webnovel

Part 10

Randi yang kini mulai berubah seperti kepiting rebus.

Amarahnya sangat terlihat saat ini.

"Kenapa kau harus memilih Verra! Apa kurangku Rania?" Tanya Randi.

"Kau egois Randi, apakah status sahabat kurang untukmu?"

"Aku tak mau berpacaran dengan mu, kamu terlalu kasar pada perempuan Ran. Aku takut." Jawabku melemah.

"Tapi Rania, aku bisa memperbaikinya. Aku akan menjaga rahasiamu kalu kamu lesbian." Ujar Randi.

"Tidak Ran cukup." Teriakku.

Aku sudah kehabisan kata, mau tak mau aku mulai mengarahkan pecahan botol ke arah leherku.

Mata Randi belotot melihat ke arahku.

Entah dari mana kak Verra datang dia langsung menetis tanganku dan mengambil pecahan botol itu.

Aku membuka mata dan melihat kak Verra dan dia langsung memelukku dengan erat.

Air mata tak tertahankan, aku menangis tersedu di pelukkannya.

Pelukan yang kini mulai dingin.

Tak ada lagi kehangatan yang dulu.

"Kenapa kamu menjadi gadis yang bodoh Ran?" Tanya kak Verra.

Aku tak menjawabnya, aku masih sibuk dengan tangisku.

Tangis merindukkan perhatiannya, rindu peluknya dan rindu cintanya.

"Kak jangan tinggalkan aku." Ujarku padaya.

Setelah aku mengucapkan itu, aku jatuh pingsan.

Aku membuka mataku, kini aku sudah berada di rumah sakit.

Aku melihat sekeliling ruangan, tak ada satu orang pun disini.

Aku benar benar sendiri sekarang, tak ada yang memperdulikan ku lagi.

Kemana orang orang yang ku sayang.

Mereka menghilang.

Bulir bening kini mengalir lagi di pipiku, tangis ini tak tertahankan.

Sesak sekali, mereka meninggalkan ku sendirian disini.

Tiba tiba ada seseorang membuka pintu kamar rawat inapku.

Ku tatap lekat wajahnya, wajah yang selalu ku rindu.

Wajah yang tak pernah terhapus dari ingatanku.

"Kamu sudah bangun Ran?" Tanya kak Verra.

"Ya kak." Jawabku singkat sambil tersenyum.

"Cukup, berhentilah menangis aku tak suka air matamu terbuang sia sia." Ujar kak Verra sambil menghapus bulir bening di pipiku.

"Maafkan kakak Ran." Ujar kak Verra sambil menundukkan kepalanya.

"Maaf kenapa kak, aku yang harus minta maaf."

"Aku telah melukai kakak." Lanjutku.

"Sudahlah tak perlu bahas ini lagi, kakak tak akan meninggalkanmu lagi."

"Kenapa kamu melakukan ini Rania? Ini akan membahayakan nyawamu." Tanya kak Verra panjang lebar.

Aku tak menjawab perkataannya.

Ku tarik kedua tangan kak verra, ku rasakan ada sesuatu yang lengket.

Ku lihat ternyata ini darah.

Apa ini luka karena kak Verra merampas pecahan botol tadi.

"Kak ini kenapa? Apa karna pecahan yang ku pegang tadi?" Tanyaku cemas.

Aku yang tadi berbaring kini bangkit dan duduk melihat kondisi tangan wanita ku.

"Kak apa ini." Tanyaku.

Dia hanya tersenyum dan memelukku.

"Ini tak sebanding apa yang kamu rasakan Rania."

"Luka ini tak kan bisa membalas luka yang ku gores di hatimu, gadisku." Ujarnya.

Kini air mata tak lagi bisa ku bendung, malam ini adalah malam penuh tangis.

Keesokan harinya.

Aku memaksa kak Verra untuk mengajakku pulang ke asrama.

Kak Verra tak mau, tapi aku terus merengek seperti anak kecil yang minta di belikan mainan.

Mau tak mau kak Verra mengiyakan kemauan ku tapi dengan syarat kemana aku pergi harus bersamanya.

Agar dia yakin bahwa aku tak akan melakukan hal bodoh lagi.

Next chapter