webnovel

Bai Yan Dipermalukan

Editor: Wave Literature

"Kalau kamu khawatir nantinya akan muncul benih-benih cinta antara aku dan Xiaonian hingga aku akan merebutnya darimu, bukankah 10 juta Yuan itu terlalu sedikit untuk bos besar sepertimu?" ucap Yu Shengjie menyindir. Bukannya aku tidak boleh menolak rejeki? Pikirnya.

Namun, sebenarnya apakah mungkin jika Yu Shengjie lebih memilih uang dibandingkan dengan Ji Xiaonian? Jawabannya tentu saja tidak. Walaupun dia tahu jelas bahwa hati sepupunya itu telah dimiliki oleh pria lain, dan walaupun dia tahu bahwa Bai Yan adalah lelaki yang memiliki segala-galanya, namun perasaannya terhadap gadis itu tidak akan tergantikan oleh harta apa pun di dunia ini.

Namun, saat ini Yu Shengjie tahu jelas bahwa di hati Ji Xiaonian sama sekali tidak ada tempat untuk dirinya. Dia juga tahu bahwa kemungkinan besar tidak akan ada kesempatan untuk dirinya agar dapat memiliki gadis itu. Lalu, saat ini Bai Yan menawarkan sejumlah uang untuknya, dia berpikir, bukankah lebih baik dia menerimanya saja.

"Hmm, nafsu makanku menghilang tiba-tiba," ucap Bai Yan sambil menatap Yu Shengjie. "Katakan saja. Berapa maumu?" tambahnya lagi dengan suara yang terdengar begitu merendahkan.

Yu Shengjie merasa sedikit terkejut. Jadi ternyata dia benar-benar serius dengan perkataannya tadi? Gumamnya dalam hati. 

Sebelumnya, Yu Shengjie hanya sekedar tahu bahwa Bai Yan ada seorang CEO dari perusahaan ternama yaitu Shengtian Group. Dan sebenarnya di dalam hatinya, dia cukup mengagumi kehebatan pria itu hingga dapat sukses di usia muda.

Hal itu juga yang Yu Shengjie yakini telah membuat Ji Xiaonian jatuh cinta pada Bai Yan. Namun saat ini, kekaguman itu telah hilang begitu saja dari dirinya. Dia kini menatap seorang pria yang terlihat menyedihkan. Seorang lelaki yang menganggap semua yang diinginkan hatinya dapat dibeli begitu saja dengan uang yang dimilikinya.

Walaupun tahu jelas dirinya tidak akan dapat menang melawan Bai Yan, namun sifat keras kepala Yu Shengjie nampaknya membuatnya enggan untuk mengalah begitu saja. "Aku menginginkan seluruh kekayaanmu. Apa kamu akan memberikannya?" ucapnya dengan nada yang begitu menantang.

Bai Yan menatap tajam ke arah Yu Shengjie. Dia sekarang tampak seperti elang yang tengah mengincar mangsanya dan bersiap untuk menerkam dan melumatnya. Tubuhnya seolah mengeluarkan aura yang menyeramkan dan membuat merinding orang yang berada di sekitarnya.

Yu Shengjie mengetahui bahwa Bai Yan pasti sedang berpikir bagaimana menghabisi dirinya saat ini. Sayangnya, dia sama sekali tidak takut mati. Lalu, bibirnya terlihat menyunggingkan sebuah senyuman kemenangan. 

"Bagiku, Ji Xiaonian tidak akan dapat digantikan oleh harta apa pun juga di dunia ini. Lagi pula kamu tidak berani melepaskan segalanya untuk dapat bersama dirinya seperti sekarang ini. Jadi jangan coba-coba berlagak bagai raja dan berusaha mengatur kehidupan orang lain," tutur Yu Shengjie dengan sinis.

"Zaman sekarang ini semuanya berpegang pada hukum. Aku berkewarganegaraan Australia, walaupun memiliki banyak uang, memangnya apa yang dapat kamu lakukan jika aku tidak berniat untuk meninggalkan Nian Nian?" tambah Yu Shengjie dengan penuh percaya diri.

Mungkin tidak ada yang menyadari kalau wajah Bai Yan kini terlihat begitu suram dan menyeramkan, seolah-olah dia siap membunuh orang kapan saja. Aura dingin yang mencekam kini terpancar dari tubuhnya. Namun, dia sadar jika saat ini dirinya berada di posisi yang tidak menguntungkan baginya sehingga memilih untuk membungkam mulutnya.

