webnovel

Tiga Puluh Tujuh

Aku mematung dengan gejolak yang campur aduk.

Setelah ia berhasil menculik ku dari rumah Papa. Ia membawa ku kesebuah Rumah di kawasan elite. Perumahan yang nyaman walau tak sebesar rumah di Batam tapi ini masih dibilang besar dengan tingkat 2 dan tentu fasilitas tetap lengkap mencukupi.

Lalu setelah pintu dibuka.

Ada anak kecil yang sama persis di foto waktu itu. Di depan pintu. Wajah nya sangat putih, versi darah campuran tampak jelas disana. Mata nya tajam dengan manik indah yang tentu tau itu gen nya siapa. Rambut nya bergelombang berwarna cokelat madu, kedua pipi nya berwarna merah muda.

Tapi Anak laki laki ini duduk di kursi roda.

Atmosfer yang kuciptakan harus nya berupa letupan bara api seperti di gunung merapi dengan lahar mengerikan Tapi ini kenapa mendadak ada hujan datang dengan deras. Kemarahan ku seolah tak ada guna nya.

" Siapa yang dat-

Kulihat ada pria lain dibelakang dan matanya hampir jatuh.

Wajah kikuk sahabat ku ada disana. Dave.

" Little katty" Pekik Dave memunculkan berbagai jenis ekspresi disana. Tapi wajah nya berubah kaku setelah melihat situasi ku disana.

" Okey! Gua kapok. Ini gua ga ikut campur" Kata pria itu lalu menarik diri dari sana.

Aku pun begitu aku hendak berbalik tapi di tahan Devan.

" Jeremy.. Ini tante Alena.. " Kata Devan membuat ku ingin mehujani nya dengan tatapan mematikan.

" Aku sud-

" Hallo tante..." Ucap anak kecil ini suara nya khas anak anak sekali tapi entah kenapa hanya dengan kalimat itu ada unsur aku tak bisa mehakimi nya dengan ketidaksopanan ku untuk bersikap acuh disana.

Aku melihat kedalam mata anak Devan ini. Seperti tatapan mata rusa yang kesepian. Aku hanya memberikan senyum kikuk tipis padanya.

" Masuk lah.. " Kata anak ini lagi, kulihat kearah Devan.ia mengendikan dagunya untuk menyuruh ku masuk.

Aku masuk dengan hati berat, tiba tiba tangan ku di tuntun oleh kulit lembut dan sangat kecil, mungkin hanya beberapa ruas jari lu saja dan ada cubitan di benak ini. Ingin sekali aku tepis tangan ini tapi lagi lagi rasa manusia ku mengurung nya.

Mata ku melebar ke rumah itu yang terlihat seperti rumah sebelumnya. Aku juga bisa lihat ada foto Jeremy di dinding. Ia memegang piala besar. Tapi wajah nya terlihat muram, senyum nya tampak paksaan.

Jadi anak ini tinggal di Jakarta! Dan Dave mengetahui nya??

Aku menyisir menangkap Dave yang bersembunyi dibalik koran. Bahkan koran nya kebalik. Aku akan buat dia perhitungan karena menyembunyikan Jeremy dari ku.

" Apa tante suka rumah ini?" Tanya Jeremy dengan polos. Suara nta seperti decitan anak bayi.

" Kamar tante dan Papa di sebelah sana" Ia menunjuk kearah kamar besar didepan sana.

Tolonglah siapa pun kamu jangan ajak aku bicara. Mulut ku pedas saat marah, sungut ku tapi aku malah mengatakan iya bahkan tak ada kemarahan sama sekali. Kulihat ia tersenyum sangat tampan, seperti pangeran kecil.

Walau gigi tengah nya hilang anak ini sangat menggemaskan.

Aku menggeleng kuat kuat. Jangan bersimpati padanya Alena ini bisa saja suruhan Devan.

Tangan kecil ini aku lepas dengan paksa aku maju dengan dagu agak naik keatas.

" Kau tau kan aku ini ibu tiri mu! Jangan bersikap manis didepan ku. Aku akan menyiksa mu kalau kamu membuat ku marah" Ucap ku dengan sombong, aku sengaja bicara seperti itu untuk membatasi dia dan aku, juga di depan Devan. Aku lihat mata Devan berkilat kilat aku mengatakan itu pada anak nya. Aku tak peduli emang itu tujuan ku, bak seorang antagonis di film film sinetron aku melenggang masuk ke kamar.

