webnovel

Wanita Terkutuk

"Ib..Iblis…!" , teriak seseorang. Kami menoleh. "Itu adalah pangeran Xio." Kata Huo padaku.

"Kita harus membunuhnya juga." usulnya.

"Tidak, kau sudah membunuh ibumu, masih haruskah kau bunuh saudaramu?"

Ayahku bangkit dan menghunuskan pedang menyerangku. Ia melukai tangan hingga leher. Ini cukup menyakitkan, darah mengucur.

"Iblis! Kau membunuh ibumu sendiri. Kau membunuh orang yang kucintai. Kau juga harus mati Siane!", tangisnya.

Aku beruntung, Huo menghalau dan membuatnya tersungkur di lantai.

"Yang Mulia adalah kaisar. Tidakah Anda sadar? Jika wanita ini tidak dibunuh sekarang, maka Yang Mulia adalah target yang akan dibunuh olehnya!"

"Aku tak peduli! Aku mencintainya. Kau harus mati Siane!"

Kaisar itu kembali menghunuskan pedang dan menyerang Huo.

"Tuan Putri, apa kau baik-baik saja?"

Aku menoleh. "Kau rupanya! Ingin berpura-pura bersimpati?" sindirku.

"Mengapa aku harus berpura-pura bersimpati?" tanya Raja Artha Pura. Ia mengeluarkan sapu tangan dan duduk. Ia mencoba membalut lukaku. Saat ia memengang lenganku, ia berhenti. Ada sedikit rasa terkejut yang muncul di wajahnya.

"Kau takut darah?", sindirku lagi.

Ia tersenyum datar dan dingin. "Aku takut kehilangan wanita sepertimu." Ia mengambil lenganku dan menyingkapkannya.

"Lihat, kau sembuh dengan sendirinya. Apa yang kau rasakan?", tanyanya lagi.

Sembuh? Benar luka ini tiba-tiba sembuh begitu cepat. Darah perlahan berhenti dan kulitku kembali normal.

"Kurasa sebagai wanita yang terkena kutukan, aku tak pantas untuk mengeluh sakit bukan?"

Pria di depanku tertawa. "Sungguh menarik. Aku bisa melihat seseorang mengutuk yang lain tepat di depan mataku. Dan orang yang terkena kutukan itu sama sekali tidak takut mati atau sedih."

Selesai tertawa, ia mengulurkan tangannya.

"Ayo, apa kau tak percaya padaku?" tanyanya padaku. "Aku bukan Kaisar bodoh seperti ayahmu!" sambungnya lagi.

Aku meraih tanganya dan berdiri. Meski aku sembuh, bukan berarti aku tak merasakan sakit apapun. Bedanya, rasa sakit ini hilang dengan cepat. Aku terbayang, betapa sakit wanita itu. Entah sudah berapa kali ia terkena luka sepertiku.

"Huo, jangan bunuh Kaisar!" perintahku. Huo berhenti sejenak dan menjawab.

"Tentu, Naga yang kehilangankan kekuatannya tak perlu dibunuh. Membunuhnya hanya akan membuat reputasi kita menurun." Sahut Huo.

Di sisi lain, seseorang datang.

"Tuan Putri, kita dikepung oleh pasukan." Kata prajurit wanita itu. "Kita harus segera pergi!" sarannya pada kami.

"Oh, pasti pangeran Xio yang membawa mereka kemari!"

"Bagus! Maka aku akan bisa membunuhmu!" teriak Kaisar.

Kesal dengan tingkah Kaisar yang seperti kehilangan akal. Huo melukai kaki dan tangannya. Ia menjerit kesakitan.

"Yang Mulia",kedua ajudan yang mengikutinya segera mendekat.

"Siapapun yang melukai Kaisar harus mati!" teriak salah satu mereka. Itu cukup memprovokasi Huo untuk melukai mereka hingga mereka tak bisa lagi bicara.

"Kita harus pergi dari ini." Kata Raja Artha Pura.

"Pangeran Xio menginginkan tahta. Mengingat kau sudah melukai Putra Mahkota, Membunuh wanita yang ayahmu cintai dan melawan Kaisar, kau tidak bisa lagi hidup di sini. Kecuali kau membunuh mereka sekaligus."

"Aku tak menyangka, orang luar seperti Raja negeri seberang mengerti politik dengan baik. Bahkan kau mengerti bahwa pangeran Xio juga menginginkan tahta."

