webnovel

Makam dan Kematian

Emma tidur sangat nyenyak malam itu, sehingga ia bahkan bangun kesiangan keesokan harinya. Rasanya beban berat di dadanya sudah terangkat sebagian setelah ia memiliki arahan yang lebih jelas dalam mencari keluarganya.

Ia akan bertahan selama beberapa tahun dan berusaha menjalankan rencananya dengan Haoran. Ia akan bersabar. Sampai ia dapat menghubungi AWA dan pergi ke bulan.

***

Kegiatan mereka selama dua hari selanjutnya terasa lebih santai dengan berbagai kunjungan ke istana Fountaineblue, Jardin du Tulleries, Montmarte dan Museum Rodin. Di jam bebas, Haoran diajak teman-temannya untuk berkunjung ke kuburan paling terkenal di Paris, yaitu Père Lachaise Cemetery.

Di sana ada banyak orang terkenal yang dikubur, seperti Jim Morrison, vokalis The Door, Edith Piaf, penyanyi legendaris Prancis yang terkenal dengan lagunya La Vien Rose, lalu John Keats sang penyair, komposer terkenal Frederic Chopin, sastrawan Oscar Wilde, dll.

"Ini adalah pemakaman paling banyak dikunjungi di dunia," komentar Alex yang paling antusias membawa mereka ke Père Lachaise. Ia bahkan menyiapkan peta kuburan siapa saja yang harus mereka kunjungi di sana.

"Kau ini aneh, ya..." komentar Haoran. "Punya hobi kok jalan-jalan ke kuburan."

"Kau tidak tahu, kuburan itu adalah tempat yang sangat menarik. Kebetulan saja kita di Paris, tentu aku tidak akan melewatkan mengunjungi Père Lachaise yang sangat terkenal itu. Kalian tahu kuburan paling terkenal di dunia? setiap tahun jutaan orang mengunjunginya.." tanya Alex sambil mengamati teman-temannya dengan ekspresi misterius. "Orang bilang, ini adalah kuburan paling indah di dunia."

Teman-temannya bertukar pandang dan kemudian menggeleng. Emma tampak mengerutkan keningnya dan kemudian membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu, tetapi Alex segera memberi tanda agar ia tidak menjawab.

"Kalau kalian bisa menjawab apa nama kuburannya, aku akan mentraktir kalian makan es krim di Moulin Rouge," kata Alex. "Emma tidak boleh menjawab. Dan kalian tidak boleh buka internet."

"Ish... hadiahnya tidak menarik," omel Haoran. "Aku tidak mau menjawab."

"Lah, kau maunya apa?" tanya Alex sambil mendelik. "Kalau kau tidak mau ikutan, jangan meminta es krim-ku nanti ya."

Haoran memasukkan kedua tangannya ke dalam saku dan berjalan sambil melihat-lihat kuburan yang ada di depan mereka. Dinh tampak paling bersemangat ditraktir es krim oleh Alex dan ia berusaha berpikir keras mencari tahu jawabannya. David dan Eric hanya mengangkat bahu.

"Makamnya Elvis Presley?" tanya David. Alex menggeleng.

"Makamnya Putri Diana?" Eric mencoba menjawab asal-asalan. Alex menggeleng lagi.

Melihat teman-temannya akan menyebutkan nama-nama selebriti lainnya, Alex buru-buru mengangkat tangannya dan menghentikan mereka.

"Kalian pasti tidak akan bisa menebaknya. Yang kumaksud adalah Taj Mahal," tukas Alex.

"Eh.. Taj Mahal itu kan istana? Masa kau sebut kuburan sih?" Dinh hendak protes tetapi Alex segera menjelaskan lebih lanjut.

"Taj Mahal itu memang istana, tetapi dibuat sebagai kuburan seorang ratu. Jadi raja kerajaan Mughal dari India yang namanya Syah Jehan sangat mencintai istrinya yang bernama Mumtaz Mahal. Istrinya meninggal saat hendak melahirkan anaknya yang ke-14 dan untuk mengenang istrinya, Syah Jehan memerintahkan orang-orangnya untuk membangun istana paling megah untuk menjadi makam istrinya. Pembangunan makam ini berlangsung selama 22 tahun. Setelah ia meninggal, ia juga dikubur di dalam Taj Mahal, di samping istrinya."

Alex tampak sangat bangga dengan pengetahuannya. "Taj Mahal menjadi salah satu warisan budaya dunia dan hingga kini menjadi lambang dari cinta abadi. Bayangkan... Syah Jehan dan Mumtaz Mahal bertunangan sejak mereka berumur 14 tahun dan saling mencintai hingga Mumtaz meninggal di usia 38 tahun. Bayangkan... mencintai satu orang hampir seumur hidupmu..."

Teman-temannya tampak terpukau mendengar penjelasan Alex.

"Wow.. aku sama sekali tidak menduga. Kupikir Taj Mahal itu hanya istana yang cantik... itu saja," kata Dinh dengan kagum. Namun demkian ekspresinya tampak sedih. "Jadi kami tidak dapat crepes?"

"Beli sendiri, dong," sergah Alex. Mereka lalu melanjutkan masuk ke dalam kuburan dan melihat-lihat berbagai makam orang terkenal yang ada di dalam daftar Alex. Pemuda itu berkali-kali minta difoto di depan suatu kuburan untuk diposting di media sosialnya.

"Kau ini kenapa sih suka kuburan?" tanya Haoran sekali lagi setelah mereka akhirnya keluar dari Père Lachaise dan beristirahat sejenak di sebuah kafe yang menjual es krim. Mereka akhirnya menikmati es krim masing-masing atas traktirannya.