Nafas ku turun seketika. Aku bahkan sangat membenci ibu tiri ku. Dan peran tadi ku ambil dari pengalaman ku dulu, lalu aku mempraktekkan nya didepan anak kecil tadi. Ck! Bravo Alena. Aku yakin ia merasakan sakit hati sama seperti aku waktu itu.

*

*

*

" Bagaimana Papa Bik?" Tanya ku saat menghubungi Bik Lilies.

" Stabil Nona. Bapak baik baik saja tadi selesai minum obat" Kata Bik Lilies membuat ku lega

" Tolong awasi mama Natasya Bik! Laporkan kalau dia bersikap aneh! Sementara ini saya tinggal di rumah Dev- Suami saya" Kata ku lagi.

" Tentu Nona! Saya akan terus mengawasi " Jawab Bik Lilies lalu aku memutuskan telepon.

Pintu kamar disana di ketuk aku memang mengunci nya sejak masuk.

" Kucing liar! Loe di dalan" Itu suara Dave.

Kebetulan sekali aku ingin menyekik pria ini.

Dengan gusar pintu kubuka baju nya langsung aku seret kasar.

" Okey okey.. len. Tenang... Gue jelasin" Kata anak itu tau betul aku membuat perhitungan padanya

Cekalan ku kulepas. Wajah ku masih muram.

" Gue ga ada maksud buat nutupin semua nya Len. Gue tau loe masih tidak terima kehadiran Jeremy! Tapi dia tidak salah. Pliss loe jangan benci Jeremy! Dia anak baik dan ga tau apa apa dengan permasalahan kalian!

Ini malah aku yang kena ceramah bukan aku yang harus nya memarahi Dave.

" Jangan membujuk ku Dave!" Kata ku jengah " Aku benci dengan kebenaran ini! Aku benci Devan yang menutupi nya! Aku tak ingin lagi dengan Devan!!

" Bahkan kalau pun dia jujur loe juga tetap tak menerima Jeremy ada di tengah kalian kan!"

Aku terdiam. Itu memang benar. Aku tetap tak menerima nya. Kehadiran Jeremy merupakan kesalahan besar yang Bapak nya perbuat.

Aku duduk di atas kasur dengan menekuk wajah ku.

" Jeremy lahir sebelum kalian menikah, jangan salahkan dia! Loe lihat keadaan anak itu! Dia punya kekurangan bahkan ibu kandung nya sendiri tak peduli dengan nya! Sejak hamil Jessy minum obat penggugur bayi! Ini lah kenapa Jeremy lahir tak sempurna! Apa dia pantas mendapat perlakukan loe seperti ini!!

Aku tercengang dengan ucapan Dave. Aku melototi nya dengan tajam. Bagaimana bisa Jessy mau menggugurkan kandungan nya, kalau dari versi Devan, ia di beri obat! Itu artinya Jessy sengaja kan! Atau ia hanya ingin melakukan nya dengan Devan. Entahlah membayangkan nya saja kepala ku sakit.

Dan sekarang Paman nya ini sangat berpihak pada keponakan nya.

Aku bahkan tertawa! lagi lagi aku disalahkan! Kenapa aku merasa tak adil.

" Karena itu aku tak mau ada di tengah mereka! Sodara kamu sangat keras kepala! Aku ingin pisah dengan nya. Aku ingin sekali bebas! Tapi dia terus memaksa ku. Lalu kamu menyalahkan aku!"

Dave mengusap riak diwajah nya. " Kalian memang sangat rumit sekali! Padahal loe tinggal terima keadaan toh Jeremy bagaimana pun darah daging Devan. Ia tidak akan bisa di hapus bagaimana pun juga!"

Aku mendengus lelah kearah nya" Itu aku tau! Maka nya itu aku ingin cerai karena aku yang mau dihapus dari kehidupan mereka"

Perdebatan ku dengan Dave hanya maju mundur sama sedangan saudara nya! Mereka ingin A, aku ingin B. Tak akan ada yang bisa nemu titik tengah.

Lama jeda Dave akhirnya menyerah.

