webnovel

Bab 27

Hari berganti hari dan minggu berganti minggu. Tetapi tidak ada yang berubah antara Percy dan Rasya. Keduanya malah semakin canggung dan seakan tidak akrab seperti biasanya. Entah apa yang memberi jarak di antara mereka berdua.

Rasya masih menyembunyikan perihal kehamilannya, tidak ada yang tau selain sang Papa. Bahkan hanya sang Papa yang memenuhi ngidamnya selama ini. Ia merasa bersyukur dengan adanya sang Papa.

Kemarin ia merasa terhibur dengan ngidam aneh Leonna yang meminta pria menjadi jeng kelin. Dan dia berpikir, apakah Percy bisa memenuhi ngidamnya seperti kemarin ia memenuhi ngidam Leonna.

Dan saat ini Rasya hanya menikmati harinya dengan menyeduh teh hijau buatan sang Mama di taman belakang rumahnya yang terdapat danau.

Ia menikmati suasana sore dengan langit jingga yang begitu menyejukkan. Hembusan angin menerpa wajah dan rambutnya dengan lembut.

Sesekali ia mengusap perutnya yang kini akan masuk bulan ke dua, perutnya masih rata dan belum terlihat menonjol.

***

Rocky terlihat tengah memarahi salah satu karyawannya hingga beberapa orang datang dan mulai merusuh disana membuat Rocky mengamuk ke arah mereka semua.

Bug

Satu tonjokkan mendarat di pipinya, membuat tubuh Rocky terdorong ke lantai. "Sialan!"

"Itu buat loe yang berani mengancam istri gue dan mengatakan hal yang tidak-tidak tentang dia." Percy berdiri di hadapannya dengan kesal.

Sudah lama ia memendam kekesalannya pada Rocky. Dan sekarang saatnya ia meluapkan segalanya setelah urusan Stafford family dan ia juga sudah membeli seluruh restaurant Roulles.

"Sialan!" Rocky beranjak hendak melayangkan tinjuannya ke arah Percy tetapi ia berhasil menepisnya dan memukul Rocky habis-habisan hingga tidak memberi Rocky kesempatan untuk melawannya.

"Loe memfitnahnya, sialan!"

Gerakannya terhenti saat salah satu anak buahnya menarik tubuhnya menjauhi Rocky yang sudah babak belur.

"Gue akan laporkan ke polisi, loe membuat rusuh di restaurant gue!" pekik Rocky.

"Tidak perlu repot-repot, restaurant ini milik gue. Dan polisi akan segera datang." Percy melempar map merah ke depan Rocky membuatnya membuka map itu dan membelalak lebar.

"Loe lihat, gue sudah membeli saham dan juga restaurant ini ke Kakak loe yang haus harta. Jadi sekarang ini milik gue!"

Rocky terlihat geram dan hendak menyerang Percy tetapi beberapa polisi datang dan melumpuhkannya.

"Gue gak akan biarkan loe mengganggunya lagi." Pekiknya begitu emosi.

"Loe akan menyesal!" teriak Rocky saat para polisi membawanya keluar dari restaurant.

Percy menghembuskan nafasnya kasar, ia melihat sekeliling dimana para karyawan disana terlihat ketakutan.

"Kembalilah bekerja dan bereskan semua kekacauan ini." Mendengar penuturan Percy, merekapun bergegas untuk kembali bekerja.

"Adit,"

"Iya Pak,"

"Kamu urus semuanya, nanti laporannya kirimkan padaku."

"Baik Pak,"

Percy berlalu pergi meninggalkan mereka semua dengan kekesalannya. Tetapi ada kelegaan di dalam hatinya. Ia tersenyum puas meninggalkan restaurant itu.

***

Daffa tengah memperhatikan Rindi yang sedang bermain dengan seorang anak kecil, di komplek rumahnya yang tidak terlalu ramai. Anak laki-laki itu awalnya tengah bermain bola sendirian, lalu Rindi menghampiri dia dan mengajaknya untuk bermain bersama.

Rindi sesekali tertawa saat bolanya tak mampu ia tangkap dengan tepat.

Daffa tersenyum melihatnya, tawa renyah Rindi itu mampu menyejukkan hatinya.

