webnovel

Keputusan Raja Artha Pura Kencana

Amara Tungga Dewa yang mendengar ejekan Waradana menjadi geram. Seketika ia keluar dari ruangan rapat.

"Tuan, kita tidak bisa meninggalkan Raja begitu saja. Kita tidak boleh berseberang dengannya" kata pengikut setia Amara Tungga.

"Aku sudah tidak lagi peduli dengannya. Terserah ia mau apa! Akan bagus jika ia mati dalam perang. Kerajaan ini butuh orang yang lebih baik untuk memimpinya!"

Di dalam ruanggan tak satu pun dari para petinggi istana yang masih berani melawan Raja. Mereka terpaksa menyetujui keinginannya.

"Bagus, kita akan umumkan pengangkatan Permaisuri besuk!" kata Raja Tawang. Mereka segera bubar. Beberapa orang mulai menyiapkan semua hal yang dibutuhkan untuk upacara pengangkatan.

Yang Mulia Raja Kembali ke istana kediamanya. Ia menemukan Siane dengan penampilan yang luar biasa. Siapapun akan setuju, wanita itu memanglah seorang yang sangat istimewa. Penampilannya membuat raja itu terpana dan tidak mampu berkata apa-apa.

"Apa Baginda akan tetap diam dan tidak menyuruh hamba bangun?" tanya Siane yang telah lama membungkukkan badannya.

"Oh, bagunlah" kata Raja yang tersadar. "Kalian semua boleh pergi"

"Kau terlihat cantik. Apa kau suka pakaian kami? Jika kau tak suka, aku kan meminta orang membelikan pakaan yang sesuai dengan yang bisa kau pakai."

"Yang Mulia, bukankah Yang Mulia menyukai saya dengan pakaian ini? Lantas, mengapa saya harus berganti?" kata Siane.

Keheningan terjadi. Raja Tawang benar-benar terpesona dan tak mampu biacara lagi. Dia merasa bisa gila jika tidak mendapatkan hati wanita di depannya.

"Mulai sekarang, apapun yang kau inginkan. Aku akan memenuhinya. Jangan pergi dariku"

"Seorang tawanan mana bisa pergi?"

Malam itu juga, Raja Tawang menjelasakan bahwa upacara pengangkatan akan dilakasanakan besuk. Ia tidak ingin wanita itu lari atau merasa ragu sedikitpun. Ia memintanya untuk melupakan Rendra. Dan seumur hidup tinggal bersamanya.

"Apa aku punya pilihan Yang Mulia? Jika aku menolak, bukankah anda sendiri yang mengatakan. Akan membunuh Ming dan Aninda. Apa yang bisa kau lakukan. Aku begitu lemah"

Mendengar jawaban wanitanya ia merasa sedih. Ia tidak ingin wanita itu begitu kecewa karenya. Ia harus melakukan sesuatu.

"Dengar, kau bisa lakukan apapun sesukamu. Aku akan selalu mendukungmu. Hanya ada satu syarat yang harus kau ingat. Kau tidak boleh pergi meninggalkanku"

"Bahkan jika aku ingin membunuhmu? Apa kau bersedia mati demi kebahagianku?"

Raja itu memeluk Siane dan berkata.

"Jika kau membunuhku, maka semua oang akan mengejarmu dan membunuhmu. Apa kau masih ingin membunuhku sayang?"

"Benar, aku masih sangat bergairah untuk membunuhmu"

Raja Tawang benar-benar dimabuk cinta. Bahkan jawaban yang seperti itu, ia anggap sebagai ucapan cinta dari wanita di depannya.

"Kau benar-benar membuatku jatuh cinta"

Di istana Artha Pura Kencana, Raja Artha Pura Kencana membunuh pembawa pesan yang dikirim Raja Tawang dengan keris yang terselip di pakaiannnya. Ia begitu kesal mendengar undangan upacara penobatan permaisuri yang akan diadakan oleh Raja Tawang.

Permaisuri Kartika sebenarnya mencoba untuk menghentikan Raja, namun ia terlambat. Orang itu telah tewas mengenaskan di lantai.

Semua orang yang ada di sana ketakutan melihat kebengisan Raja Artha Pura Kencana.

"Apa yang harus kita lakukan baginda?"tanya Arya yang merupakan orang kepercayaan Raja.