" Gue pusing sama kalian! Sodara gue punya cinta yang besar sama loe. Dia juga banyak melakuan apapun demi loe! Harusnya elo liat dari sana jangan keegoisan loe aja"

Kali ini Dave mengomeli ku lagi. Dimatanya aku lah yang salah.

Aku kesal ia berteriak seperti itu. Oke Dave berpihak kesana. Aku baik baik saja.

" Tau deh! Mungkin lebih baik Devan cerei aja sama loe! Masih banyak wanita di luar sana yang mau jadi ibu sambung Jeremy "

Selesai mengatakan itu Dave keluar.

Pertengkaran ku dengan Dave membuat ku merasa semakin dirundung dengan ucapan nya. Tapi tingkat keegoisan ku memang masih tinggi. Aku merasa aku benar. Aku hanya tak bersedia menerima Devan dengan kehadiran Jeremy! Dan itu anak Jessy! Ya bagus kalau Dave berharap kami memang pisah. Semoga saja ia bisa menyampai pendapat nya pada saudara batu nya itu.

*

*

*

Aku bangun dengan sedikit lemas. Aku bahkan tidak makan sejak kemaren siang dan aku sangat lapar.

Tapi gensi masih menguasai kepala ku.

Aku ada di rumah ini karena terpaksa kalau aku menuju dapur terus makan rasanya aneh.

Apa aku pesan delivery saja. Ah aku pergi saja kerumah Papa. Aku ingin mehabiskan hari ini disana.

Bergegas aku kamar mandi dan membersihkan diri.

Selesai mandi aku segera keluar kamar.

Ruang tamu tampak lenggang. Tapi tidak diluar. Kulihat Devan sedang bermain sepak bola dengan anak nya. Walau anaknya di kursi roda, mereka tetap bermain. Tampak jelas kedua nya tertawa dan tawa ini jarang kulihat pada Devan. Devan tampak sayang dengan anak nya! Ada riak kecemburuan ku muncul. Bukan cemburu pada anaknya tapi aku cemburu Papa ku dulu tak sepeduli itu padaku. Bagus lah. Kalau Devan tak seperti papa ku! Dan melihat Devan begitu sayang sama anak nya muncul siasat di kepala ku. Aku bisa memikirkan nya lagi nanti.

Devan melihat kearah ku. Ia lalu memanggil pengasuh Jeremy yang duduk tak jauh dari sana. Bisa kulihat Jeremy menengok kearah ku. Ia tersenyum membuat ku langsung membuang muka. Apa dia lupa aku kemaren sudah menyakiti perasaan nya. Lalu ia dirorong pengasuh nya menjauh dari sana.

" Kamu mau kemana? Tanya nya dengn wajah datar.

" Kerumah Papa" Jawab ku dengan dingin pula.

" Aku antar"

" Ga usah! Aku sudah pesan ojol" Kata ku segera buru buru beranjak dari sana.

" Aku sudah dapat informasi tentang Natasya" Kalimat nya menghentikan ku.

" Ooh. Baiklah. Kirim saja di chat" Sahut ku kembali melanjutkan langkah dari sana.

Beruntung nya Devan tak mehalangi jalan ku lagi.

Tapi sebuah mobil mercy merah berhenti disana. Seingat ku ojol yang kupesan mobil nya avan*a.

Pintu mobil dibuka dan sepatu hell runcing merah dengan kaki mulus putih turun dari sana.

Seorang wanita bertubuh profesional dengan kulit sepucat kapas keluar dari sana. Rambut bule nya ikut berkibar seperti iklan shampo. Atau kalau di versi india ada lagu mengikuti dengan gerak lambat.

Aku agak terpesona sedikit malah terlintas versi versi aneh di kepala ku. Dan Di balik kacamata nya aku bisa menebak siapa yang datang.

Ya betul dia Jessy!

Jessy membuka kacamata nya dan tersenyum mengejek kearah ku. seolah aku ini lelucon hidup yang berhasil membuat nya sebahagia sekarang. Aku tau dia menertawakan ku dengan keadaan yang ku alami saat ini.

" Kamu ada disini! " Kata nya dengan angkuh.

" Hmm ya.." Jawab ku merasa kesal dengan tatapan nya yang menertawakan ku. Apa dia pikir aku akan syok kaget ada dia disini. Dia salah besar!!

" Urus anak kamu dan suami mu disana! " Kata ku membuat nya kaget.

