Kecepatan 'lantai' yang disebut 'Levtor' itu melebihi kecepatan maksimum Trava. Namun mereka yang berada di sana tidak terkena dampak dari kecepatan luar biasa itu, karena kubah transparan yang menyelubungi Levtor berfungsi sebagai pelindung. Kalau dilihat baik-baik, kubah itu mirip dengan kubah pelindung yang digunakan di Elyosa.

Apa mungkin Cerberus ada kaitan dengan Elyosa? Sayangnya, Ain belum pernah ke Elyosa. Sehingga ia tidak terlalu memusingkan hal tersebut.

Perjalanan yang seharusnya ditempuh berjam-jam menggunakan Trava dengan kecepatan maksimum, hanya ditempuh dalam waktu beberapa menit saja dengan Levtor.

Setelah sampai ke tempat yang dituju, Levtor berhenti lalu bergerak naik menuju sebuah ruangan yang terlihat sama persis dengan tempat ketika mereka berangkat. Bedanya, ketika pintu ruangan terbuka, mereka berada di sebuah goa.

Goa itu berada di bukit kecil, tak jauh dari Refario.

Heim tidak ikut dengan ketiga pasukan yang tengah mengemban misi itu. "Aku akan menunggu di sini," ujar Heim sambil merebahkan dirinya di dinding goa.

Ia memang tidak bertugas untuk ikut serta dalam misi. Tugasnya hanya mengantar Ain dan kedua saudara kembar itu, mengingat ketiga pemuda itu belum boleh menggunakan Levtor. Dalam misi kali ini, mereka diberi izin khusus untuk bisa menggunakan Levtor, tapi dengan syarat harus didampingi oleh Heim.

Next chapter