webnovel

Tamu Gila

Aku melihat Vina tertidur dan telepon di kamar berbunyi.

"Aku akan pergi sebentar Lux. Natalie mendapat sedikit masalah di kampus, aku dan Howard harus mendatanginya."

"Tentu" jawabku.

"Aku tidak akan lama. Shopie dan Caren sudah menyelesaikan pekerjaan mereka. Kurasa meraka akan pulang sebentar lagi. Untuk makan malam, Howard tidak bisa memasak. Apa kau ingin aku pesankan sesuatu sebelum aku pergi?"

Aku melirik wanita yang masih tertidur.

"Mungkin aku akan keluar malam ini" jawabku. Berharap, Vina akan lebih bahagia jika aku mengajaknya keluar.

"Baiklah, sampai jumpa lagi."

Aku menutup sambungan telepon. Bangkit dan melihat ponselku. Hanya ada beberapa pemberitahuan. Aku membetulkan selimut yang menutupi tubuh Vina. Aku melihat wajahnya, dan sepertinya aku tidak akan pernah mendapatkan apa yang ada di dalam hatinya.

Setidaknya, aku bisa mendapatkannya secara hukum.

Telepon kembali berdering.

"Iya?"

"Tuan Lux, seorang wanita meminta masuk ke rumah anda. Apakah kami harus mengizinkannya?" tanya petugas yang berjaga di gerbang depan perumahan kami.

"Siapa?" tanyaku.

"Georgia Snail"

Wanita itu lagi? Apa yang ia inginkan. Tadi pagi ia mengirimkan bunga merah untuk Vina dan sekarang ia mendatangi kami.

"Biarkan dia masuk." Kataku.

Aku segera mengambil pakaianku. Bersiap setenang mungkin agar tak membangunkan Vina. Aku tak akan membiarkan Georgia menemui Vina. Ia akan menjadi buruk bagi Vina.

"Apa yang kau inginkan?"

Georgia tersenyum, masuk ke dalam dan terlihat sangat tenang.

"Sudah malam, apakah kau tak ingin mengundangku makan malam?"

Ia duduk dan segera dengan tenang meletakkan tasnya. Ia melihat sekeliling.

"Tidak ada yang berubah, apa ini berarti kau masih mencintaiku?" tanyanya. "Oh oya selamat ya atas pernikahan kalian. Aku yakin, istri barumu sudah menerima bunga dariku. Hanya saja, aku melihat bunga itu ada di tempat sampah. Apa ia sesombong itu?"

"Berhentilah mengganggunya." Ancamku.

"Aku bahkan belum menemui istri tercintamu itu. Kau berfikir terlalu berlebihan."

Aku mengambil jarak, Georgia bukan orang yang simple. Ia tidak akan pernah datang tanpa persiapan apa pun.

"Apa yang kau inginkan?" tanyaku. "Katakan secepatnya."

Dia menyandarkan tubuhnya di sofa.

"Aku inginkan rumah ini. Semua hal yang harusnya aku dapat. Yang kau berikan padaku saat kita menikah. Aku mau semuanya. Setengah saham dari Sleep and See. " Katanya santai.

"Aku tidak akan menganggu kalian lagi. Aku janji."

Dia benar-benar tak ingin melepaskan aku. Dia sudah semakin berani dengan keadaanya sekarang.

"Kaulah yang memutuskan pergi. Aku juga sudah memeberikan apa yang bisa aku berikan. Kau tidak bisa meminta lebih dari itu."

Georgia melepaskan kacamatanya. Ia memasukkanya ke dalam tas bermerek miliknya.

"Aku meminta hak anakku. Apa aku salah?" tanyanya lagi.

"Kau sudah meninggalkan aku demi laki-laki lain. Kau tidak berhak mendapatkan apa yan menjadi hak anakku."

"Aku adalah ibunya." Debat Georgia. "Apa selama ini kau bisa menghubungi putra kita? Kau terlihat santai bahkan tak peduli pada anakmu sama sekali. Apa kau bisa disebut sebagai pria yang bertaggung jawab?"

"Dan sebagai ibuya apa kau pernah menasihatinya? Kau bahkan lebih sibuk dengan kekasihmu dan menghabiskan semua uang milikku!"

Mata Georgia berubah kejam. Aura jahat dan bengisnya muncul.

"Bodoh! Jika kau tidak menceraikanku, mungkin aku masih akan berbelas kasihan padamu. Tapi kau menceraikanku. Maka, kau layak menerima semua ini."