Aku malah tersenyum lebar. " Kalian bisa kan menjadi keluarga utuh lagi?"

Jessy bengong di tempat. Aku bahkan yakin wanita ini masih mencintai Devan jadi aku mengumumkan kalau aku memihak padanya.

" Aku akan mewujudkan secepatnya! Jadi berhenti nyengir seperti itu! Gigi palsu mu sampai mau copot"

Perkataan ku jelas membuat nya seperti kertas lipat yang yang sudah tak rapi lagi. Mata nya menajam jengkel kearahku. Aku yakin tebakan ku benar ia memakai gigi palsu ck! Rasanya aku mau ketawa saja.

" Kamu sudah datang! " Suara Devan di belakang ku.

! Jadi dia yang mengundang Jessy. Good.. !!

Entah kenapa aku kesal sekali.

Kulihat Jessy tersenyum cantik sekali dengan Devan. Ia berlenggang dihadapan ku dengan lincah. Aku hanya melihat ia mengikuti Devan disana!

What! Ckckck

Aku terkekeh seperti orang gila disana.

Ya untuk apa aku marah. Itu bagus bukan. Mungkin Devan sudah memikirkan aku tidak bisa di luluhkan dan ia akan kembali dengan Ibu Kandung Jeremy sendiri sehingga impian anak nya tercapai. Punya keluarga yang lengkap, sakinah mawaddah dan warohmah. Jadi aku tak perlu repot repot menggunakan trik jahat ku.

Aku segera pergi dari sana setelah sebuah mobil ojol ku sampai.

Beruntung aku kekueh mau pisah dengan Devan, coba kalau tidak aku akan makan hati dengan kehadiran Jessy di sana. Tapi tetap saja ada rasa sakit di sini. Kurasa itu rasa sakit karena masih tebelenggu drama tak berkesudahan ini.

1 hari ini aku menemani Papa dirumah, nenek sihir itu entah kemana. Kata Bik Lilies Natasya pergi pagi-pagi dengan teman temannya. Bagus lah aku tak melihat nya hari ini kalau tidak situasi ku akan tambah parah. Mood ku entah kenapa menjadi lebih buruk.

Aku benci keadaan ku. Yang tak bisa bebas hidup. Kemana pergi tetap ditemukan. Dipaksa hidup bersama dan menemukan hal hal yang tak enak dihati.

" Alena, kamu tidak pulang?" Tanya Papa membuyarkan lamunanku

" Sebentar lagi Pa" Kata ku berbohong.

Papa mengangguk dan kembali menatap ke layar televisi.

Kemudian terdengar suara mobil berhenti diluar. Aku bisa menebak siapa yang datang dan benar saja itu Devan.

Aku menyipitkan mata saat wajah itu muncul didepan sana.

Aku tidak akan pernah bisa lepas dari pria ini. Jerit ku Dongkol setengah mati.

*

*

*

" Jessy hanya mengunjungi Jeremy! Dia biasanya datang sebulan sekali " Ucap Devan membuka pembicaran saat dijalan yang membisu.

Bagus sekali ia membahas tentang Jessy. Bahkan aku tak peduli ia mau datang, menginap atau apa!

" Kenapa kalian tidak kembali saja! Aku rasa Jeremy akan bahagia kalau orangtua nya lengkap" Cecar ku.

Devan tak langsung menyahut kulihat sudut bibir nya tersenyum." Apa kamu cemburu Jessy datang?"

Aku melongo kaget dan tertawa garing.

" Aku rasa kamu dengar sendiri kalau aku menyuruh dia kembali padamu kan!!"

" Itu tidak akan mungkin jadi jangan bermimpi" Sahut nya dengan nada menekan.

Aku ingin berucap lagi tapi atmosfer nya menjadi lebih suram. Jadi aku diam saja sepanjang sisa perjalanan.

Mobil tak langsung pulang. Aku ikut saja ia mau mampir kemana. Ternyata sebuah Cafe kue.

" Jeremy titip tiramisu! Kamu mau kue apa?

" Aku bisa pilih sendiri" Kata ku langsung keluar dari mobil.

Kami tak berjalan beriringan, aku memilih berjalan cepat dan mengitari estalase yang berisikan kue kue lezat dan sedap di mata.