"Uhm.. kenapa ya? Kurasa kematian itu menarik," kata Alex sambil mengangkat bahu. "Kita tidak tahu apakah hidup kita berharga bagi orang lain, sampai kita mati. Kalau kita meninggalkan dunia ini dengan sepi, tidak ada yang kehilangan.. artinya hidup kita sia-sia."

"Kau terdengar sok puitis," komentar Dinh sambil melahap es krimnya.

"Tapi ini betulan. Kalau sampai aku mati, dan kita masih bersahabat, aku akan senang sekali kalau kalian mengunjungi makamku dan melakukan ritual semacam ritual Poe Toaster misalnya..." kata Alex lagi.

"Toaster? Apa itu alat memanggang roti?" tanya Eric asal.

"Bukan pemanggang roti, dasar kau tidak berbudaya. Toaster itu maksudnya minum alkohol dan memberikan penghormatan... 'toast' begitu." Alex mendelik.

"Hahaha.. maaf, dong. Kan kami nggak hobi mengurusi kuburan orang," kata David membela diri. "Jadi toaster ini maksudnya, orang yang minum alkohol ya?'

Alex mengangguk. "Poe Toaster ini sangat terkenal di masa lalu. Jadi, penulis terkenal, Edgar Allan Poe, meninggal ratusan tahun yang lalu. Sejak tahun 1924, ada orang misterius yang selalu datang ke kuburan Poe setiap tanggal 19 Januari subuh-subuh, di hari ulang tahun sang penulis, dengan membawa tiga tangkai mawar merah dan sebotol minuman cognac.

Ia akan minum dan memberi 'toast' untuk memberikan penghormatan atas pencapaian Poe, kemudian meninggalkan botol cognac-nya dan mawar-mawar itu di nisan Poe. Ia melakukannya selama 75 tahun tanpa henti. Ia baru berhenti setelah tahun 2009. Banyak orang yang mencoba memfoto si orang misterius ini tetapi tidak ada yang pernah berhasil mengetahui siapa jati dirinya..."

"Wow.. kau tahu banyak ya, soal yang beginian," komentar David kagum. Seandainya minatmu pada pelajaran sebesar minatmu pada kematian, pasti nilai ujianmu kemarin akan bagus."

Alex hanya mengangkat bahu. "Yah.. tapi bagaimana pendapat kalian? Seru kan, kalau kita membuat kesepakatan seperti itu. Kalau aku mati, kalian datang ke kuburanku setiap tanggal akhir tahun dan minum bersama."

Teman-temannya mengangguk-angguk.

"Tentu saja. Tapi kau jangan mati cepat-cepat ya..." kata Dinh sambil memukul bahu Alex. "Kau membuatku bergidik dengan membicarakan kematian di hari secerah ini."

Emma mendengar dari Haoran bahwa kelima pemuda itu telah bersahabat selama lebih dari dua belas tahun. Melihat kedekatan mereka hingga kini, ia tidak ragu bahwa mereka akan terus bersahabat sampai nanti mereka semua dewasa dan bahkan menua.

Ia dapat membayangkan mereka nanti berkumpul di usia senja di makam salah satu dari mereka yang meninggal lebih dulu, dan minum bersama, seperti yang diinginkan oleh Alex.

"Kalau aku meninggal, aku tidak mau dikubur," kata Haoran tiba-tiba. "Aku mau menjadi pohon. Kubur saja aku di kebun dan tanam pohon yang bagus di atasnya. Dengan begitu aku bisa berguna."

Dinh tampak bergidik mendengar kata-kata Haoran.

"Aduhh.. kenapa sih, kalian membicarakan kematian terus? Ayo bicarakan yang lain," cetusnya. "Kita bicarakan tentang belanja oleh-oleh saja deh. Besok malam kita pulang ke Singapura dan sebelumnya aku mau beli suvenir dulu."

Emma hanya tersenyum melihat interaksi kelima pemuda itu. Ia sangat senang mereka memutuskan untuk ikut ke Paris dan tidak jadi ikut karyawisata ke China. Mereka membuatnya menikmati kunjungan ke Paris ini selain membuatnya dapat mencari petunjuk tentang orang tuanya.

Saya pribadi seneng jalan-jalan ke kuburan dan melihat berbagai cerita singkat yang dapat terbaca dari berbagai nisan yang ada di sana. Misalnya nih, waktu tinggal di Bandung dulu, saya pernah beberapa kali ke Pemakaman Pasteur, yang berisi banyak kuburan orang dari zaman kolonial. Di sana ada kuburan anak laki-laki keluarga Belanda kaya yang meninggal di umur 14 tahun, ada kuburan bayi berumur dua tahun di samping ibunya, dll.

...

Membaca tahun lahir dan meninggal mereka saja membuat saya membayangkan bagaimana kehidupan mereka di masa itu, menduga-duga apa penyebab kematiannya, dan bagaimana perasaan orang tua dan teman-teman yang mereka tinggalkan.

...

Jadi, bisa dibilang, kuburan adalah sumber inspirasi yang cukup menarik buat saya. Lucunya lagi, di pulau Jawa, kebanyakan kuburan dihiasi bunga kamboja/jepun dan dulu membuat saya mengasosiasikan tanaman itu dengan kematian. Eh, begitu pindah ke Bali, saya baru menyadari bahwa ternyata pohon kamboja itu adalah pohon bunga yang cantik banget. Bau kamboja yang dulu bikin saya bergidik, sekarang malah bikin saya suka banget.

...

Bagaimana dengan di tempat kalian? Apakah di sana pohon kamboja juga masih erat dikaitkan dengan kuburan?

Missrealitybitescreators' thoughts
Next chapter