Qiandra keluar dari kamarnya. Ia tak akan kabur. Ia hanya harus pergi untuk menyalurkan kemarahannya. Hal yang bisa ia lakukan untuk membuat amarah yang berada di ujung tangannya tersalurkan adalah dengan mengikuti pertandingan tinju ilegal. Qiandra jarang berada dalam kemarahan yang tak tersalurkan tapi ia pernah datang ke arena tinju itu hanya sekedar untuk menguji seberapa tangguh dirinya.
Mobilnya sampai ke sebuah kelab, ia masuk ke kelab itu. Melangkah ke sebuah lorong dan menuruni tangga. Ia sampai ke ruangan rahasia. Tak sembarang orang bisa masuk ke arena tinju ini. Hanya orang-orang yang memiliki kartu anggota yang bisa masuk. Dan Qiandra, dia memiliki kartu gold untuk keanggotaan ini. Dia adalah anggota VIP. Tak perlu diragukan tentang kerahasiaan keanggotaan di tempat ini karena Qiandra sendiri sudah mengujinya. Tak ada satupun data tentangnya yang bocor meski orang-orang di dalam sana ditawarkan uang yang banyak.
Sampai di dalam, Qiandra disambut oleh pelayan. Ia segera melangkah ke tempatnya.
"Daftarkan namaku. Aku ingin bertanding." Qiandra memerintah pelayan.
"Baik, Nona." Pelayan tersebut segera mendaftarkan nama Qiandra. Ia kembali dengan makanan dan minuman untuk Qiandra.
"Anda mendapatkan nomor urut ke enam. Sekarang baru berjalan 3 orang."
"Baiklah." Qiandra menuangkan minuman ke gelas. Ia meneguk cairan keemasan itu. Satu gelas tandas, ia meletakan gelasnya di atas meja. Dari tempat duduknya ia memperhatikan pria dan wanita yang saat ini tengah bertanding. Di arena ini jenis kelamin disetarakan. Pria atau wanita semuanya memiliki kedudukan yang sama. Qiandra sangat berharap jika yang ia lawan adalah laki-laki. Akan sangat menyenangkan jika ia membuat seorang laki-laki koma di tangannya. Di arena tinju kematian adalah hal yang lumrah. Semua petarung yang mengajukan diri untuk bertarung sudah paham aturan bertarung. Bahwa nyawa mereka dipertaruhkan di arena itu.
"Nona, Tuan di ujung saja mengirimkan minuman ini untuk anda." Pelayan yang melayani Qiandra tadi datang dengan sebotol wine tahun tua yang harganya mahal.
Qiandra melihat ke arah pria yang mengirimkannya minuman, ia membuka minuman itu dan menuangkannya di gelas. Qiandra mengangkat gelas itu dan tersenyum pada pria berwajah tampan dengan rambut coklat terang.
Sang pria yang mengirimkan minuman untuk Qiandra membalas senyuman Qiandra. Ia mengangkat gelasnya mengikuti gerakan Qiandra lalu mereka meneguk minuman itu bersama-sama.
Giliran Qiandra tiba. Ia segera melangkah ke arena tinju. Dan benar saja, lawannya adalah seorang pria bertubuh kekar seperti pemeran utama Fast and Forius. Qiandra tersenyum keji, ketika wasit selesai memberikan aba-aba, Qiandra segera menyerang pria kekar di depannya.
Jika dilihat dengan akal yang sehat, Qiandra tak akan mungkin menang dari pria yang bobot badannya 2 kali lipat dari Qiandra. Otot-otot kekar pria itu juga menunjukan jika ia sering olahraga atau memenangkan banyak pertandingan. Dan ya, pria ini pastilah juara dari beberapa pertandingan. Para petarung yang bertarung di arena ini adalah orang-orang terlatih. Orang-orang yang telah memenangkan beberapa pertandingan.
Qiandra tak bisa mengelak dari hantaman kaki lawannya. Ia terpental ke belakang hingga tubuhnya menabrak kerangkeng besi yang menutupi arena itu. Qiandra segera bergerak menghindar dari serangan susulan lawannya. Ia berlari kecil, melayang beberapa centi dari lantai. Sekarang kakinya sudah sampai di bahu lawannya. Tangan kanannya mengapit leher pria itu dan menguncinya. Krak,, Qiandra mematahkan leher pria itu.
Masih belum selesai. Qiandra meraih tangan lawannya, memutar tangan itu hingga bunyi krak yang sama terdengar. Berikutnya Qiandra bergerak ke kaki lawannya dan melakukan hal yang sama. Hari ini ia tak memiliki hati sama sekali. Hari ini ia tak ingin mengampuni orang sama sekali.
Dan akhir dari pertandingan itu adalah lawannya mengalami patah kaki, tangan dan leher, serta beberapa tulang yang patah. Tak usah merasa bersalah, Qiandra tahu orang ini pasti akan dibunuh oleh pemiliknya. Mesin yang sudah rusak tidak bisa dipakai lagi. Mereka akan di kirim ke mesin daur ulang. Bagian tubuh mereka akan diambil, lalu daging mereka akan dijadikan bubur untuk makanan hewan buas. Begitulah arti daur ulang di dunia ilegal.
Qiandra keluar dari arena. Ia mendapatkan 1 juta dollar dari pertandingannya barusan. Ah, taruhan dari pertandingan ini juga tidak main-main. Uang yang akan di dapat sangat banyak. Jika seseorang membutuhkan uang dan memiliki kemampuan maka datanglah ke tempat ini. Disini orang akan mendapatkan uang dengan cara terhormat, tidak seperti menjual diri ke tempat pelacuran.