Ku lihat Devan sudah menemukan kue pesanan anak nya. Aku kembali berkeliling memilih milih kue yang aku inginkan.

Hingga aku berhenti dengan kue kecil tar yanh sangat cantik. Berwarna gold dengan toping bola bola bertaburan seperti bongkahan batu di padang pasir.

" Mbak ini satu"

Kalimat yang sama bahkan ritme waktu yang sama.

Aku menengok ke samping, seorang pria muda dengan baju kasual santai dan wajah pria ini sedikit familiar. Kulihat juga mata tegas disana melihat ku dengan menerka nerka.

" Alena..

" Randy?"

Wajah kami langsung berubah satu sama lain. Randy ini kepala Tim waktu Rock Climbing! Semasa kuliah dulu. Dia pria mengagumkan dengan banyak memenangman penghargaan. Bisa dibilang Randy waktu itu atlet di bidang itu.

" Kamu sungguh Alena? Pacar nya Jordan itu kan?" Seru Randy dengan antusias.

Aku hanya nyengir saja dia mengingat ku dengan kata Jordan. Iya sih. semasa kuliah aku dan Jordan ini pasangan yang kemana mana selalu sama sama. Walau Jordan tak ikut olahraga panjat tebing. Ia selalu on time menonton latihan ku.

" Dimana Jordan sekarang? Kalian sudah menikah? Dapat berapa anak?" Cecar Randy! Pertanyaan yang dejavu.

" Aku sama Jordan sudah lama pisah" Kata ku membuat riak diwajah nya kembali berubah ubah.

Really? Aku pikir kalian -

" Ya.. Oh.. Apa kabar mu sekarang?? Sudah menikah juga?"

Randy mengendik bahu. Kedua tangan nya masuk kedalam sakunya " Aku udah lama cerai! "

Ooh. Hmmp sorry Randy

Ia kembali tersenyum" Ga masalah. Kamu mau kue ini? Mba.. Kue nya kasih ke dia saja"

" Waduh ga papa nih! "

" Ya ga masalah. Masih banyak model yang lain" Jawab Randy sekena nya.

" Thanks kalau gitu! Kamu masih tinggal di sini? Bukan nya asli Manado?" Tanya ku.

" Yaa.. Aku kerja di advokat! Oh barangkali ada sodara mu yang mau pakai jasa ku! Yeaach aku banyak mengurusi permasalahn rumah tangga" Kata Randy sedikit banyak kena sekali dengan apa yang aku rundung.

" Okey! Kebetulan. Aku minta nomor mu" Dengan cepat aku mengambil ponsel ku. Ku lihat Devan disana mengawasi ku.

" Thanks Rand. Aku akan menghubungi mu nanti" Ucap ku menepis mata nya yabg entah bagaimana melihat ku dengan dalam.

" Ya.. Aku tunggu" Sahut nya, aku segera mengambil kue disana dan bergabung dengan orderan Devan.

" Siapa dia?" Bisik Devan sekali lagi ia melihat kearah Randy.

" Teman kuliah" Jawab ku santai lalu berlalu dari sana meninggalkan Devan yang membayar semua nya.

Diluar aku ketemu lagi dengan Randy.

" Apa dia pacar mu? Tanya Randy tampak santai.

" Dia! Oh. Suami"

" Pantas saja. Mata nya nyaris keluar melihat ku"

Aku tertawa mendengarnya.

" Jadi dia tuan Devano AH yang ada di pemberitaan itu?

Aku melongo kaget mendengarnya.

" Bagaimana kamu tau?

" Yaa iseng dikit, buka internet" Jawab nya sedikit membingungkan. Randy tersenyum misterius.

Aku kaget ada yang mengamit pinggang ku ternyata Devan sudah selesai.

" Ok! Sampai jumpa Len.. " Kata Randy kembali tersenyum dengan agak misteri. Ia melenggang dari sana menuju mobil didepan ini.

" Mau sampai kapan kamu melihat nya begitu" Suara Devan mengintruksi ku untum tersadar. Aku menepis tangan nya dan berjalan menuju parkiran.

**

Kami sampai di rumah itu lagi.

Jeremy kembali menyambut kedatangan kami. Yang aku heran ia menyalami ku dengan sopan dan itu membuat ku tak nyaman.

