webnovel

Tentang Clarisha

Baik Zio atau pun Tito, ini benar-benar belum memiliki Jalan tentang, kesulitannya bagaimana mencari uang secepat itu, dengan jumlah yang begitu banyak. Itu semua bahkan diluar nalarnya, tabungan mereka bahkan tidak bisa untuk menutupi uang sebanyak itu, Zio sendiri sudah tidak memiliki tabungan, apakah kedua pemuda itu harus meminjam kepada kedua orangtua mereka untuk membayar uang tersebut.

Tetapi jika orangtua mereka bertanya untuk apa uang itu, uang 100 juta bukanlah hal yang sedikit, itu jumlahnya bahkan sangat banyak, pasti itu akan membuat keduanya kesulitan untuk menjawab.

Jika Zio meminjam kembali uang kepada abang Vano apakah akan dipinjamkan, atau mungkin Vano tidak percaya dengan kata-kata pinjam yang Zio ucapkan, pria itu sungguh kebingungan. Tetapi dia harus mencoba dari pada tidak sama sekali, akhirnya dia memutuskan untuk menelepon abang Vano secepatnya.

Zio langsung melakukan panggilan telepon kepada sang kakak, yang kini bahkan abang Vano sedang mengemudikan kendaraannya.

Di dalam sebuah panggilan telepon.

"Halo Zio ada apa?" tanya abang Vano kepada sang adik.

"Ini Abang lagi dimana? Kok suaranya seperti sedang di dalam mobil?" tanya Zio sambil mengerutkan keningnya.

"Betul sekali, iya Abang lagi mengemudi. Abang lagi mengantar Kakak iparmu untuk pulang, ada apa lagi, apakah uangnya sudah kamu bayarkan, setelah ini Abang akan mengecek ke Rumah Sakit," kata bang Vano kepada sang adik, Vano memang tidak percaya sepenuhnya kepada Zio, karena pada kenyataannya memang adiknya selalu saja berulah.

"Oh Abang lagi mengemudi ya. Ya sudah Abang lanjutkan saja mengemudinya, jika Abang sudah sampai dan tidak mengemudi lagi, maka Abang harus balik telepon aku ya. Ada hal penting yang harus kita bahas. Aku benar-benar membutuhkan bantuan, Abang," ungkap Zio kepada sang kakak dan abang Vano pun tersenyum miring.

"Ya ampun, kalau kamu meminta seperti itu Abang merinding sekali, ini adalah sebuah kode kamu atau minta hal yang aneh-aneh bukan," ungkap abang Vano dengan senyumannya.

"Bukan meminta, tapi aku mau minta tolong Abang, beda meminta dan meminta tolong. Ya sudah Abang tutup saja dulu teleponnya, takut terjadi sesuatu hal di jalan, fokuslah mengemudi yah, jangan lupa nanti telepon Zio ya, Bang," kata kepada sang kakak.

"Baiklah-Baik, ya sudah Abang tutup dulu ya teleponnya," ucap abang Vano kepada sang adik, lalu panggilan telepon itu pun terputus. Abang Vano kembali mengemudikan kendaraannya dengan serius.

"Ada apa dengan Zio?" tanya Clarysha dengan kening yang mengerut.

"Adik iparmu itu benar-benar seperti sedang ada masalah, sepertinya tadi pagi dia sudah meminta uang 25 juta dan sekarang entahlah apalagi yang diinginkan," kata Vano sambil menatap kearah Clarysha lalu menatap kearah jalanan kembali.

Sampai akhirnya mereka sudah sampai di rumah.

"Kamu turun dulu?" tanya Clarysha dengan gugup.

"Tentu saja aku akan turun." Abang Vano bergegas keluar dari mobilnya, dan membukakan pintu untuk Clarysha, mereka lalu masuk ke dalam rumah milik mami Lintang, ibunda Cherry dan Clara.

"Ayo masuk silakan duduk." Clarysha mempersilahkan Geovano untuk duduk, Vano pun bergegas duduk dan saat Clarisha mau pergi Vano malah menarik tangan Clarysha sehingga tubuh Clarysha terjatuh ke arah pangkuan Vano.

"Emhh, Vano," kata Clarysha dengan suara yang bergetar, karena kini tubuhnya sudah berada di atas pangkuan Geovano.