Sudah dua minggu ini Daffa ada pekerjaan ke London dan dia tidak menemui Rindi. Awalnya dia menolak pekerjaan ini karena ingin menemani Rindi setiap saat, tetapi penolakan Rindi membuatnya frustasi, apalagi mendengar penjelasan Randa yang mengatakan kalau Rindi masih mengharapkan Percy.

Daffa berjalan mendekati mereka berdua dan menangkap bola itu saat akan di tangkap Rindi. Keduanya menoleh ke arah Daffa,

"Om Daffa," pekik anak laki-laki itu histeris. "Om, aku ngefanz sama Om."

Daffa terkekeh melihat ke antusiasan anak itu, ia melirik ke arah Rindi yang memalingkan wajahnya. "Hai,"

Rindi hanya tersenyum kecil ke arah Daffa.

Daffa berjalan ke arah anak itu dan memangku tubuhnya membuatnya tertawa senang dan bahkan memeluk leher Daffa dengan sangat erat.

Anak itu terus berceloteh kepada Daffa kalau dia sangat mengidolakan Daffa, bahkan dia memajang poster Daffa di kamarnya. Daffa menyahuti anak itu dengan sesekali melirik ke arah Rindi yang juga tengah memperhatikannya.

"Baiklah jagoan, sekarang waktunya pulang. Nanti om kirimkan mainan punya Om untukmu." Daffa menurunkan anak itu.

"Janji yah Om, rumahku yang ada di sebelah rumah Kak Rindi."

"Baiklah Jagoan, sekarang pulanglah. Ibu mu sudah memanggil,'

"Baiklah, dah Om, dah Kak Rindi." Anak itu berlari ke arah rumahnya membuat Rindi tersenyum melihatnya.

"Bagaimana keadaanmu?" Rindi mengalihkan pandangannya dari anak itu ke Daffa yang terlihat melipat kedua tangannya di dada dengan menatap ke arahnya.

"Aku baik-baik saja,"

"Aku senang kali ini kamu tidak mengusirku," ucapan Daffa membuat Rindi tersenyum kecil.

"Sepertinya untuk kali ini aku ingin bersamamu," Rindi tersenyum seraya menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi roda membuat Daffa tersenyum melihatnya.

"Kamu terlihat cantik hari ini," pujian Daffa membuat Rindi terkekeh.

"Tidak berubah," ucapnya menggerakkan kursi rodanya menuju ke arah rumahnya diikuti Daffa.

"Aku ingin mengajakmu makan siang, mau ikut?"

"Traktir aku makan,"

"Siap,"

"Ahhhh,," Rindi terpekik saat Daffa mendorong kursi rodanya dengan begitu kencang dan membuat rodanya sedikit terangkat. Tetapi itu malah membuatnya tertawa renyah karena ulah Daffa.

***

Percy dan Rasya sudah kembali ke apartement karena sudah tidak ada ancaman lagi dari Rocky. Rasya sedikit bingung dengan sikap Percy yang begitu lembut padanya, bahkan dia begitu perhatian.

"Sya, aku akan memesan makanan untuk makan malam kita. Kamu tidak perlu memasak, istirahat saja." Rasya mematung di tempatnya saat Percy mengusap kepalanya dengan lembut dan berlalu menuju ke dalam kamarnya.

"Tidak apa-apa, aku akan memasak."

"Tidak Sya, kamu istirahat saja. Oke," ucapnya membuat Rasya semakin mengernyitkan dahinya. "Kemarilah," Percy menarik tangan Rasya dan menuntunnya untuk duduk di sofa yang ada di apartementnya.

"Aku sudah mengatasi Rocky, dan aku yakin dia tidak akan lagi mengganggu kita terutama kamu," ucapnya. "Kamu aman sekarang,"

"Terima kasih Per," ia tersenyum pada Percy.

"Aku sebenarnya sedikit canggung, tetapi aku mau minta maaf karena saat itu aku begitu emosi. Kata-kataku pasti sudah menyakiti hati kamu." Rasya hanya diam saja memperhatikan Percy.

"Aku tau kamu pasti akan sangat sulit untuk memaafkanku, tetapi aku sungguh terhasut ucapan Rocky sialan itu. Aku sungguh minta maaf, Sya."