" Bagaimana keadaan papa tante? Tanya anak ini polos. Apa ia tak melihat taring di dalam mulut ku.

" Bukan urusan anak kecil" Sahut ku dingin dan langsung berlalu.

Ku lihat kebelakang. Jeremy tampak sedih. Dan ku lirik lagi Devan. Ia juga tampak kaku dan segera mengganti suasana dengan memberikan kue pesanan Jeremy ke dia. Suara pekikan kesenangan langsung terdengar setelah itu ia mengikuti ku ke kamar aku yakin ia akan melayangkan protes nya karena aku kasar pada anak nya. Seperti Dave kemaren. Ya aku menantikan itu. Maka aku akan berupaya lagi membuat anak nya di sudut kan. Tak ada orang yang akan membiarkan anak nya di tindas. Aku yakin ini bisa membuat Devan menyerah.

" Apa kamu bisa menyuruh anak mu! Jangan mengajak aku bicara" Kata ku dengan sengaja.

Devan hanya diam, diam biasanya emosi nya akan mengepul dan akan meledak sebentar lagi.

" Aku benci anak anak apalagi dia" Kata ku terus memprovokasi kemarahan Devan.

" Ya aku akan bicara padanya" Sahut Devan membuat ku agak linglung. Pria itu melepas jas nya dan langsung menuju kamar mandi.

Dia biasanya pergi untuk meredam amarah nya, aku yakin dia sebenarnya tak terima aku mengatakan tentang anak nya. Oke kali ini aku gagal. Besok aku akan coba trik yang lain. Kata ku dengan senyum yang lebar dengan rencana yang sudah aku susun.

Dan keesokan hari nya, aku bertekad akan membuat Devan benar benar menyerah kali ini.

Pagi pagi aku menuju dapur ada ART disana, seorang wanita yang sudah berumur.

" Biar aku siapkan" Kata ku mengambil alih

" Biasanya anak tuan makan apa saja?

Aku mulai mencari informasi tentang kesukaan Jeremy dan makanan yang tidak ia sukai juga jam berapa saja ia makan dari ART yang bernama Bik Sanah ini.

Aku mengingat informasi yang aku dapatkan dan dari sana hampir Jeremy makan dengan teratur. Dan dari sana juga aku mengetahui kalau Jeremy hanya dirawat oleh pengasuh. Devan hanya datang perbulan saja.

" Bagaimana dengan Ibu nya?" Tanya ku malah makin penasaran.

" Sebulan sekali! Itu pun hanya sekedar main sebentar" Jawab Bik Sanah dengan suara lirih.

Aku memotong bawang dengan lambat! Kenapa aku merasa Jeremy lebih kasihan dari aku! Pantas saja aku bisa melihat rasa kesepian di mata nya.

" Biasanya Pak Dave yang sering ajak jalan Tuan kecil, itu pun kalau Pak Dave tak bertugas di luar kota" Jata Sanah menambahkan.

" Terus nyonya! Maksud ku Ibu nya Devan?"

Sanah menggeleng" Saya belum pernah melihat beliau ke sini"

Kemungkinan besar Devan tidak mengatakan nya pada Mami. Padahal kalau di rawat sama Mami Jeremy lebih bisa mendapatkan sosok keluarga kalau kedua orang tua nya sibuk dengan dunia masing-masing.

Aah apa yang aku pikirkan kenapa aku malah bersimpati lagi dengan anak itu.

Hari ini aku berencana memasak makanan yang berlawanan dengan kesukaan nya. Apalagi ia ada alergi udang. Aku mau membuat nya sakit biar Devan membenci ku.

Tapi emang harus aku sampai melakukan ini? Aku tau rasanya kesepian dan itu sangat tak nyaman.

Tak apa demi misi. Aku tersenyum dengan percaya diri.

Aku lanjut membuat makanan terselubung.

" Bik. Ini aku bikin bekal buat Jeremy! Bilang saja ini sebagai permintaan maaf ku padanya kemaren karena sudah kasar"

" Baik Nyonya. Tapi kenapa tidak anda katakan sendiri?"

" Aku masih gengsi! Kamu tau susah merendah dengan anak bawaan suami." Kata ku dengan mimik sedih.

Bik Sanah seolah mengerti perasaan ku.

