Wina menutup kembali pintu kamar Revan, lalu dia duduk di sisi Revan. Tidak berapa lama PRT membawa semangkuk bubur dan meletakkan di nakas dekat Wina. Wina mengompres kepala Revan dengan air biasa agar panasnya berkurang. Mata Revan bergerak-gerak, lalu perlahan terbuka, dia melihat ke atas.
" Sayang! Syukurlah kamu sudah bangun!" ucap Wina lalu mengecup pipi Revan.
" Aku kenapa?" tanya Revan datar.
" Dokter bilang kamu dihidrasi dan lambungmu bengkak!" kata Wina. Revan melihat keluar balkon, dia tidak menatap Wina sama sekali.
" Panggilkan dokter!" kata Revan.
" Untuk apa?" tanya Wina.
" Biar mereka yang mengurusku!" jawab Revan.
" Masih gengsi karena sakit? Karena merasa lemah? Astaga, sayang! Aku ini istrimu! Masak kamu malu?" kata Wina tersenyum lalu mengambil kain kompresan di kepala Revan yang terjatuh.
" Apa kamu bilang?" tanya Revan terkejut, dia bangun walau merasa sedikit pusing dan menyandarkan tubuhnya di headboard ranjang.
" Apa?" tanya Wina kaget.
" Kamu tadi bilang kalo kamu adalah siapa?" tanya Revan.
" Aku adalah is..." Wina tercekat, dia seketika menghentikan ucapannya setelah ingat siapa dirinya.
" Kamu adalah...?"
" Sudah! Aku sudah lupa! Kamu makan bubur dulu, ya!?" kata Wina menundukkan kepalanya dengan wajah memerah karena malu. Sial! Kenapa ini mulut bisa ngomong gitu, sih? batin Wina sebel. Revan tersenyum ringan, dia sangat menyukai jika Wina malu-malu seperti sekarang ini.
Wina menyuapi Revan dengan lembut, sesekali mengusap sudut bibir pria itu dengan tissue karena ada sisa bubur yang tertinggal. Revan menatap lekat-lekat wajah Wina, membuat si empunya wajah jadi salah tingkah.
" Kenapa kamu melihatku terus? Apa diwajahku ada kutilnya?" kata Wina kesal dan malu.
" Hahaha! Aku sangat merindukan dirimu yang seperti ini!" kata Revan tertawa renyah. Krupuk kalee...xixixi.
" Sudah! Aku sudah kenyang, sayang!" kata Revan saat Wina ingin menyuapinya lagi.
" Tinggal sedikit, sayang!" kata Wina lembut.
" Tapi perutku terasa agak mual!" ucap Revan lagi. Wina baru menyadari jika saat ini lambung Revan sedang bermasalah.
" Baiklah! Kalo begitu minum obatmu dulu!" ucap Wina mengambil obat yang telah disiapkannya di atas nakas dan memberikannya pada Revan.
" Suapi!" ucap Revan manja.
" Dasar manja!" kata Wina tersenyum lalu memasukkan obat tersebut ke mulut Revan dan meminumkan air mineral ke mulut Revan juga.
" Infusnya dilepas aja, ya!" kata Revan.
" Kamu sudah tidak merasa lemas?" tanya Wina.
" Tidak! Jika kamu ada disini, aku selalu merasa sehat dan kuat!" jawab Revan tegas.
" Baiklah!" jawab Wina lalu mengambil kapas yang telah diberikan sedikit alkohol lalu menekannya di tempat jarum infus itu. Dia mencabut perlahan jarum tersebut dan memutarnya ke atas ke tiang infus. Lalu diambilnya plester yang khusus untuk menutup bekas jarum infus tersebut.
" Kamu istirahat, ya! Aku mau lihat Nina!" kata Wina.
" Temani aku!" kata Revan dengan cepat.
" Iya, tapi nanti!" ucap Wina lalu menyuruh tubuh Revan untuk berbaring.
" Sekarang!" rengek Revan dengan wajah memohon.
" Bayi besar!" kata Wina mencubit hidung Revan. Wina meraih ponselnya dan menghubungi babysitter Nina.
" Sus! Nina sedang apa?' tanya Wina yang membaringkan tubuhnya disamping Revan. Revan segera meletakkan kepalanya di antara dada Wina. Wina menepuk lirih pipi Revan karena dia kegelian.
" Sedang Menggambar, Nyonya!" jawab suster.
" Apa... dia mencariku?" tanya Wina terbata akibat Revan mengusap-usapkan kepalanya ke dadanya dan tangannya sudah masuk bergerilya memilin dadanya.
" Tidak, Nyonya! Apa Nyonya baik-baik saja?" tanya suster heran mendengar suara tertahan Wina.
" Iya! Ya, sudah, kalo dia ...mencari...ku! Telpon ...aja, ya!" kata Wina sambil memejamkan matanya akibat tangan nakal Revan yang sudah masuk ke wilayah intimnya. Wina segera mematikan panggilannya.
" Rev! Kamu gila...gimana...ahhhh!" desah Wina yang sudah tidak tahan.
" Aku merindukanmu, sayang!" ucap Revan.
