webnovel

Bab 15

Aneke tak berhenti mengomel sembari berjalan menelusuri lorong kelas IPS. Sejak keluar dari rumahnya sampai sekarang dia terus mengomeli pria yang berjalan di sisi kanannya.

"Bi, serius deh. Gue malu punya tetangga kayak lo. Sok tebar pesona banget sih lo. Enek gue ngelihatnya," cibir Aneke gerah melihat tingkah tetangganya itu.

"Eh, Ket. Reaksi macam apa itu? Lo nggak suka jalan bareng sama cowok secakep gue? Aneh lo! Lagian gue nganterin lo karena permintaan nyokap lo. Dengar sendirikan saat sarapan di rumah lo tadi pagi. Kemarin lo sakit, jadi sekarang gue disuruh jagain lo," protes Binar tanpa memudarkan senyuman cerahnya.

"Heleh, pret!" Aneke mencibir. Terlihat ogah-ogahan berjalan berdampingan dengan Binar.

"Santai aja lagi, Ket. Gue ngelakuin ini karena pengen jagain lo, biar selamat sampai kelas. Kalau ada yang ngapa-ngapain lo 'kan bisa berabe, atau lo pingsan di tengah jalan. Gue bisa dibunuh bonyok lo. Jadi plis nggak usah usah lebay kayak gitu."

"Lo yang lebay begok! Sok mau jagain gue, jemput gue, biasanya gue juga pergi ke kelas sendiri seklaipun kita bareng."

"Hari ini spesial pakai telur," canda Binar terkekeh pelan.

"Sejak kapan lo ngelamar jadi bodyguardnya Aneke, Nar?" seru Gathan dari arah depan mereka berdua.

"Lo kok dari sana?"

"Habis nganterin Rana ke kelasnya."

"Tuh 'kan, Ket, Rana juga di anterin sampai kelasnya," oceh Binar menyenggol lengan Rana.

"Bodo amat!" Aneke berujar ketus dan langsung masuk ke dalam kelas.

Binar hanya tersenyum geli melihat tingkah Anekeyang menurutnya lucu. Pria itu lalu menoleh ke arah Gathan yang berdiri di depan kelas. "Kemajuan dong ya, nganterin Rana ke sekolah."

"Sekaligus sarapan di rumah Rana." Gathan tersenyum banga.

"Wah, keren! Cepet juga progres lo!"

"Iya dong, harus. Biar nggak ketikung temen."

"Sialan, lo nyindir gue karena Keket mau kencan sama Regan," omel Binar.

Gathan tertawa kencang. "Lo sih nggak nembak-nembak dia."

Binar semain manyun. "Jadi kapan lo nemak Rana?"

"Ehm, entahlah. Kita jalanin aja dulu. Seperti yang lo bilang semalam, dia kayaknya masih ingin sendiri dulu."

"Baiklah. Gue akan selalu dukung lo."

"Ya udah yuk masuk. Pujaan hati lo minta diluluhkan tuh," oceh Gathan menunjuk Aneke dengan dagunya.

"Emang manja dia," canda Binar tertawa lebar.

******

Sepulang sekolah Aneke mengajak Binar ke Mall untuk menemaninya memilih baju. Gadis itu berencana untuk kencan dengan Loka nanti malam.

"Bi, menurut lo bagusan yang mana? Putih atau biru?" tanya Aneke memperlihatkan 2 buah dress ke arah Binar.

"Ehm… gue suka yang warna biru," jawab Binar kemudian. "Karena yang biru jauh lebih tertutup," imbuhnya dalam hati.

"Tapi yang putih lucu," gumam Aneke masih bingung.

"Yang biru lebih sopan, Ket. Putih terlalu terbuka," saran Binar.

"Biar lebih menggoda," canda Aneke.

"Aneke," tegur Binar.

"Hehehehe, bercanda, Bi." Aneke tersenyum lebar. "Ya udah, yang biru aja, Mbak," ujarnya kemudian pada penjaga toko.