"A-aku,"

"Aku sungguh emosi saat itu, aku sangat minta maaf Sya." Rasya akhirnya menganggukan kepalanya diiringi senyumannya.

"Aku serius memaafkan aku?"

"Iya Per, bukankah kita ini suami istri. Sudah seharusnya saling memaafkan," ucapnya membuat Percy tersenyum lega dan menarik tubuh Rasya ke dalam dekapannya.

"Aku janji setelah ini aku tidak akan pernah menyakitimu lagi. Aku janji,"

Rasya tersenyum mendengar penuturan Percy barusan, senyuman merekah indah di bibirnya. Akhirnya badai sudah berlalu.

Setelah ini, Rasya akan mencari waktu yang tepat untuk memberitahukan perihal kehamilannya.

"Baiklah, aku akan membawa tas kita dan membereskannya, sekarang kamu mandi yah," ucap Percy melepaskan pelukannya dan beranjak meninggalkan Rasya yang masih memperhatikannya di atas sofa.

"Tuhan, semoga ini awal yang indah. Semoga ini akhir dari penantianku, lindungilah keluarga kecil kami, selalu," gumamnya.

***

Pagi itu Rasya tengah menyeduh susu hamil untuknya, ia terpaksa menyembunyikan kardus susunya di dalam tas pribadinya karena belum ingin memberitahukannya ke Percy.

Tak lama sebuah dering handphone menyadarkannya. "Hallo,"

"Hai, kamu sedang apa, Sya?"

"Aku sedang minum, ada apa Per? Apa ada yang ketinggalan?"

"Tidak, aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja."

Ucapan Percy mampu membuat Rasya merona.

"Sya, aku ingin kamu menandatangi sesuatu. Aku sudah mempersiapkannya untukmu."

"Apa?"

"Kamu tanda tangan yah dokumen yang ada di map merah. Ada di laci kamar kita."

"Baiklah, apa hanya itu?"

"Kalau sudah di tanda tangan, kabari aku secepatnya."

"Oke,"

"Bye, hati-hati di rumah yah."

Percy memutuskan sambungan telponnya. Rasyapun berjalan menuju ke dalam kamar mereka, dan terlihat ada dua sebuah map merah di atas nakas. Tetapi langkahnya terhenti saat ia melihat map merah di dalam laci nakas.

"Sepertinya yang di dalam laci ini," ucapnya dan ia segera membukanya.

Matanya mendadak berkabut dan air mata luruh seketika saat membaca surat itu. Itu adalah surat kontrak mereka dulu. Rasya menghitung mundur kebersamaan mereka dan sudah tepat 6 bulan.

Ia menutup mulutnya sendiri dan tangisan tak mampu di tahan lagi. "Apa maksud Percy?"

"Apa selama ini kebaikannya karena ini? Karena masa kontrakku bersamanya telah habis?" ia menangis terisak disana, hatinya sangat sakit dan hancur sekali.

Baru saja dia merasakan kehangatan Percy dan bahagia bersamanya, tetapi kenyataan pahit kembali hadir lagi.

"Hikzz....kenapa?" isaknya semakin menjadi.

Ia terlalu percaya diri dan mengharapkan kalau Percy benar-benar sudah mulai mencintainya. Tetapi ternyata semuanya salah dan hanya mimpi belakang.

Ia mengusap perutnya sendiri, baru saja ia ingin mengatakan kejujuran pada Percy mengenai anak ini, tetapi kenapa harus seperti ini? Ia akan kembali kehilangan Percy untuk selama-lamanya.

Dan ia hanya mampu kembali menangis dalam kesepian dan keheningan.

Kenyataannya hanya kesepian dan luka yang setia menemaninya setiap saat.

***

Rasya melayani Percy dengan sepenuh hati tanpa mengatakan apapun. "Bagaimana kamu sudah menandatanganinya?"

Pertanyaan Percy membuatnya menghentikan gerakannya. 'Apa begitu besar keinginanmu untuk berpisah denganku? Apa aku begitu tak berarti untukmu, Per?'

"Sya?"

"Ya,"

"Kamu dengar aku kan?"

"Eh, iya." Ia tersenyum kecil.

"Syukurlah, aku senang kamu mau menerimanya," ucap Percy diiringi senyumannya.