"Kau mengesankan, Nona Q." Pria yang tadi mengirimkan wine pada Qiandra mendatangi Qiandra yang baru selesai mengganti pakaiannya.
Qiandra tersenyum, "Kau ingin berada di arena itu?"
Pria tadi tertawa kecil, "Aku takut akan melukaimu, Nona Q."
"Kau tidak perlu takut. Aku akan melindungi diriku semampuku."
"Ah, aku tidak yakin. Aku bukan aku jika sudah berada di dalam arena itu."
"Benarkah?" Qiandra memicingkan matanya, "Tunjukan padaku apa bedanya kau disini dan kau disana."
"Dengan senang hati, Nona Q." Pria itu mengulurkan tangannya, "Zack Fernandez."
"Qiandra Xerraphine." Qiandra menerima uluran tangan dari Zack.
"Lihat aku baik-baik dan jangan terkesan."
Qiandra tersenyum mengejek, "Nampaknya kau yang sudah mengalami itu, Zack."
Zack tertawa karena kalimat Qiandra, "Tak sepenuhnya salah. Kau membuatku tak berkedip beberapa saat."
Pembawa acara di tempat itu menyebutkan inisial nama Zack dan lawan Zack.
"Mau taruhan denganku, Qian?"
"Tewaskan dalam waktu kurang dari 4 menit. Aku akan memberikanmu ciuman."
Zack tersenyum menyeringai, "Aku akan mengalahkannya dengan cepat, Qian. Siapkan bibirmu dengan baik untukku."
"Aku akan menyiapkannya. Sebaiknya kau berdoa agar kau tak tewas di sana."
Zack tertawa lagi, "Bibirmu itu, aku akan menghukumnya." Zack segera melangkah meninggalkan tempat mengganti pakaian.
Qiandra kembali ke tempatnya. Ia duduk memperhatikan pertandingan yang baru saja di mulai.
Kurang dari 2 menit, Zack sudah membuat lawannya tak berdaya. Benar saja, Zack memang berbeda di tengah ring. Dia seperti seorang pembunuh bertangan kosong. Zack memahami letak-letak kelemahan tubuh lawannya.
Zack kembali ke Qiandra. Ia bahkan tak mengganti pakaiannya terlebih dahulu.
"Hadiah kemenanganku, Qiandra."
Qiandra tak akan mengingkari ucapannya. Ia berdiri, mengalungkan tangannya pada leher Zack dan melumat bibir Zack. Ciuman Zack sangat lembut. Menenangkan dan menghanyutkan. Berbeda dengan ciuman Ezell yang kasar dan menyakitkan.
Beberapa saat kemudian ciuman itu terlepas, Zack mengelus bibir Qiandra, "Kau tahu kenapa aku berniat sekali memenangkan pertandingan tadi, Qian?"
Qiandra diam.
"Itu karena hadiahnya adalah bibirmu. Manis sekali. Rasanya aku siap bertanding ratusan kali untuk menyesap bibir indahmu."
"Maka lakukan hingga kau puas." Qiandra hanya ingin melupakan semua yang terjadi padanya. Ia sudah terlanjur gila maka biarkan saja ia terjun dalam kegilaan lainnya.
Zack mendapatkan tawaran yang menggiurkan. Ia tak akan menolak melakuannya. "Aku tidak bisa berhenti jika melakukannya lagi."
"Tempat ini menyewakan kamar, Zack."
Ini dia maksud Zack.
"Kita ke kamar saja kalau begitu." Ajak Zack.
"Ya. Tentu saja." Qiandra melangkah bersama dengan Zack. Harusnya ia lakukan ini sejak awal jadi Ezell tak akan mendapatkan keperawanannya. Harusnya ia lakukan ini sejak awal, menikmati hidupnya sebelum diperlakukan seperti binatang oleh Ezell.
Sudahlah, lupakan tentang Ezell. Qiandra akan membuat jejak-jejak dari Ezell berganti dengan jejak milik Zack.
♥♥
Qiandra memakai pakaiannya lagi. 2 ronde panjang telah ia lewati bersama dengan Zack.
"Berikan aku nomor ponselmu." Zack meminta nomor ponsel Qiandra. Tangannya menaikan resleting dress Qiandra.
"Aku tidak memberikan nomor ponselku untuk orang asing."
Jawaban Qiandra membuat Zack sedikit terluka, "Baiklah, aku pinjam ponselmu. Aku akan memasukan nomor ponselku, jika kau membutuhkan teman kau bisa menghubungiku."
Qiandra menyerahkan ponselnya, ia tak butuh teman tapi siapa tahu nanti dia membutuhkan tempat berlari. Zack adalah pria yang cocok untuk tempatnya berlari. Lembut, menyentuhnya dengan hati-hati dan tak memaksanya. Yang paling penting Zack memperlakukannya tak seperti binatang.
"Jadi, kita akan seperti orang asing setelah keluar dari tempat ini?" Zack sudah mengembalikan ponsel Qiandra.
"Kita memang asing, Zack. Satu kali berada di kamar yang sama tak lantas membuat kita jadi dekat."
"Kau benar. Baiklah, hati-hati di jalan."
"Hm."
Qiandra meraih tas dan ponselnya. Mengecup singkat pipi Zack lalu setelahnya keluar dari kamarnya.
"Qiandra Xerraphine, kau tak asing bagiku. Tidak sama sekali."
tbc