"Tampaknya dengan kekayaanmu itu, kamu telah berhasil membuat banyak orang bertekuk lutut padamu ya," sindir Yu Shengjie sambil tersenyum.

"Kalau sudah begini, kita lebih baik bersaing secara sehat saja. Tidak perlu sampai menggunakan segala kekayaan dan kekuasaanmu itu untuk menekan dan membuatku mundur karena semuanya itu akan sia-sia saja," tambahnya lagi sambil memberi penekanan pada kata terakhir.

Yu Shengjie bangkit dari kursinya sambil menatap sisa makanan yang berada di meja makan. Rupanya, Bai Yan telah memakan sebagian dari makanan itu. 

Sambil tertawa, Yu Shengjie menatap Bai Yan dan berkata, "Yang terhormat Tuan Bai, makanan ini aku buatkan khusus untuk Nian Nian. Namun, melihat makanan itu sudah Anda makan seperti ini, aku merasa, aku perlu memberi potongan harga sebesar 10% sebagai tanda hubungan persaingan sehat kita. Jadi Anda hanya perlu membayarku 9 juta Yuan saja. Jangan lupa untuk menyelesaikan pembayaran sebelum pergi nanti. Aku yakin, bos besar seperti Anda, pasti sanggup membeli sarapan sederhana seperti ini."

"Silahkan menikmati makanan Anda, saya pergi untuk mencuci piring terlebih dahulu. Mari…" ucap Yu Shengjie sambil tertawa penuh kemenangan dan berlalu dari tempat itu menuju ke dapur.

Kini tinggallah Bai Yan seorang diri di ruang makan dengan wajah yang terlihat begitu kesal dan tidak mampu berkata-kata. Ini pertama kali bagi dirinya, orang lain mampu membuat dirinya mati kutu seperti ini.

Bai Yan berpikir, bagaimana mungkin sepiring sarapan biasa seperti ini seharga 9 juta Yuan. Namun jika dia tidak mau membayarnya, dia akan terlihat seperti seorang bos perusahaan besar yang pelit dan tidak mampu membayar sarapannya. Sebaliknya jika dia membayar 9 juta Yuan itu, tentu saja hatinya tidak akan rela untuk mengeluarkan uang sebanyak itu hanya untuk sepiring nasi seperti ini.

Bocah itu bagaimana mungkin secerdas ini sampai dapat menjebakku begini? Tapi bagaimanapun juga, bocah itu tidak akan mampu terus-terusan membuatku mati kutu seperti ini, gumam Bai Yan dalam hatinya dengan kesal.

Dengan hati yang panas, Bai Yan meletakkan sebuah kartu kredit miliknya dan meninggalkan meja makan lalu menuju ke lantai atas. Dia bisa saja memberikan uang pada bocah itu dan membiarkannya untuk tetap tinggal di rumah ini. Sehingga satu-satunya jalan adalah membawa Ji Xiaonian untuk keluar dari rumah ini.

Bai Yan telah berada di depan pintu kamar Ji Xiaonian lagi. Dan tanpa mengetuk, dia membuka pintu, lalu masuk ke dalam kamar begitu saja.

Ji Xiaonian telah selesai mandi dan berganti baju. Namun karena kesedihan yang ada di dalam hatinya, dia terlihat melamun di pinggir ranjang sambil memeluk kedua lututnya. Terpikir akan perkataan Bai Yan semalam, sungguh-sungguh membuat dirinya sadar bahwa sedari awal dia tidak sekalipun pernah dapat memahami pria itu.

Semakin Ji Xiaonian memikirkan hal itu, semakin sesak dadanya menahan rasa sedih. Dan semakin dia menahan rasa sedih yang ada di hatinya, semakin pula dia tidak dapat membendung air matanya untuk jatuh. 

Baru saja air matanya jatuh membasahi pipinya, tiba-tiba Ji Xiaonian mendengar suara pintu kamarnya dibuka. Dia segera menoleh dan mendapati Bai Yan berjalan masuk ke dalam kamarnya. Melihat hal itu, sebuah perasaan terkejut muncul pada dirinya. Dengan segera dia menghapus air mata yang jatuh di pipinya dan menghindari tatapan mata pria itu.