"Cukup Georgia!" aku menggebrak meja. "Kau seudah dapatkan semua hal yang kamu mau. Kau bahkan masih mendapat kompensasi yang tidak sedikit tiap bulan. Kau lah yang pergi bersama pria yang kau bilang lebih kaya dariku saat perceraian. Kini, Snail bangkrut dan kau ingin aku memberikan semua milikku? Bermipilah!"

Aku bangkit dan menuju telepon. Aku harus menghubungi kemanansebelum wanita ini berulah.

"Perusahaan yang berdiri atas ideku berkembang sangat pesat. Apa ini, balasan yang kau berikan untukku?"

Aku menoleh. "Kau memang memberikan ide, tapi kau lupa? Kau lah yang memilih pergi dan menganggap idemu tidak berguna karena menganggapku akan bangkrut!"

"Maka diam dan turuti perintahku".

Aku tak bergerak. Georgia melingkarkan tangannya ke leherku dengan kuat. Ia membawa pisau. Ini cukup tajam.

"Apa mau mu?"

"Letakkan teleponnya, mari berdiskusi!"

Ancamannya terlihat tidak main-main. Aku meletakakn telepon rumah tanpa kabel ke tempatnya. Aku mengikuti kemana ia membawaku.

Ia munyuruhku duduk. Ia masih menodongkan pisaunya padaku. Dengan tangannya yang lain, menekan ponsel kecil di telinganya.

"Kemari dan bawa semua surat yang harus Tuan Lux tanda tangani. Pastikan tidak ada kesalahan ketik sama sekali!" perintahnya.

Selesai bicara, ia kembali bicara padaku. "Apa yang kau inginkan?"

"Aku tak minta banyak. Serahkan rumah ini, rumah yang di kanada dan tiga rumah lain di Asia beserta semua surat berhaga atau perhaisan dan apapun yang ada I dalam brankas. Aku juga ingin kau memberikan 90 persen saham di Sleep and See. Sisanya akan tetap jadi milikmu."

Wanita ini gila. Aku hanya memiliki sekita 54 persen.

"Jika kau bekerja sama dengan baik, aku tidak akan membunuhmu."

Aku melirik CCTV di depan kami. Tanpa sadar, Georgia mengikuti ke mana mataku memandang.

"Sangat Bodoh!" ujarnya. "Tidak akan ada yang menolongmu. "Aku meminta seseorang mematikan jaringan CCTV. Lagi pula Sandra dan Howard juga sedang tidak ada. Apa kau pikir ini suatu kebetulan?"

"Kau?"

"Benar" jawabnya. "Aku yang meciptakan kekacaun pada Natalie. Aku dengar, Hildan juga mengantar mereka. Bukankan ini sama sekali tidak buruk? Hanya kau dan aku. Jika aku mau aku juga bisa membunuhmu. Jadi jangan macam-macam."

Wanita ini tak menyebutkan Vina. Apa ini berarti ia tak mengetahui Vina ada di sini? Aku harus cari cara untuk membuatnya berhenti. Aku melirik guci besar. Aku memakai jam tangan. Aku menurunkan tanganku pelan-pelan. Bersandar dan terlihat putus asa. Aku melepas jam tanganku.

"Tak kusangka kau orang serumit ini, Georgia. Ku kira kau dulu wanita baik yang tidak akan membuatku sedih!"

Ia tak menjawab. Tersenyum puas. Aku mengenggam jam tanganku. Ini terbuat dari bahan yang cukup berat. Dan cukup mahal bila di jual. Aku ingin tahu, apa cukup berharga bagi Georgia?

"Tangkap ini".

Georgia terkejut dan segera menangkap jam senilai ratusan ribu dollar. Sesuai dugaan, ia tahu jika jam ini sangat bernilai. Ini kesempatan bagus. Aku menendangnya dan segera kabur. Menabrak guci hingga pecah dan mencari tombol dahrurat.

"Kau! Apa kau sudah bosan hidup!" teriaknya. Ia mendaratkan tendangan dan mengambil pisau.

Tenaganya sangat kuat. Apa ia mengkonsumsi psyokotropica? Ia menghajarku membabi buta. Aku berusaha melawan, namun sia-sia. Ia menusukku berkali-kali di lengan dan tanganku.

"Aku tak membutuhkanmu. Aku akan membunuhmu!" teriaknya. Aku berusaha menghindar dan menyenggol benda pecah belah lainnya. Suarannya sangat kencang.

Vina jangan keluar, kataku dalam hati.

Next chapter