" Baiklah nyonya. Anda sudah bersedia seperti ini saja saya sudah terharu. Tuan kecil pasti sangat suka. Kemaren waktu Nyonya datang dia bilang Nyony sangat cantik walau judes tapi ia bilang suka nyonya"

Hati ku meringis disini. Kenapa anak itu malah menyukai ku! Apakah acting ku sangat buruk kemaren kemaren.

Aku hanya tersenyum tipis lalu pergi dari dapur.

Langkah ku terhenti saat melihat Jeremy keluar dari kamar nya. Ia menggunakan tenaga bantu tongkat di kedua ketiak nya.

Anak itu punya cacat bawaan saat lahir. Fisik nya juga kata Bik Sanah kadang lemah.

Aku jadi marah. Marah dengan bapak nya yang sering meninggalkan anak nya yang sakit, tapi tentu ini hanya aku pendam. Kalau aku protes bisa dibilang aku ketahuan bersimpati dengan anak nya.

Dimana pengasuh yang biasa dengan Jeremy! Seharus nya ia membantu anak itu memasang kaus kaki kan..

Mata ku terus awas melihat gerak gerik Jeremy disana.

Hmmm aku muncul dan membuat anak itu terperanjat kaget.

" Dimana pengasuh mu?" Tanya ku dingin.

" Mba Ayu! Sedang sakit" Jawab anak ini seadanya dan kembali sibuk mencoba memasang kaus kaki nya.

" Apa papa mu bodoh atau apa! Kenapa membiarkan 1 pengasuh. Harus nya dia beri pengasuh 2. Kalau dia sakit siapa mengurus mu" Kata ku malah kedengaran mengomel. Aku lantas membungkuk dan merebut kaus kaki ditangan nya.

" Kamu memasang nya seperti ini! Ini sangat mudah. Usahakan gambar depan nya jangan kebalik" Kata ku mempraktekkan dikaki nya.

" Saya bisa kok, tante saja asal rebut " Kata anak ini malah menyalahkan ku. Aku mendengus tidak percaya. Dia sama persis dengan Bapak nya yang tak mau mengaku salah.

" Apa kamu menyisir rambut nya dengan benar? Kenapa jelrk begini?" Aku kaget ia sekolah dengan tataan klimis seperti itu.

" Apa kamu kenal Rudy? Apa dia yang mengajarkan mu punya rambut seperti ini?"

Jeremy melihat ku bingung " Sudah lah. Aku akan sisir baik baik rambut mu! Jangan kuno an begini"

Lantas aku laru ke kamar dan mengambil sisir ku. Bahkah aku tak sadar kalau Devan sudah bangun

Jeremy punya rambut bergelombang. Sangat cocok dengan pipi nya yang tampaj chabi dan memerah.

" Nah begini.. Ini lebih pantas! Jangan di sisir kebelakang lagi. Tante punya firasat kamu nanti jelek kalau sudah tua" Kata ku puas melihat hasil tataan ku.

Jeremy tampak manggut manggut, ia memamerkan giginya yang ompong. Anak bule memang menggemaskan kalau kecil kecil begini

Tunggu!

Anak bule??

Aku berhenti tersenyum dan segera bangkit.

Aku lupa kalau itu anak bule nya di Devan dengan Jessy. Aaah apa yang aku lakukan bahkan ini di luar rencana ku.

" Aku rasa ini tambah jelek! Jangan ikutin gaya itu" Seru ku dingin segera pergi dari sana. Aku mendengus kebodohan ku bergantikan Bik Sanah yang datang dengan membawakan bekal yang aku buat.

" Den.. Maaf menunggu. Ayo kita barangkat" Kata Bik Sanah yang sudah siap dengan segala sesuatu nya.

Iya bik " Jawab Jeremy patuh.

Aku masih membelakangi nya. Ada kecamuk hebat dalam sini.

Tidak tidak aku tidak boleh goyah. Aku hanya mencampurkan sedikit udang. Aku rasa tidak akan membuat nya sakit parah. Lagian ini satu satunya cara ku akan mendapat kebencian dari Devan.

Dan yang aku tunggu tunggu tiba.

Pembantu lain menggedor pintu kamar ku.

Dia bilang kalau Jeremy dilarikan kerumah sakit karena gatal gatal hebat beserta muntah muntah dan pingsan.

Ini yang kau tunggu tapi...

Next chapter