"Percayalah Putri, aku tak meraih tahta Artha Pura dengan mudah. Sebagai seorang Raja, aku mengorbankan banyak hal. Aku jauh lebih berpengalaman dari pada kalian semua." Jawabnya dengan sombong.

"Huo, bagimana?", tanyaku pada Jenderal yang setia.

Huo memberi Hormat padaku sebelum menjawab. "Kita akan mati bersama Yang Mulia. Jika anda ingin membunuh mereka semua. Hamba siap mendampingi."

Tak di duga, Raja Artha Pura tertawa.

"Mungkin kau siap. Tapi kekaisaran manapun tidak mengizinkan wanita naik Tahta. Kau harus ingat itu!"

"Ikutlah denganku Ke Kerajaanku. Aku akan menjamin keselamatan kalian. Melihat keadaan sekarang, bisa kujamin, bukan hanya Kaisar yang menginginkan kematianmu. Tapi juga seluruh daratan ini! Kamu membunuh Permaisuri, dan kau seorang iblis sekarang. Bisakah kau hitung berapa banyak bangsawan ingin membunuhmu demi tahta, dan berapa banyak pemburu setan yang siap menyiksamu."

"Yang Mulia.." seru Hou. Aku mengangkat tangan dan menyuruhnya diam.

Aku mendekati Kaisar yang sangat menyedihkan itu.

"Yang Mulia, aku tidak mengerti mengapa cinta membutakanmu. Bukankah kau sudah tau, Selir Njoo yang membunuh dan meracuni Permaisuri. Ia tidak mencintaimu. Ia hanya menginginkan kau mati. Ya sudahlah, kau juga tidak peduli padaku.

Dengan ini, aku memutuskan hubungan keluarga di antara kita. Aku tak akan kembali ke istana. Aku juga tidak akan membunuhmu. Berikutnya, terserah Anda saja menuliskan sejarah ini bagimana."

"Siane, Kau benar-benar jahat!" Teriak Kaisar.

Suara pasukan itu semakin mendekat. Aku tak punya pilihan, aku akan pergi dari sini. Raja Artha Pura benar, kalau pun aku membunuh mereka semua, aku tetaplah wanita dan tidak bisa naik tahta. Mungkin, lari adalah pilihan terbaik saat ini.

"Huo, ayo kita pergi!" seru ku.

Tanpa banyak bicara lagi, kami pergi melalui jalan rahasia di istana permaisuri. Aku mengetahuinya dengan baik, karena aku adalah Putri Mahkota saat ini. Lewat jalan ini, aku mendengar para pasukan itu mencari-cari kami semua. Sepertinya mereka menggeledah seluruh ruangan.

"Apa ayahmu tahu tentang jalan ini?" tanya Raja Artha Pura.

"Benar, ia adalah Kaisar." Jawabku singkat.

"Maka, kita harus cepat! Sebelum mereka menangkap kita" kata Raja itu.

Lorong ini, menembus langsung ke sungai besar dekat istana. Kami harus berenang untuk mencapai ujungnya. Sesampainya di luar istana, kami segera lari secepat mungkin. Aku ingat, untuk berjaga-jaga Huo meminta seseorang berjaga di dekat sini. Kami harus menemukannya.

"Kalian terlihat luar biasa, mari ikut denganku", kata seseorang yang sangat tua menghampiri kami dengan kereta kudanya.

Tanpa banyak Bicara Huo meminta kami masuk. Kurasa, kakek ini adalah orang yang Huo perintahkan untuk menunggu kami. Dari sini, kami hanya mengikuti pria itu membawa kami.

"Nyonya, di dalam ada beberapa orang yang sudah menunggu kalian." Kata pria tua itu. Ia menghentikan kami pada sebuah penginapan usang. Se-usai mengucapkan terima kasih, pria itu pergi entah kemana.

Huo, segera membawa kami masuk.

"Selamat datang, apa kalian baik-baik saja?", sambut seorang laki-laki yang terlihat sangat muda.

"Apa kalian menyiapkan semua hal yang aku minta?" tanya Huo. Pria itu tidak menjawab dan hanya membawa kami masuk. Hari ini kami akan menghabiskan malam di sini. Raja Artha Pura keluar dan memanggil sesuatu.

"Burung elang?" tanyaku pada Huo yang melihat hal itu dari jendela.

"Apa saya harus membunuhnya Yang Mulia?" tanya Huo. Belum selesai aku menjawab, pria itu masuk ke dalam penginapan.

"Kita akan berangkat ke kerajaanku besuk pagi. Orang-orangku sudah siap." Katanya.

Next chapter