Walaupun Ji Xiaonian sudah bergerak secepat mungkin yang bisa dilakukannya, namun tetap saja tidak dapat luput dari pandangan mata elang dari Bai Yan. Dia berjalan mendekat, lalu berdiri di pinggir ranjang. 

"Ada apa?" tanya Bai Yan sambil menunduk menatap Ji Xiaonian. Dia dengan sangat jelas melihat air mata yang tadinya jatuh membasahi wajah gadis itu.

"Tidak ada apa-apa. Bukannya kamu mau pergi ke kantor? Kenapa kembali lagi?" tanya Ji Xiaonian. Dia berusaha keras membuat suaranya terdengar normal agar Bai Yan tidak curiga.

"Ayo, temani aku pergi ke kantor," ajak Bai Yan sambil mengulurkan tangan hendak menarik Ji Xiaonian untuk berdiri.

Ji Xiaonian melihat sebuah tangan yang terulur di depan wajahnya. Jika bukan karena rasa sakit di hatinya, pasti saat ini dia sudah dengan bersemangat menyambut tangan Bai Yan dan dengan senang hati ikut pergi ke kantor bersamanya. Namun karena teringat akan kejadian semalam, dia mengeraskan rahangnya dan berkata, "Aku tidak ingin pergi."

Mendengar keempat kata singkat ini, ekspresi wajah Bai Yan berubah seketika. Dia terlihat mengerutkan alisnya dengan bingung. Sebuah batu besar seolah menekan hatinya dan menimbulkan rasa sesak pada hatinya.

"Kenapa? Bukannya kamu selalu ingin bersamaku? Sekarang aku mengajakmu untuk pergi ke kantor bersamaku, kenapa kamu malah menolak?" tanya Bai Yan pada Ji Xiaonian. 

Di dalam hidupnya, Bai Yan tahu benar bahwa Ji Xiaonian cinta mati kepadanya. Tidak peduli kapanpun dan dimanapun, jika dia memintanya untuk melakukan sesuatu, pasti gadis itu akan melakukannya dengan segera. Namun baru saja Ji Xiaonian menolak ajakannya seperti itu, hatinya pun merasa tidak senang seketika.

"Aku hanya tidak ingin pergi. Tidak ada alasan kenapa," jawab Ji Xiaonian sambil mengangkat kepalanya dan menatap dengan penuh kebencian ke arah pria tinggi menjulang yang ada di hadapannya itu. 

Hati Ji Xiaonian saat ini bagaikan tertusuk oleh pisau, namun dia berusaha menahan rasa sakit itu dan berkata dengan marah, "Lagi pula, buat apa kamu mengajakku untuk pergi ke kantor bersamamu? Bukankah kamu punya Fang Miaoling? Kenapa tidak mengajaknya saja? Jika aku ikut pergi bersamamu, bukannya akan mengganggu pekerjaanmu saja? Bukannya aku selalu menyusahkan dan merepotkanmu saja?"

Jelas-jelas semalam Bai Yan mengatakan dengan mulutnya sendiri agar Ji Xiaonian tidak ikut-ikutan menjadi seperti wanita agresif di luar sana, yang bisanya hanya menggoda dan merayu pria saja. Belum lagi pria itu mengatakan bahwa dia sangat membenci perempuan yang di otaknya hanya memikirkan lelaki saja sepanjang hari. Ji Xiaonian pun berpikir bahwa mulai sekarang dia tidak lagi ingin merayunya dan berniat untuk menjaga jarak dengannya.

"Ji Xiaonian, sebenarnya ada apa denganmu? Aku memintamu untuk menemaniku ke kantor. Kenapa kamu malah membawa-bawa nama orang lain? Kamu sebenarnya mau pergi atau tidak?" ujar Bai Yan dengan kesal. Karena menerima penolakan dari Ji Xiaonian, egonya memuncak. Kini dia tidak lagi dapat menahan emosinya dan tidak sadar lagi-lagi sudah bersikap ketus pada gadis itu.

Begitu melihat Bai Yan bersikap ketus padanya, Ji Xiaonian seketika itu juga merasa terluka dan menangis begitu saja.

"Aku bilang tidak mau pergi, ya tidak mau! Kenapa juga aku harus menemanimu ke kantor? Aku tidak mau pergi!" seru Ji Xiaonian sambil menangis.

Next chapter