webnovel

Ch. 159

Tiga bulan berlalu semenjak kejadian Jesper adu tinju dengan si preman jalanan, tiga bulan berlalu juga semenjak mereka mengirim-ngirim video untuk hari ayah, tiga bulan berlalu semenjak Jinyoung ikut ujian dan akhirnya bisa satu kampus dengan Hyung tersayangnya, dan sudah tiga bulan berlalu juga Jesper, Xukun, dan Lucas selesai magang.

Saat presentasi pun mereka lancar-lancar saja, bukan karena ada Sehun hingga nilai mereka bisa aman-aman saja, atau karena ada Jesper yang mereka juga akan aman-aman saja.

Presentasi mereka aman-aman saja dengan bonus tambahan di belakangnya. Akibatnya? Perusahaan Sehun melakukan pengurangan karyawan dan promosi jabatan di saat yang bersamaan.

Mereka bertiga memberi sedikit kritikan pada Petinggi Perusahaan termasuk juga Oh Sehun yang terhormat. Mengulas bagaimana beberapa Petinggi yang hanya menggantungkan kaki di atas meja dan menyuruh karyawan biasa yang menyelesaikannya.

"Apa buktinya?" Tanya Sehun dengan kaki kanan yang menindih kaki kiri lalu punggung yang bersandar pada kursi kebesarannya.

Jesper, Lucas, dan Xukun hanya tersenyum tipis seraya mempertontonkan beberapa video dan memperlihatkan beberapa foto.

Mampus kalian, bathin Lucas.

"Kami rasa itu cukup sebagai bukti dan ya, itu oleh-oleh dari kami." Ujar Xukun tanpa rasa bersalah. Membungkuk hormat pada beberapa orang yang menyaksikan presentasinya lalu berucap dengan Jesper sebagai perwakilan. "Hanya itu dari kami, sekian, dan terima kasih."

Sehun tersenyum tipis, membisikan sesuatu pada Suho hingga Suho mengangguk dan berlalu dari ruangan.

Sehun? Hanya bersedekap dada dengan kursi yang ia putar-putar pelan. Menatap satu-satu orang yang saat ini hanya mampu menunduk takut di bawah matanya.

"Kalau begitu kami perm-"

"Duduk." Potong Sehun.

Ceklek.

Suho datang dengan beberapa atau lebih tepatnya segerombolan orang. Membungkuk hormat pada Sehun lalu kembali lagi duduk di kursinya setelah meninggalkan beberapa lembar kertas di atas meja Sehun.

"Semuanya sudah di sini?" Tanya Sehun pada Suho, si sekretaris hanya mengangguk singkat sebagai jawaban.

"Bagus. Kita langsung saja." Ujar Sehun. Mengambil beberapa kertas dan dengan baik hatinya memberikan langsung pada orang-orang terpilihnya.

"Selamat mencari pekerjaan baru."

Dengan kata lain Sehun memberhentikan karyawan dengan jawaban tertinggi milik mereka hanya dengan selembar kertas dan tatapan membunuhnya.

"Dan selamat untuk posisi baru kalian."

Sehun tersenyum tipis pada orang-orang yang Suho bawa tadi, mereka bukan asal-asalan pilih saja, semua yang naik jabatan saat ini adalah dia yang menyelesaikan pekerjaan manusia-manusia tak berguna yang saat ini hanya bisa menunduk malu.

Termasuk wakilnya, Sehun pecat saat ini juga.

"Kim Joonmyeon, kau lebih suka menjadi sekretarisku atau wakil direkturku?" Tanya Sehun pada Suho.

Suho kaget tentu saja. Menunjuk dirinya sendiri, Suho mulai perang bathin.

Wakil Direktur atau Sekretaris? Tapi, aku nyaman-nyaman saja menjadi sekretaris memang, Suho memutar otak secepat yang ia bisa.

"Saya lebih nyaman menjadi Sekretaris, Presdir." Ini pilihan yang tepat, aku yakin.

