webnovel

Sekenario

"Nenek terima kasih banyak." Kata Ming setelah mengantarkan nenek itu tepat sampai di depan rumahnya.

Nenek itu tersenyum sangat bahagia. Mereka bisa makan malam ini, batin nenek itu. Tak lupa, Ming juga memberikan beberapa uang untuknya.

"Boleh aku tahu siapa namamu? Aku ingin membalas kebaikanmu setelah ini. Meski kami miskin, aku yakin pasti suatu hari, kami akan bisa membalasmu."

Ming tertawa. "Nenek, sudahlah. Tidak perlu. Aku juga hanya kebetulan saja lewat kemari. Selamat makan. Semoga anak nenek segera sembuh ya."

Ming segera menghilang. Ia pergi ke tempat yang sudah ditentukan. Tentu saja, ia tidak ingin kembali ke penginapan. Karena sebenarnya, apa yang telah ia alami adalah salah satu rencana pelarian mereka. Ia sudah berhasil, kini ia hanya tingal menemukan Putri dan satu orang lain, yang sebenarnya ia sendiri bingung siapa dia.

"Apa mereka yakin, aku adalah Tien?" tanya sang putri.

Ming mengangguk. "Tak diragukan lagi. Anting merah, gelang giok kuning. Kau memang ahli menyamar Tuan Putri."

Setelah Ming datang, mereka segera pergi melanjutkan perjalanan. Aksi kedua dimulai.

Siane, mengambil baju yang Ming dapatkan dari si nenek pengemis tadi. Ia membuat dirinya terlihat dekil. Ming, duduk di dalam kereta kuda saat ini, kusir yang hanya mengikuti rencana mereka pun diam. Tak banyak bicara, sementara Rendra. Ia menyamar sebagai seorang pelayan kali ini.

Tepat beberapa meter banyak sekali petugas berjaga mereka memeriksa satu persatu orang dengan teliti.

"Tuan, kumohon. Beri aku sedikit uang. Kami belum makan sejak kemarin." Kata pengemis yang sebenarnya adalah Siane yang menyamar. Prioritasnya adalah membuat para penjaga tidak menyadari siapa Siane.

"Tuan, kumohon. Kau punya kereta yang bagus. Pasti banyak uang, sedikit saja. Aku lapar sekali." Kata Siane memelas , sambil mengikuti kereta kuda. Tepat beberapa meter sebelum melintasi penjaga, Ming membuka kereta.

"Eh, kau ini.dari tadi terus saja meminta! Apa kau tidak malu! Benar-benar! Apa seseorang tak bisa mengusirnya!" teriak Ming.

Ini membuat petugas menoleh. Mereka melihat ke arah Ming dan pengemis itu, namun belum bereaksi.

"Apa kau tidak tahu! Aku ini sibuk. Kenapa harus menghabiskan uang demi orang-orang seperti kalian. Kalian itu malas! Makanya tidak bisa makan! Pergi sana!" teriak Ming lagi.

Penjaga berbisik satu sama lainnya.

"Hei, pelayan seret pengemis itu menjauh dari kereta. Apa kau tulis? Ia sangat menganggu!" kata Ming dengan sangat tidak berperasaan.

Rendra yang menyamar menjadi pelayan, segera menakut-nakuti Siane yang menyamar menjadi pengemis. Ia pun berlari ke arah penjaga. Dan penjaga itu masuk perangkap.

"Hei! Apa kalian benar-benar orang kaya?" kata salah satu penjaga yang melihat Siane ketakutan.

"Turun!" kata penjaga lainnya.

Ming mengangkat tirai dan melihat dari jendela. "Kalian prajurit bukan? Harusnya kau tangkap pengemis itu! Ia terusng menganggu. Apa gunanya aku membayar pajak kepada kaisar. Aku terus diganggu oleh pengemis sepanjang perjalanan!" gerutu Ming.

"Tuan, tolong turun. Mari kita selesaikan ini baik-baik" kata salah seorang prajurit itu.

Ming menolak dengan berbagai alasan.

"Pegemis seperti itu, mengapa tidak dibuang saja? Bikin repot semua orang!" kata Ming angkuh.

"Tuan, kami harus memeriksa kereta anda. Silakan turun!"

"Kau? Apa maksudmu memeriksa? Kau kira aku pencuri?" kata Ming.

"Bukan Tuan, kami hanya sedang mencari seorang buronan. Tolong mengertilah, turun dan kami akan periksa. Jika tidak, maka kalian tidak boleh lewat! Apalagi, anda juga sudah berbuat semena-mena pada pengemis. Aku yakin anda tidak ingin mendapat masalah bukan?"

Ming geram. "Kau mengancamku?"

"Tidak, kami memperingatkan anda!"