" Huh! Sakit masih aja ...sempet-sempetnya ...ahhhh...berbuat mesum!" kata Wina kesal karena tubuhnya juga tidak bisa diajak kompromi akibat sentuhan itu.
" Aku hanya ingin kamu puas, sayang!" ucap Revan di sela sesapan di dada Wina.
" Aku bukan seorang yang maniak, ya, Rev!" kata Wina sebel.
" Hehehe!" tawa Revan. Wina
" Sudah, hentikan!" ucap Wina melepaskan tangan Revan yang menjelajahi wilayah intimnya. Revan kemudian menarik tangannya dan memeluk Wina dengan erat.
" Jangan pergi sebelum aku tidur dan kamu harus ada saat aku membuka mataku!" ucap Revan lalu memejamkan kedua matanya akibat obat yang diminumnya.
" Iya!" jawab Wina kemudian mengecup rambut Revan dengan cukup lama. Aku mencintaimu! Sangat mencintaimu! Bolehkah aku egois dengan menginginkanmu menjadi milikku? Hanya milikku seorang? Maukah kamu menceraikan dia demi aku dan Nina? batin Wina memeluk Revan dengan sangat erat seakan mereka tidak akan bertemu lagi esok hari.
" Aku egois bukan, Ran?" ucap Wina saat menelpon Rani. Wina sedang berdiri di balkon kamar Revan dan melihat ke arah pria yang sedang tertidur pulas itu.
" Aku jahat bukan?" ucap Wina dengan mata berkaca-kaca.
" Kalo boleh aku bicara, kamu memang jahat jika melakukan semua itu!" jawab Rani.
" Hahaha! Aku harus bagaimana, Ran? Aku nggak mau dia pergi lagi! Aku mau dia selalu disisiku, jadi milikku! Hanya milikku seorang!" kata Wina mengusap pipinya akibat tetesan airmata yang jatuh.
" Kamu wanita, dia juga wanita! Bagaimana jika kamu berada di posisi dia?" tanya Rani.
" Tapi aku sedang tidak di posisi dia, Ran! Dia adalah cinta pertamaku! Pria pertama yang mencuri semua hal yang baru pertama kali kulakukan! Aku menginginkan dia, Ran! Semua yang ada pada dirinya!" kata Wina dengan nada yang sedikit naik.
" Tapi dia sedang hamil!" kata Rani.
" Aku akan mengakuinya sebagai anakku!" ucap Wina.
" Damn! Kamu benar-benar egois dan jahat!" kata Rani.
" Ya! Aku tahu!" jawab Wina.
" Apa kamu sudah menelpon suami dan putra tirimu?" tanya Rani.
" Belum! Aku takut dia bisa melacakku, karena Revan tidak mengijinkan aku untuk menyalakan signal apapun!" kata Wina.
" Ini!?" tanya Wina.
" Ini ponsel Revan, dia memperbolehkan memakainya!" jawab Wina.
" Are you play save?" tanya Rani. Wina hanya diam, dia lupa jika mereka tidak pernah memakai apapun dan meminum apapun saat dan setelah melakukan itu.
" O, my god! No comment, Win!" kata Rani sambil mengelus dadanya.
" Dia menginginkan seorang bayi dariku, Ran!" kata Wina.
" Apa kamu...? Dia belum tahu?" tanya Rani terkejut.
" Belum!" jawab Wina.
" Bagaimana jika William..."
" Aku matikan dulu, Ran! Revan sudah bangun! Bye!" kata Wina menutup ponselnya.
" Win, wait..." kata Rani.
Wina meletakkan ponselnya di atas nakas dan dia duduk di pinggir ranjang. Revan perlahan memebuka matanya dan melihat Wina dihadapannya.
" Hai, sunshine!" sapa Revan, hatinya bahagia karena ada wanita yang diinginkannya di hadapannya.
" Hai, Tampan!" sahut Wina yang langsung ikut berbaring memeluk Revan. Revan merentangkan tangannya agar wanita itu bisa memakai lengannya sebagai bantal.
" Aku belum mandi dari pagi!" ucap Revan.
" Tapi kamu selalu terlihat tampan dan harum bagiku!" jawab Wina mengusap dada Revan.
" Jangan memainkan jarimu! Nanti aku bisa tegang!" kata Revan.
" Aku memang sengaja!" ucap Wina tanpa malu lalu memasukkan tangannya ke dalam kaos Revan dan memilin dada Revan.
" Hmmm...Wina!" geram Revan. Wina semakin keras meilin dada Revan lalu menaikkan kaos tersebut ke atas hingga terlihat puncak dada Revan yang mengeras. Wina memainkan mulutnya disana lalu tangannya turun ke wilayah intim Revan dan bermain sebentar disana.
" Kamu tegang, sayang!" ucap Wina yang merasakan milik Revan telah tegang sempurna setelah dimainkan Wina.
" Aku akn membuatmu puas, sayang!" bisik Wina.
Dan terjadilah kegiatan panas tersebut dengan Wina yang memimpin selama adegan itu berlangsung. Revan tersenyum melihat keringat yang telah membasahi tubuh Wina. Entah mendapat pikiran gila darimana hingga membuat wanita itu menjadi buas diatas Revan.