"Keruanganku setelah ini." Ujar Sehun.

"Baik, Presdir."

Sehun kembali menatap para mereka di depan sana yang masih tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. "Kau, pindahkan semua barang-barangmu keruangan Wakil Direktur, karena itu milikmu sekarang."

Pria setengah baya yang berkaca mata hanya menatapnya dengan mata berkaca-kaca dan membungkuk hormat sedalam-dalamnya.

Sekali lagi, Sehun tidak hanya asal pilih. Semua orang sudah ia amati belakangan ini dan memang dia yang paling pantas.

"Terima kasih, Presdir."

"Kau pantas untuk itu."

**

Jesper berjalan santai dengan tangan yang masuk kedalam kantong celananya.

Stay cool.

Hari ini si sulung Oh sudah kembali masuk kuliah dan berniat akan memberikan laporannya, entah untuk di revisi entah langsung di ACC.

Lucas? Xukun? Manusia itu di kantin, butuh asupan kata mereka yang hanya di balas Jesper dengan anggukan tak peduli.

"Nanti perlihatkan pada kami. Ingin mencotek!" Xukun berujar setelah menyuapkan sesendok penuh nasi ke mulut Jesper.

"Jika di revisi, beri tau juga." Lucas tak ingin ketinggalan, menyuapkan Jesper dengan sesendok sosis, daging, dan juga beberapa sayuran.

"I love u." Ucap mereka berdua.

Jesper hanya memutar bola matanya jengah, hampir mati rasa mulut Jesper karena suapan penuh dari mereka berdua. Untung belum mati saja di Sulung Oh.

Jesper  berhenti tepat di depan pintu kayu bercat coklat tua, lalu menghela nafas kecil.

Tok... tok... tok...

"Masuk."

"Prof. Laporanku."

Jesper langsung saja, meletakan laporannya keatas meja dan langsung di ambil oleh pembimbingnya itu.

Wajah Jesper masih datar-datar saja saat tinta hitam itu di tuliskan di atas kertas pada lembaran pertamanya.

ACC.

"Dua temanmu lagi?" Tanya Profesor yang berkacamata dengan keriput di sudut matanya itu.

"Di kantin, Prof."

"Suruh mereka memberikan laporannya padaku dan kau juga harus makan. Jangan biarkan mereka mencotek punyamu."

Jesper hanya mengangguk dan membungkuk hormat, pembimbingnya sudah memasuki kepala lima sehingga, Jesper nyaman-nyaman saja dengan wanita itu.

Dan lagi, dia juga menjabat sebagai asisten dosen Profesornya itu.

Menang banyak Jesper.

"Terima kasih, Prof. Saya permisi." Pamit Jesper seraya membungkuk hormat.

Ceklek.

Xukun Pendek, Bontet, Tak Tau Diri, Hidup Lagi (3).

Sumsum Tulang Belakang : cepat! Prof. Menyuruh kalian menghadap.

Tungkai Terla(Lu) Panjang : sabar! Tenangkan cacing dulu sebentar.

Mata HatiKu(n) : otw sayangkuuuuuuh.

Mata HatiKu(n) : btw, hina aku sepuas kaliiiaaaan... kalian suci, aku penuh dosaaa... *lirik nama grup.

Sumsum Tulang Belakang : berisik!

**

Saat sedang damai-damainya berjalan di halaman belakang Fakultasnya, Jesper tau si roti tawar, adik kesayangannya tersudutkan oleh salah satu Mahasiswa dari Fakultas yang sama dengannya.

Bae Jinyoung dan...

"Bangsat!"

Darah Jesper langsung naik keubun-ubun. Seumur hidupnya, sebangsat-bangsatnya Jesper menjadi seorang bangsat yang paling bangsat saat menjadi bangsat, ia tidak pernah dan tidak akan pernah menarik kerah baju orang terdekat dan tersayangnya. Belum lagi ada seoarang wanita?!

Bugh.