"Di sinilah sebentar. Aku ingin memelukmu. Jangan pergi kemana-mana, Cherry," kata abang Vano sambil mendekap erat tubuh Clarysha, di rumah itu memang terlihat sepi, sepertinya kedua orangtua Clarysha memang sedang tidak ada.

"Tapi aku sesak kalau seperti ini." Clarisha mencoba untuk membebaskan tubuhnya dari dekapan Vano.

"Sebentar saja. Aku hanya merindukanmu Cerry, sedari tadi aku bahkan tidak bisa menyentuhmu, kamu tahu betapa aku merindukanmu. siang dan malam kita akan bersama ketika kelak setelah kita menikah, aku tidak akan membiarkan kamu bekerja lagi, diamlah di rumah menjaga anak-anak dan menunggu aku pulang kerja," kata abang Vano kepada Clarysha ya sebenarnya, Vano pun sudah mengetahui bahwa wanita yang dia dekapnya itu adalah Clarysha bukan Cherysha tunangannya.

Tetapi apa dayanya, karena sekarang Clarysha sedang menyamar menjadi Cherysha, karena itulah Vano sengaja memeluk Clarysha. Bukan sebuah kenakalan yang Vano rasakan, yang Vano lakukan saat ini tetapi karena kerinduan yang begitu dalam terhadap sosok tunangannya.

Kalau dipikir sudah 3 bulan lebih Cherysha tidak pulang ke Indonesia, dan setiap mereka berjumpa makan malam atau pun berjalan-jalan, yang selalu datang itu ada Clarysha, bukanlah Cherrysha. Karena Clara selalu menggantikan Cherry dan berpura-pura menjadi Cherry.

Karena itulah dekapan tubuh yang dilakukannya saat ini dengan tujuan agar menghilangkan rasa rindu yang selama ini dia pendam.

"Kak Vano sudah tahu siapa aku, kenapa harus berbuat hal seperti ini," tanya Clarysha kepada sang calon kakak ipar.

"Kamu bukan Cerry, dan kamu Clara. Kenapa kalian begitu mirip, pada kalian tidak kembar. Kenapa hari ini kamu harus menggantikannya? Hari ini aku ingin bercinta dengannya. Apakah kamu akan menggantikannya juga?" bisik Geovano kepada Clarysha dengan begitu lembut.

"Lepasin aku tidak mau." Clarysha berontak. Dia sangat takut mendengar ucapan dari Geovano.

"Terus apa tujuanmu menjadi dia?" Kali ini Vano membentak, dia benar-benar diterima Clarysha selalu setia menggantikan Cherry.

"Karena kak Cherry sibuk dan tidak mau mengecewakan, tante Kisya," kata Clarysha.

"Clara, lantas bagaimana perasaanmu kepadaku, kita bahkan sudah sering bersama dan berciuman, walau saat itu kamu berperan sebagai dia, tidak ada rasa kah kamu terhadapku?" tanya abang Vano kepada Clarysha.

"Kenapa mempertanyakan tentang perasaanku, karena perasaan ini tidak penting, lepas. Sebaiknya kakak pulang karena aku mau tidur," kata Clarysha sambil berontak dan berusaha melepaskan diri dari pelukan Geovano.

"Aku tidak akan melepaskanmu," kata Vano sambil terus memeluk erat tubuh Clarysha.

"Lepas kak aku mohon," pinta Clarisha.

"Jujur dulu tentang perasaanmu sama aku, baru aku akan melepaskan dirimu." Vano terus memeluk Clarysha dengan erat, tetapi Clara malah mengigit tangan Vano.

"Ahh." Vano kesakitan dan segera melepaskan pelukannya.

"Maaf Kak, aku mau tidur. Pulanglah, dan jangan tanyakan hal yang tidak penting lagi," kata Clarysha dengan suara yang rendah. Wanita itu pun dengan segera pergi meninggalkan Geovano sendirian.

Geovano mendesahh ketika kini melihat Clara menjauh darinya.

"Cher pulanglah, aku mohon. Aku merindukan kamu," kata Geovano di dalam hatinya. Lalu pria itu pun pergi melangkah meninggalkan ruangan tersebut.

Vano melangkah dengan hati yang hampa. Kerinduannya terhadap sang kekasih memang sudah menumpuk di dalam dadanya. Dari jendela kamar atas ternyata Clarysha mengintip dari balik tirai.

"Maafkan aku kak kakak ipar, aku selalu membuat kamu bingung," lirih Clara dalam hatinya.

Next chapter