Dengan kesal Ming turun. "Apa pengemis? Apa kau puas!" gertak Ming yang berakting.

Saat prajurit memeriksa kerta Ming, seorang prajurit lain mendatangi Siane.

"Bibi, ini makanlah. Ada banyak makanan. Sudah tidak usah berurusan lagi dengan orang-orang pelit! Ini ada sedikit uang, ambilah."

"Cih! Sok baik" kata Ming menyindir.

"Tuan, jika tak mau memberi, setidaknya tidak perlu mencerca." Kata prajurit itu memperingatkan.

"Terima kasih anak muda. Kau pasti bisa menjadi orang yang sukses" kata pengemis yang ada dihadapannya.

"Bibi, mau kemana?" tanyanya. Ini adalah pertanyaan di luar sekenario.

"Aku akan mengemis ke mana aku bisa. Aku harus makan. Ibuku menanti makanan di rumah." Kata Siane yang sedang menyamar. "Anak muda, terima kasih sekali lagi. Aku akan melanjutkan mengemis"

"Sudah sana pergi! Yang jauh! Jangan sampai akau melihatmu!" kata Ming.

Prajurit yang memeriksa kereta Ming turun dan langsung menegur Ming,

"Tuan, apa kau benar-benar tak punya hati? Haruskan berdebat dengan seorang pengemis?"

Ming tak menjawab dan langsung naik ke kereta lagi. "Kau, yang adalah prajurit mana mengerti. Kami ini, para pedagang sangat dibuat repot oleh mereka. Sudahlah. Kusir, ayo jalan."

Maka, Ming dan keretanya berjalan. Sementara Rendra yang menyamar menjadi pelayan pun mengikuti dari belakang dengan kudanya.

Satu pos berhasil ia lalui. Pos berikutnya adalah pos yang ada di dermaga. Ini akan jauh lebih sulit. sekenario yang sama tidak akan bisa dipakai dua kali. Pengemis tidak mungkin, lari bukan?

Siane, sudah berganti pakaian. Ia mengenakan pakaian normal sekarang. Tak jauh dari pos dermaga, mereka melihat seorang pedagang menjual para budak. Semua wajah budak tertutup. Pedagang itu dekat dengan para petugas yang memeriksa orang yang akan pergi dengan kapal.

"Aku mau beli satu." Kata Rendra.

Bos budak itu menoleh dan segera mendatangi Rendra.

"Silakan Tuan. Yang mana?" Rendra melihat dengan hati-hati. Pedagang itu menutup wajah semua orang yang ia jual.

"Apa aku tidak bisa melihat wajahnya?"

Bos penjual budak tadi berdalih, bahwa jika mereka melihat wajahnya maka ia akan rugi besar. Hanya budah cantik dan tampan saja yang akan laku.

"Setelah membelinya, kau boleh melihatnya." Kata Bos itu.

Tak puas dengan jawaban bos itu, Rendra mendatangi petugas alih-alih meminta bantuan.

"Maaf, apa kalian bisa membantuku memilih satu budak! Aku takut, penjual mereka menipu. Aku tak bisa melihat wajah mereka."

Salah satu petugas itu langsung setuju. Ia mendatangi penjual budak .

"Hei, apa-apaan ini? Apa aku membuat masalah?" tanya Bos itu.

Tak menawab, petus itu menanyakan kriteria budak yang ingin Rendra beli.

"Aku akan segera pergi berpetualang. Aku ingin wanita yang mampu bertahan dan tentu saja bisa bekerja dengan baik dalam segala hal."

Mendengar hal itu, maka prajurit itu menunjukkan suatu budak yang diam saja.

"Percayalah padaku. Aku melihatnya sebelum ia mulai berjualan tadi pagi. Sebelum semua mata dan wajah mereka ditutup. Ku rasa ini akan menjadi pilihan yang tepat. Aku masih ingat benar wajah gadis ini."

"Baiklah, aku percaya pada anda Tuan. Berapa harganya?"

Bos penjual budak itu, tak bisa menjual dengan harga tinggi lantaran ia takut kepada petugas yang Rendra bawa. Maka, setelah memberitahukan harganya. ia langsung membayarnya.

Tak sabar, prajurit yang Rendra bawa membaka penutup kepala budah yang dibeli Rendra.

"Lihat, aku memilih dengan benar!" kata prajurit itu.

Melihat hal itu, Rendra memberikan beberapa uang sebagai ucapan terima kasih. Namun prajurit itu menolaknya.

"Sudahlah, adalah tugas kami untuk membantu rakyat. Jangan sungkan."

"Anda prajurit yang baik. Kelak pasti bisa naik jabatan dengan mulus." Kata Rendra."Bagimana jika aku traktir kalian semua prajurit makan?" kata Rendra.

Next chapter