'Apa kamu tidak menyadari, kalau aku begitu terluka. Aku sangat terluka Percy!'

Rasya beranjak memasuki kamarnya tanpa ingin mengatakan apapun, air matanya sudah ingin luruh membasahi pipinya.

"Sya, tidurlah bersamaku." Ucapan Percy menghentikan gerakannya yang hendak membuka knop pintu kamarnya.

"Aku ingin tidur disini," ucapnya kembali menekan knop pintu dan memasuki kamarnya.

Ia menangis di dalam kamarnya dengan perasaan yang hancur dan pedih. Bahkan Percy terlihat santai saja, dia terlihat bahagia. Apa begitu senangnya bisa kembali ke Rindi?

Rasya hanya mampu menekan dadanya yang terasa sesak dan sakit. Ia juga menutup bibirnya sendiri agar isakannya tidak keluar.

Sakit di dalam hatinya lebih perih dari kejadian sebelum-sebelumnya. Ia menyadarinya sekarang,

Percy bukan untuknya...

Percy bukan takdirnya...

Kalau saja aku bisa melihat masa depan, dan bagaimana akhir dari semua kesakitan ini...

Kalau saja aku mengetahui akan berakhir seperti ini, maka aku tidak akan pernah mau memperjuangkan cintaku lagi....

"Hikzz...hikzz....hikzz..." ia hanya mampu menutup bibirnya sendiri dan memukul dadanya yang terasa begitu sesak.

Ia hanya mampu meringkuk seperti bayi di atas ranjang dan ruangan yang terasa mencekam.

Tak mungkin ada aku, di antara kau dan dia.

Seperti lagu-lagu cinta di duniaa.....

Tolong aku,,

Yang kini tak bisa kikiskan wajahmu, tatapmu, harummu,

Ajariku cara lupakan tentang dirimu, dirimu, dirimu,,,

Karena aku tak bisa sendiri....

***

Pagi itu Rasya beranjak menuju kamar Percy dan duduk di sampingnya yang terlelap. Ia mengambil telapak tangannya dan menempelkannya di perutnya yang rata.

Air mata kembali luruh membasahi pipinya, rasanya begitu menyakitkan. Setelah dua bulan berlalu dan baru kali ini Percy mengusap perutnya.

Rasanya begitu menenangkan dan begitu hangat.

Ia menatap wajah Percy yang terlelap dalam tidurnya. "Kamu tau, selama ini aku selalu takut. Banyak sekali ketakutan yang ada di dalam pikiranku. Tetapi di sisi lainpun aku selalu banyak berharap dan bermimpi."

"Aku selalu menyemangati hatiku sendiri, mungkin nanti dia akan membalas cintaku. Bersabarlah sedikit lagi, mungkin nanti mungkin sebentar lagi. Dan jujur saja perlakuan baik dan penuh perhatian kamu kemarin membuatku terbang ke awan dan begitu bahagia. Aku berpikir mungkin ini saatnya, hikzzz...."

"Mungkin ini saatnya kamu mulai melihatku, kamu mulai menganggapku ada. Kamu mulai mencintaiku,, mungkin...." air mata terus mengalir membasahi pipinya.

"Hanya kata mungkin yang selalu aku pikirkan, mungkin sebentar lagi yah sebentar lagi. Dan kali ini kamu menjatuhkanku dengan begitu kasar dan kencang membuatku begitu kesakitan dan rasanya aku akan mati. Rasa sesak dan sakit di dada ini seakan semakin menghimpitku dan membunuhku. Hikzzz..."

"Apa sesulit ini aku mencintaimu?" ia semakin menangis tetapi sekuat tenaga menahan isakannya. "Aku sangat mencintaimu, sungguh. Tetapi kamu tidak pernah sekalipun melihat ke arahku, tidak pernah!"

"Maafkan aku karena keegoisan ini,"

Rasya beranjak pergi meninggalkan kamar Percy dengan tangisannya yang kembali pecah.

***

Pagi itu Percy sedikit terpekik melihat Rasya yang menyiapkan pakaian ke kantornya. "Terima kasih," ia tersenyum dan mengambil pakaian yang di siapkan Rasya.

Setelah memakaikannya, Rasya memakaikan dasi pada kemejanya lalu memakaikan jas hitam yang akan dia pakai.