"Kalian serasi banget. Udah pacaran lama ya, Mbak, Mas. Kelihatan saling mencintai. Tatapan Masnya tulus banget, perduli banget sama, Mbak. Beruntung deh, Mabknya bisa ngedapetin pacar sebaik Masnya," ucap kasir toko tersebut tersenyum kearah sepasang anak muda yang menahan tawa.

"Betul itu, Mbak. Pacar saya ini memang kurang bersyukur," ucap Binar membuat Aneke ingin tertawa kencang.

"Makasih, Mbak," jawab Aneke begitu selesai acara pembayarannya. Setelah keluar dari toko tersebut, tawa mereka pun pecah karena tidak kuat menahannya.

"Lo beruntung, Ket, punya pacar kayak gue," ledek Binar merangkul pundak Aneke.

"Eh, Cumi! Lo yang beruntung punya pacar kayak gue!" protes Aneke tak mau kalah.

"Hahahahaha." Tawa mereka kembali pecah.

"Memangnya kita kayak orang pacaran ya, Bi. Beerapa ratus orang yang bilang kakau kita itu pasangan serasi. Musti dapet piring cantik untuk orang yang ke seribu nanti," ujar Binar masih dengan sisa tawanya.

"Bener tuh. Perasaan biasa aja," jawab Aneke tersenyum lebar.

"Yups, seharusnya mereka mikir. Mana mau gue pacaran sama gadis aneh kayak lo," ucap Binar seketika membuat Aneke berhenti melangkah.

"Eh, maksudnya apa tuh? Adanya juga gue yang harus berpikir ulang untuk jadiin lo pacar gue. Cowok begok kayak lo mau jadi pacar gue? Eh, tipe cowok idaman gue itu yang pinter," ucap Aneke tak terima.

"Ya udah, lo pacaran aja sono sama dukun! Lagian mau pacaran sama cowok pinter, cowok bodoh aja nggak mau sama lo apalagi cowok pinter. Mimpi aja lo!" ledek Binar lagi

"Sialan! Lo kok lo jadi ngajak ribut sih," omel Aneke menatap tajam Binar.

"Lo yang ngatain gue begok," balas Binar.

"Lo juga ngatain gue gadis aneh!"

"Cupu!"

"sok cakep!"

"Bar-bar!"

"Playboy cap bangau!"

"Jones!"

"Gue single bukannya jomblo!" teriak Binar kesal.

"Alah, bilang aja nggak laku. Jadi perjaka tua, tau rasa lo," ledek Aneke.

"Kalau gue nggak laku, 'kan masih ada lo," celoteh Binar tersenyum lebar sembari merangkul pundak Aneke.

"Sipa bilang gue mau sama lo?" cibir Aneke sengaja membuat Binar kesal.

"Pokoknya lo harus jadi istri gue, kalau sampai nggak ada gadis yang mau sama gue," ucap Binar memaksa.

"Yee, maksa! Rusak hidup gue, kalau harus jadi istrinya cowok rese' kayak lo!"

"Tapi 'kan gue ngangenin, 'kan?" tanya Binar tersenyum menggoda.

"Pret, kangen pengen nabok, maksud lo," cibir Aneke ketus.

Partner in crime, sebuah hubungan yang mereka jalani. Hanya sebatas sahabat tapi terkadang melebihi kekasih. Binar adalah moodboster Aneke, selalu jadi tempat bercerita saat dia senang, sandaran saat dia bersedih. Binar selalu mengusahakan bahwa apapun keadaannya, dia harus bisa berada di samping Aneke saat gadis itu membutuhkannya. Binar selalu menyediakan bahu untuk tempat bersandar, jari untuk menghapus airmatanya, dan tangan yang senantiasa menggenggamnya kemanapun mereka pergi. Bagi Binar, Aneke memiliki tempat tersendiri di hatinya. Bukan sebatas sahabat namun juga bukan sebagai kekasih. Meskipun banyak orang yang bilang hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan itu tidak lepas dari yang namanya love and lust.

Next chapter