Rendra melempar keris dan sarungnya ke lantai. Tidak ada yang berani bergerak. Semua orang mematung. Permaisuri Kartika hanya bisa menutup mulut menahan air mata dengan kedua tangannya. Ia merasa ini sangat kejam. Dulu saat menjadi selir, ia tidak tahu bahwa Rendra adalah seorang yang kejam seperti ini.

"Siapkan pasukan. Kita akan merebut Tahta Kerajaan Tawang. Bawa Narawati sebagai tawanan. Kita lihat apa Waradana yang angkuh itu. Bisa melihat Putri semata wayangnya menderita di tangan kita"

Arya yang mendengar itu tidak bisa membantah. Meski hanya sepatah kata pun. Ia segera pergi dan melakukan sesuai perintah baginda raja.

"Lepaskan aku! Apa yang kalian lakukan! Aku adalah Putri Mahkota Raja Tawang!" teriak Narawati saat beberapa prajurit menyeretnya masuk ke kereta kencana. Teriakan itu berhenti saat, ia sudah dilempar masuk dan tersungkur di kereta kencana. Tangan dan kaki wanita itu terikat oleh rantai. Ia mencoba meberontak sekuat tenaga, tentu saja itu sia-sia.

Pasukan Raja Artha Pura Kencana segera berangkat secepat mungkin. Raja meminta mereka mempercepat langkah agar sampai tepat sebelum penobatan. Ia tidak rela, wanita yang dicintainya jatuh ketangan Raja Tawang.

Di istana kerajaan, Permaisuri Kartika meminta agar gerbang istana di perketat. Ia sangat takut, jika ada penyerangan sampai dengan di istana mereka.

"Yang Mulia Permaisuri, jagan terlalu khawatir raja akan memenangkan peperangan ini" kata Dimas kepala abdi dalem.

"Jangan Khawatir? Apa yang kau bisa menjamin semua ini? Apa kau lupa siapa Raja Tawang? Ia begitu berkuasa!"

"Tenanglah Yang Mulia Permaisuri, hamba yakin Baginda tidak pergi tanpa pemikiran yang matang" sakata Marinem.

~Itu dulu,kini wanita itu sudah membutakan pikirannya. Andai saja ia tidak datang ke sini pasti ini semua tidak akan terjadi~

Pasukan Raja berjalan secepat mungkin menuju kerajaan Tawang.

"Baginda, kita tidak mungkin bisa mencapai istana Tawang tepat saat penobatan" lapor Arya.

Rendra tak peduli, ia meminta semua pasukananya berjalan dan berlari lebih cepat.

"Jika seperti itu, pasukan akan kehabisan tenaga dan hamba takut, kita tidak akan mampu mengalahkan mereka semua"

Seperti orang yang tuli Rendra memacu kudanya secepat mungkin. Arya yang melihat itu segera menyusul. Ia melihat seorang malaikat pencabut nyawa pada mata Raja Redra.

"Yang Mulia, bagaimana jika kita membawa pasukan yang ada di perbatasan untuk menyerang. Biarkan pasukan ini berjalan semampunya. Mereka akan menjadi pasukan pendukung. Kita bisa menyerang dengan pasukan yang ada diperbatasan. Dengan kuda ini, kita bisa mencapai istana Tawang dengan cepat. Hamba yakin, pasukan di perbatasan tidak kalah hebat dari pasukan utama"

Raja Tawang menyetujui usul Arya. Maka ia dan Arya segera bergegas meninggalkan pasukan utama. Mereka berlari secepat kilat dengan kuda mereka. Tak lupa, Arya memberi pesan melalui merpati mengenai rencana penyerangannya pada pasuskan pertahanan. Sementara pasukan utama, akan dipimpin oleh Wira Atmdja.

"Ini tidak bagus" kata wakil komandan pasukan pertahanan di perbatasan pada pemimpn mereka.

"Apa yang tidak bagus?"

Wakil komandan tersebut segera mendekati pemimpinannya dan menyerahkan gulungan surat yang dibawa oleh burung pembawa pesan. Saat membaca isi surat itu, ia langsung tahu situasi yang dianggap buruk oleh wakilnya.

"Apa kita ada pilihan? Siapkan pasukan. Kita akan mendukung Raja apapun keputusan beliau"

Next chapter