"Aku akan usahakan pulang cepat," Percy mengecup kening Rasya setelah ia mencium tangannya.

"Percy,"

"Iya,"

"Aku ingin mengajakmu makan malam di luar, kamu bisa kan?"

"Baiklah, aku akan menjemputmu."

"Tidak perlu, kita bertemu di sana saja," ucap Rasya.

"Kenapa?"

"Tidak apa-apa, kita bertemu di sana saja nanti aku smskan alamatnya."

"Baiklah, kamu hati-hati yah." Rasya menganggukkan kepalanya dan membiarkan Percy berlalu pergi meninggalkannya sendirian di sana.

***

Malam menjelang, Percy sudah sampai di restaurant yang di smskan Rasya. Ia berjalan dengan santai memasuki restaurant itu.

"Dia sudah masuk," ucap Hezky yang kini duduk di samping Rasya di dalam taxi. Mereka berada di luar restaurant dan memperhatikan Percy yang memasuki restaurant.

Tak lama sebuah mobil alphard berwarna hitam berhenti disana, dan tak lama sang sopir keluar dan mengambil sebuah kursi roda dari dalam bagasi mobil.

Setelahnya memangku tubuh seorang gadis dan mendudukannya di atas kursi roda.

"Rindi sudah datang," gumam Rasya dengan air matanya yang luruh melihat Rindi yang memasuki restaurant itu.

"Sya, loe yakin?" Hezky begitu iba pada Rasya.

"Ya, sampai kapanpun tidak ada nama gue dalam garis takdir Percy."

"Hikz....hikzzz..." isakannya kembali pecah di pelukan Hezky. "Ini saatnya gue melepaskan dia dan mengembalikannya dia pada pemilik hatinya," isaknya semakin menjadi, bahkan Hezky saja ikut menangis.

"Tindakan gue sudah benar kan?" tanyanya dan Hezky menganggukkan kepalanya. "Gue sudah menandatangani surat kontrak itu dan juga surat perceraian kami," isaknya semakin menjadi.

"Gue mengembalikan apa yang tidak seharusnya gue miliki ke pemiliknya yang sebenarnya."

"Tindakan loe benar," bisik Hezky,

"Kapan pesawatnya berangkat?"

"30 menit lagi."

"Jalan Pak, ke Bandara."

Sopir taxi itu menjalankan mobilnya meninggalkan restaurant itu. Rasya sesekali menengok ke arah belakangnya dengan tatapan nanarnya. Air mata terus mengalir membasahi pipinya.

Akhirnya takdir tuhan sudah menggariskan apa yang seharusnya terjadi...

Sekuat apapun berjuang kalau dia bukan takdir kita maka akan lepas juga...

Hidup itu pilihan

Lurus atau berbelok

Hitam atau putih

Baik atau buruk

Berjuang atau melepaskannya.

Dan pilihan Rasya adalah melepaskannya, melepaskan untuk kebahagiaannya.

Cinta bukanlah sebuah keegoisan atau sebuah obsesi.

Cinta perlu sebuah pengorbanan dan keikhlasan.

Caraku mencintaimu itu sederhana,

Cukup melihatmu bahagia meskipun bukan bersamaku....

"Hikzz....hikzzzz...hikzzz... gue harus kuat, gue kuat. Hikzzzz.....hikzzz...." tangisannya menemani perjalanan mereka ke bandara. Hezky hanya mampu memeluk tubuh Rasya dengan begitu erat berusaha memberinya penompang.

"Gue gak sanggup, hikzzz... tapi ggue juga tidak ingin egois," isaknya.

"Tindakan loe sudah benar, mengembalikan apa yang bukan merupakan milik loe." Mendengar ucapan Hezky, tangisan Rasya semakin pecah.

"Percayalah Tuhan tidak tidur, suatu saat nanti loe akan bertemu dengan takdir loe sendiri. Loe pasti akan menemukan kebahagiaan loe," bisik Hezky.

"Setidaknya gue masih memiliki dia," Rasya mengusap perut ratanya.

Meskipun kini kau dan aku takkan bisa bersama lagi,

Namun kau tetap akan selalu ada di dalam hatiku.....

Next chapter