"Bukankah sudah aku peringatkan jangan menyentuh mereka?" Desis Jesper sesaat setelah kepalan tangannya mendarat pada rahang tegas Seungcheol.

"Hyung!" Jinyoung kaget tentu saja.

"Cih, itu adikmu? Si anak pungut juga? Sama-sama anak pungut tentu harus saling menjaga bukan?" Seungcheol hanya menatap sinis Jinyoung yang menatap datar padanya.

Jinyoung tidak akan takut, maaf-maaf saja.

"Dan untuk wanita itu, dia siapa? Pelacurmu?"

Mata Jesper dan Jinyoung membulat tak percaya. Jesper dengan kekesalannya dan Jinyoung dengan segenap rasa bencinya.

"Jaga ucapanmu, Brengsek." Desis Jesper menahan amarah. Ini masih awal-awal mereka mulai masuk setelah sekian bulan.

Jinyoung menolehkan kepalanya pada senior bertubuh kecil di belakangnya, wanita itu... entahlah, Jinyoung tidak bisa mengartikan raut wajahnya.

"Dia... si Mahasiswi Kedokteran yang miskin itu bukan? Ah, Mahasiswi bantuan." Seungcheol mengangguk-anggukan kepalanya. Bertepuk tangan sarkastis dan menunjuk gadis mungil itu dengan telunjuk kirinya. "Kau di bayar berapa oleh mereka?"

Bugh.

Bugh.

"Akh."

Jesper tak main-main, menendang perut Seungcheol dengan kekuatan penuh lalu menghadiahi ucapan selamat datang pada wajah di bawahnya itu.

"Oh My God, Hyung!" Jinyoung panik tentu saja, apa yang harus dia lakukan sekarang?

Jesper yang biasa ia hadapi adalah Jesper si jinak, bukan Jesper si berandalan yang lepas kendali macam ini.

"Oh astaga, mati sudah kau di buatnya setelah ini." Ujar Jinyoung menunjuk Seungcheol yang sudah babak-belur sana-sini.

Mana yang harus Jinyoung tolong, senior perempuannya yang masih mematung dengan mata berkaca-kaca atau Hyungnya yang lepas kendali. Jika menolong Jesper, Jinyoung pastikan dia juga akan ikut hancur.

"Hyung, astaga, Hyung. Hentikan, ku mohon." Ujar Jinyoung mencoba menenangkan Jesper.

Namun bukannya Jesper yang tenang, malah Jinyoung sendiri yang mati ketakutan. Mata Jesper itu benar-benar menakutkan sekarang.

"Noona, kau baik-baik saja?" Tanya Jinyoung yang ia rasa tak akan mampu menenangkan Jesper.

Gadis itu terperanjat kaget dan mulai berjalan mendekati Jesper, "Jesper! Kau bisa membunuhnya. Hentikan!"

Jinyoung yang sudah berteriak sedari tadi saja tidak di gubris oleh Jesper, apalagi seniornya ini yang hanya berbisik dengan linangan air mata.

Linangan air mata?

"Noona?"

"Chuang Jesper!"

Grep.

Memeluk tubuh Jesper hingga lengan kecilnya melingkar sempurna di leher Jesper.

Dan ya, Jesper berhenti. Benar-benar berhenti. "Ku mohon, hentikan." Bisik si mungil.

Jinyoung tidak buta, sumpah.

"Cih, murahan." Gumam Seungcheol.

Belum sadar juga si sialan ini, bathin Jinyoung. Jinyoung mati ketakutan jika harus menenangkan Jesper, sungguh.

"Brengsek."

Sret.

Bruk.

Bugh.

"Akh."

"Noona." Jinyoung kaget lagi. Jesper hyungnya yang baru saja jinak, kembali brutal dengan mendorong gadis mungil di belakangnya hingga terjerambab jatuh dengan kepala yang mendarat duluan.

"ASTAGAAA! JESPEEEEER!"

"JESPEEEEER! HENTIKAAAN!"

TBC.

SEE U NEXT CHAP.

THANK U.

DNDYP.

Next chapter